"THE SEARCH" - PART 9 -

124 13 0
                                    




*****

Dingin...

Beku...

Putih...

WUSSHH...!!!

Hempasan udara dingin langsung menyambut kami begitu aku, Ara, dan Johann keluar dari portal dimensi ciptaan ayahku. Seperti menembus cermin, kami langsung tiba di sisi lain begitu melompat kedalam sana.

Tidak seperti perkiraanku yang terlalu banyak menonton film fiksi ilmiah, portal ini hanya berupa lapisan tipis yang terhubung langsung dengan dunia seberang. Tidak ada lorong gelap dengan sebuah titik cahaya di ujungnya, tidak seperti Blackhole yang menghisap suatu benda lalu melemparnya ke sisi lain. Tidak seperti portal dimensi yang disekeliling lubangnya menyipratkan gelombang-gelombang listrik kecil seperti milik ibu.

Mungkin inilah keistimewaan Sixth Sense ayah, seperti yang pernah dikatakannya waktu dirumah sakit tempo hari. Ayah, dengan karunia Sixth Sense miliknya, mampu berpindah tempat tanpa perlu membuat portal dimensi. Jadi, yah... ku pikir, membuat portal seperti ini tidak terlalu sulit baginya.

Tidak seperti portal dimensi milik ibu, yang langsung menciptakan aliran efek udara yang berputar deras dan medan magnet. Portal milik ayah jauh lebih 'beradab'. Ku sebut begitu karena pada realitanya, portal dimensi ayah tidak memberikan efek apapun pada area sekitarnya. Tidak ada gelombang listrik, tidak ada aliran angin, bahkan tidak ada lorong hitam.

Hanya saja, kali ini beliau kurang memperhatikan posisi portal buatannya di seberang sini. Letaknya terlalu tinggi dari tanah sehingga membuat aku, Ara, dan juga Johann jatuh terjembab begitu keluar dari sana.

SRASH..!!!

Kami semua terbenam di dalam salju setinggi lutut. Oh, Shit! Seluruh bagian diriku bergetar. Sensasi beku ini mengejutkan tubuh karena ketidaksiapan kami membaca situasi. Sebelumnya, pagi hari di Minnesota sangatlah sejuk dan sedikit hangat dilimpahi sinar matahari, dan siapa yang bisa menebak jika di seberang sini, keadaannya berbeda 180 derajat dari Minnesota?

"AAAAHHHH...!!!" Ara mengerang di belakangku. Begitu aku bangun dan berbalik badan, terlihat Ara melompat - lompat sambil memeluk dirinya sendiri. Johann? Mana Johann? Aku celingukan mencari keberadaannya. Tiba - tiba, sebuah kepala muncul dari dalam timbunan salju. Ah, itu dia. Sepertinya Johann terperosok jauh kedalam salju hingga tubuhnya terbenam. Dia menggali keluar lalu mengibaskan tubuhnya seperti anjing, membuat serpihan salju berjatuhan dari badannya.

Aku mengedarkan pandangan. Sepertinya, portal mengeluarkan kami tepat di tengah tanah lapang penuh salju. Sejauh mata memandang, hanya ada salju dan salju. Tapi di sudut pandang, terlihat rimbunan pohon - pohon pinus. Itu adalah batas hutan, kurasa disana suhu nya lebih baik daripada di tempat terbuka seperti ini.

"HOOII..!" Ara dan Johann menoleh. Aku menunjuk kearah batas hutan itu, dan mereka langsung mengangguk paham. Kami segera berlari menerabas tumpukan salju yang setinggi lutut, menuju hutan pinus yang tadi ku tunjuk. Setelah bersusah payah melangkah, akhirnya kami tiba di tepinya.

Hutan itu sangat lebat. Cukup lebat hingga sangat sedikit sinar matahari yang sampai ke permukaan tanahnya. Kanopi hutan sepertinya cukup tebal untuk menahan salju, terbukti kuncup - kuncup rumput dan semak belukar terlihat dari sela - sela tanahnya yang diselimuti putihnya salju.

Aku menoleh, memandangi wajah Ara dan Johann bergantian. Tatapan ragu terlihat di mata Ara, tapi Johann terus saja masuk ke dalam hutan. Aku meraih lengan adikku dan segera menariknya mendekat, dan kami mulai memasuki hutan pinus yang agak gelap itu.

STATERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang