07.00 rumah Jeje
Jeje mengerjapkan matanya, ponselnya masih terus berbunyi. Jeje meraih ponsel yang ada di nakas samping tempat tidurnya.
"Halo" jawab Jeje dengan suara khas bangun tidur.
"Baru bangun?" suara di seberang sana membuat Jeje duduk dan melek seketika, lalu melirik jam di dinding kamarnya.
"Halo Je, kok diem?"
"Gue kesiangan Tam!" Jeje berteriak membuat Tama yg sedang menyetir menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Gue siap-siap dulu" lalu sambungan telepon dimatikan secara sepihak oleh Jeje.
Tama tersenyum geli, pagi ini Tama janji untuk mengantar Jeje ke kampus karena nanti siang mereka berdua akan menghabiskan waktu bersama, masih dalam rangka penyembuhan hati Jeje yang diselimuti galau.
Tama tiba di rumah Jeje bertepatan dengan Jeje keluar dari rumahnya dan langsung masuk ke dalam mobil Tama.
Tama menatap Jeje dengan tatapan geli, Jeje masih menggunaka rol rambut di kepalanya, alis baru sebelah yang digambar, tas ada di bahunya dan kotak makan yang tidak tertutup sempurna.
"Ini gara-gara kesiangan tau, jangan di ketawain donk" Jeje cemberut.
"Iya, iya, gue ga ketawa. Yauda dipakai seatbeltnya" Tama berusaha menahan tawanya.
Disepanjang perjalanan Jeje memperbaiki dandanannya dan juga becanda dengan Tama.
••••
10.00 kantin kampus
Tama duduk di salah satu bangku di kantin karena menunggu Jeje selesai kuliah. Tama menunggu Jeje sambil menikmati kopi dan headset terpasang dikedua telinganya, mendengarkan lagu-lagu kesukaannya.
"Hay bro" sapa Reno sambil menepuk pundak Tama lalu duduk di depan Tama. Tama langsung melepas headsetnya dan membalas sapaan Reno.
"Tumben di sini ngapain?" tanya Reno bingung, karena Tama memang tidak sekampus dengannya.
"Nungguin Jeje"
"Jeje? Elo deket sama Jeje?" selidik Reno.
"Enggak, Jeje lagi galau kan gue cuma nemenin dia jalan-jalan ntar" Reno manggut-manggut mendengar penjelasan Tama.
"Tapi lo ga jatuh cinta sama Jeje kan?" Reno bertanya dengan nada menyelidik membuat Tama bergidik ngeri melihat temannya itu, Tama menggelengkan kepalanya dengan ragu.
"Bagus!! Soalnya lo bakal patah hati kalo sampai jatuh cinta sama Jeje. Lo tau sendiri kan Jeje cinta mati sama Jevin"
"Iya gue tau kok" Reno tersenyum mendengarnya. "Tapi gue udah jatuh cinta dan gue juga uda patah hati Ren" kata Tama dalam hati.
Tidak lama Mimi dan Jeje tiba di kantin lalu berjalan ke arah tempat duduk Reno dan Tama di pojokan kantin.
"Hay, ayo Tam cabut" ajak Jeje lalu Tama berdiri bersiap untuk pergi.
"Eh lo berdua ngedate?" tanya Mimi menahan Tama dan Jeje.
"Adadeh" jawab Jeje lalu menggandeng Tama pergi dari kantin meninggalkan Mimi dan Reno yang saling pandang bingung.
"Itu..." ucap Mimi lirih dan Reno hanya mengangkat bahunya acuh.
••••
Jeje dan Tama menghabiskan waktu berduaan. Mereka pergi berkaraoke, shopping dan juga mencoba berbagai macam permainan di mall.
Setelah kelelahan karena sudah menghabiskan banyak tenaga. Sekarang keduanya sedang beristirahat di cafe, Jeje terus saja tertawa karena banyolan Tama.
"Lucu banget sih" Jeje berusaha meredam tawanya.
"Ketawanya bahagia banget sih" Tama tersenyum simpul.
"Siapa yg bikin ketawa coba?"
Tama menunjuk dirinya sendiri sambil mengangkat alisnya cool.
"Gue ke toilet dulu Je" pamit Tama lalu beranjak setelah Jeje menganggukkan kepalanya.
Jeje melihat ponselnya dan lagi-lagi Jevin tidak menghubunginya, ini sudah seminggu Jevin menghilang. Jeje menghela nafas, terlihat raut wajah sedihnya. Tapi setelah Tama datang, Jeje mengganti raut wajahnya menjadi bahagia.
••••
19.00 taman
Jeje dan Tama berjalan di area taman yang terdapat banyak lampion dengan bentuk lucu-lucu. Jeje melihat ke sekeliling taman, Tama tidak mengalihkan pandangannya dari Jeje yang daritadi menampakkan wajah bahagianya.
"Je" panggilan Tama membuat Jeje menoleh.
"Ya Tam?"
"Nangis aja" senyum Jeje perlahan hilang. "Jangan ditahan" Tama menatap Jeje dengan tatapan sendu seakan tahu bahwa Jeje selalu berusaha menyembunyikan sedihnya dengan tertawa, dan Tama tau bahwa tawa yang Jeje tampilkan bukan tawa bahagia, dia hanya berusaha menutupi dan melupakan sedihnya, tapi tetap gagal.
Jeje menundukkan kepalanya, sedikit demi sedikit airmata Jeje mengalir. Tama melihat bahu Jeje bergetar dan mulai terdengar isakan kecil langsung membawa Jeje ke dalam pelukannya.
"Keluarin perasaanmu Je, jangan ditahan" Tama mengusap punggung Jeje lembut, tangis Jeje semakin kencang. Paling tidak malam ini Jeje bisa meluapkan perasaannya, paling tidak dia tidak sendirian, paling tidak ada Tama yg menopangnya.
Dan Tama memberinya kenyamanan.
••••
23.00 kamar Jeje
Jeje menatap foto dirinya dengan Jevin yang terbingkai. Foto Jeje dan Jevin yang tampak bahagia, lagi-lagi Jeje mengeluarkan airmatanya. Kekasih yang dicintainya sudah seminggu menghilang tanpa ada kabar sama sekali.
"Kamu kemana Vin?" Jeje memeluk foto mereka berdua.
Ting
Jeje melihat ponselnya berbunyi, buru-buru Jeje mengambil ponselnya berharap Jevin menghubunginya. Jeje menghela nafas kasar, karena lagi-lagi buka Jevin yang mengiriminya pesan.
From: Tama
Udah tidur apa masih nangis? 😋
Jeje tersenyum tipis membacanya. Jeje lalu menuliskan balasan untuk Tama.
To: Tama
Baru selesai nangis Tam
From:Tama
Jangan nangis lagi, aku ga bisa peluk kamu sekarang kan lagi jauh
Pipi Jeje bersemu merah membacanya, malu teringat kejadian tadi di taman. Bersama Tama, Jeje menemukan tempat untuk bersandar, Jeje merasakan kenyamanan, Jeje seakan punya tempat untuk menghilangkan sedihnya.
Hati yang sedang rapuh memang selalu membutuhkan tempat untuk bersandar, mencari penyembuh ataupun sekedar melupakan sakitnya walau sejenak.
Dan Jeje menemukannya di Tama.
••••

KAMU SEDANG MEMBACA
LDR
RomanceJarak itu hanya angka bukan pemisah, kalimat ini menjadi motto bagi mereka yang sedang menjalani cinta jarak jauh. Sama seperti pasangan LDR lainnya, Jeje dan Jevin harus menjalani hubungan dengan mengandalkan kekuatan sosial media. Bagaimana cara...