"LEGEND OF MIKOTO" - PART 21 -

79 10 0
                                    

*****

Secarik sinar matahari menelusup dari sela-sela atap, membentuk setangkai panjang untaian cahaya berwarna putih. Di ujung tangkai cahaya itu, sepasang mata yang tadinya terpenjam kini berkedut diterpa silau. Terganggu oleh pancaran segaris sinar itu, sebuah telapak tangan bergerak, membuat jarak diantara mata, menghalau supaya sinar itu tidak lagi menyinari kelopaknya.

"Uh..."

Mata itu terbuka, memicing sebelah memindai ke asal datangnya cahaya pengganggu tidurnya itu. Separuh kesadarannya menggumamkan keluhan. Tapi sejenak kemudian, kesadarannya akhirnya terkumpul, dan ia melompat terkejut menyadari sesuatu hal.

"Pedangku... mana pedangku?"

Ia meraba sekujur tubuhnya dengan kasar. Membuka lipatan kimono yang dipakainya, kemudian menepuk keningnya. Dengan sigap, matanya memindai sekitar. Ia mendapati dirinya berada didalam sebuah gubuk rapuh, dengan sebuah perapian yang masih membara, dengan sebuah ceret air tergantung diatasnya.

"Ah, itu dia..."

Disudut ruangan, sudut pandangnya mendapati sepasang pedang katana bersandar di dinding. Dia mencoba bangun. Menompangkan siku pada lantai kayu dan mengangkat dirinya dengan kaku. Dengan gerakan patah-patah, diarahkan kakinya mendekat pada dua pedang yang bersandar itu. Bibirnya meludah, mengimajinasikan seolah kedua pedang itu mengejek dan menertawakannya; "Ayo, ayo, dapatkan kami!"

Dengan perjuangan yang lumayan berat, akhirnya tubuhnya tiba dihadapan katana disudut ruangan. diambilnya satu, lalu ditarik tangkainya dan diteliti bagian tajam pada pedang, diarahkan pada cahaya dan diperhatikan kilatnya yang terpantul.

"Merah... ini Honjo Masamune..."

Pedang itu kembali disarungkan. Lalu genggamannya dipindahkan ke tangan kanan. Kemudian tangan kirinya yang kosong terangkat, mencoba meraih satu pedang yang tersisa. Sejengkal lagi jemarinya menyentuh gagang kayu katana itu, tiba-tiba pintu ruangan terbuka dengan mengeluarkan suara berderit yang kasar.

Dia menoleh, tangan kirinya yang terulur ditarik mundur dan diubah haluannya menjadi genggaman pada pedang Honjo Masamune yang sudah dipegang. Matanya memicing waspada, ditariknya pedang itu hingga separuh keluar dari sarungnya.

Sesosok tubuh renta, serenta gubuk yang dipijaknya saat ini, muncul dari balik pintu sambil membawa sebakul sayuran segar. Seorang kakek, masuk kedalam lalu menutup kembali pintunya. Sandal jerami yang melapisi kakinya dilepas, lalu naik ke undakan lantai kayu dan member salam.

"Ohaiyou... Sepertinya lukamu sembuh lebih cepat... kau sudah menemukan pakaian dan pedangmu? Aku menaruhnya disana... aaahh, kau sudah menemukannya? Bagus... hmm? Kau mau menyerangku? Jangan, jangan... Jangan gunakan pedang merah itu, katana Honjo Masamune kubuat untuk melindungi... jika ingin membunuh, gunakan yang putih itu, Sengo Muramasa... dia itu pedang yang haus darah..."

Dia menutup kembali bukaan pedangnya. Matanya terbelalak melihat sosok kakek renta yang baru tiba itu. Ucapan yang dilontarkannya barusan membuatnya terkejut. Bagaimana mungkin lelaki tua ini mengetahui nama kedua pedang pusaka miliknya? Bahkan dia juga tahu kegunaan dan sifat dari kedua senjatanya ini! "Maafkan saya, tuan. Tapi, anda siapa? Lalu, saya ada dimana?"

"Aku membawamu pergi ketika kalian – kau, anak bungsunya Minaka No Mikoto, dan ketiga Tengu itu – sedang terkapar akibat ledakan Sengo Muramasa. Ahh iya, perkenalkan. Namaku Kotaro Minami..." lelaki tua itu berseloroh dengan ekspresi datar sambil berdiri diam ditempat.

Kazuhiro mengkerutkan kedua alisnya, ingatannya tergali ke masa lalu ketika orang tua itu memperkenalkan namanya. "Kotaro... Minami? Maksud saya... Anda, tuan... Kamen Rider?"

STATERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang