"VISION" - PART 5 -

165 17 0
                                    


*****


"Argh, pantas saja tidak ada orang yang betah menginap dirumah sakit. Disini membosankan sekali. Aku ingin cepat – cepat pergi dari sini sebelum mati bosan!"


Aku mengerang sambil memegang pelindung leher yang masih melekat melingkari leher. Padahal sudah tak terasa sakit, tapi entah kenapa dokter belum juga melepasnya.


"Harusnya kau bersyukur, bodoh. Berkat itu, Oliv jadi sering menjengukmu. Dan akhirnya kalian bisa bertemu setiap hari. Iya kan?" Mathias berengsek itu menggoda sambil menaik – turunkan alisnya. Dan segera disambut dengan timpukan sebuah bidak catur yang berada di tangan Olivia.


Olivia dan Mathias sedang menekuni papan catur sambil duduk menggelosor di lantai, tepat disebelah tempat tidur pesakitanku. Entah kenapa, Olivia begitu terobsesi pada sebidang papan berpola kotak – kotak itu. Dia selalu memaksa Mathias dan aku untuk bertanding dengannya.


Aku tidak tertarik menonton mainan itu. Aku juga menolak memainkannya karena selalu saja dikalahkan dengan mudah oleh Olivia. Dalam satu waktu, Oliv bisa membabat habis bidak catur ku hanya dalam belasan langkah saja.


Sedangkan permainan Mathias sedikit lebih baik dariku. Walaupun dia tak pernah menang melawan Oliv, paling tidak dalam sepuluh pertandingan, Mathias bisa dikalahkan Oliv empat kali. Sisanya draw game.


Errr... sebenarnya, itu jauh lebih baik dariku, sih. Jujur saja, untuk mendapatkan hasil draw pun, Mathias harus menguras otaknya. Olivia itu mungkin hanya satu tingkat dibawah master catur internasional. Jadi itu sudah luar biasa sekali menurutku.


"Aku mau berjalan – jalan dulu sebentar, hanya sekitar sini saja kok. Kalian diam saja disitu, oke?" aku bangkit dari posisi tidur.


Ergh... beberapa hari hanya berbaring ternyata membuat tulang – tulangku melekat semua. Aku meregangkan badan hingga terdengar bunyi gemerutuk, lalu berjalan keluar ruangan.


Tempat ini sepi sekali, padahal udaranya cukup segar meskipun kabut sedikit bergelayut di udara. Kemana orang – orang? Apa mereka masih terlelap atau sedang bergelut dengan penyakitnya masing – masing? Hanya Nampak satu – dua orang berseragam putih yang berkeliaran di lorong panjang ini.


Aku berjalan menelusuri lorong ini. Sayup – sayup, terdengar suara orang tengah berdebat di ujung sana. Aku melangkah mendekatinya, lalu mengintip ke dalam ruangan dari sela – sela tirai yang menutupi jendelanya. Di dalam sana, terlihat ayahku sedang berbicara dengan orang berseragam militer.


"Menurut peta susunan bintang, Sudah tujuh bintang yang menghilang dari peredaran, Kolonel. Dan itu semua adalah bintang di Bimasakti. Dan ketujuh bintang itu, semuanya memiliki planet – planet yang konturnya menunjang kehidupan. Aku yakin sekali." Ayahku mengemukakan pendapatnya dengan sengit pada seseorang berbadan tegap yang ia panggil dengan pangkat Kolonel itu.


Kolonel itu mengusap tengkuk, sorot matanya menandakan kegusaran pada keterangan yang diberikan Ayahku. "Bintang terdekat yang lenyap itu, seberapa jauh jaraknya dari Bumi?"

STATERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang