Prologue

776 37 2
                                    

"Taukah kalian mengapa kenangan begitu terasa indah dan manis? Karena kenangan takkan terulang di waktu dan orang yang sama. Jadi itulah, mengapa kenangan terasa lebih berarti.
-Aku, sang penulis

"Amor! Fio!"teriak anak laki-laki yang di taksir 15 tahun sambil mengetuk pintu dengan semangat warbyazaah. Lalu muncullah anak perempuan sekitar berumur 14 tahun dengan raut wajah kesal.

"Apa? Bisa kali gak usah teriak-teriak segala? Aku nggak budeg" ucapnya sebal dengan raut wajah kesal. Anak laki-laki di depannya hanya menyengir saja dengan memakai sepatu roda. Anak perempuan itu mendengus lalu berbalik ingin menutup pintu tapi ada tangan yang mencekalnya memaksa untuk berhadapan lagi dengan anak laki-laki tadi.

"Apa?"ucapnya bersabar dengan sikap tengil dan menyebalkan anak laki-laki di hadapannya ini.

"Main sepatu roda yuk? Aku traktir beli permen kapas deh, mau gak?" ucapnya dengan menaik turunkan alisnya

"Emm tapi udah sore, ayo aja tapi jangan wadul (read:bohong) ya!"

anak laki-laki itu mengangguk sembari tersenyum lebar. Anak perempuan itu berbalik ke dalam rumah menuju rak sepatu untuk mengambil sepatu roda dan langsung memakai dari dalam rumah tanpa peduli akan di marahi oleh bundanya.

Mereka --anak perempuan dan anak laki-laki bermain di taman komplek dengan tertawa lepas. Terkadang anak perempuan marah ketika anak laki-laki menjadi menyebalkan dan di bujuk dengan rayuan dari anak laki-laki dan senyuman menenangkan.

Tak terasa mereka bermain sampai malam. Anak laki-laki itu mengajak anak perempuan untuk menginap di rumahnya karena ia tahu kalau di rumah anak perempuan tidak ada siapa-siapa kecuali pembantu. Ketika mereka sampai di rumah anak laki-laki itu langsung di sambut oleh ibu dari anak laki-laki tsb.

"Fiona kenapa baru main kesini lagi? Tante kangen loh sama Fiona" ucap tante Lily -ibu anak laki-laki- dengan gembira sambil mencubit pipi tembam Fiona-anak perempuan. Ia hanya bisa nyengir mendengar ucapan tante Lily. Merasa di acuhkan anak laki-laki itu menyindir kedua perempuan di sampingnya.

" KACANG mahal! KACANG mahal!" sindir anak laki-laki itu cemberut sambil menekankan kata 'Kacang'. Tanpa komando, kedua perempuan itu langsung tertawa melihat wajah anak laki-laki yang sangat lucu. Merasa di acuhkan (Lagi) anak laki-laki itu merasa kesal lalu pergi tanpa mengeluarkan satu kata pun dari bibirnya. Tawa kedua perempuan itu mereda ketika menyadari jika Adrian sudah tak ada di tempat tadi.

"Kak ryan bakal marah gak sama aku ma?" tanya Fiona dengan cemas. Tante Lily hanya tersenyum melihat reaksi Fiona lalu menggeleng. Lily menyuruhnya untuk bilang mama dan Fiona tidak keberatan. Memang Lily ingin mempunyai anak perempuan dan begitu mengenal Fiona adalah anak sahabatnya. Dan sekarang, Lily menjadi ibu kedua bagi Fiona ketika Lamora sedang menemani Ghani yang sering keluar negri.

"Susul aja, pasti lagi di taman"

Fiona mengangguk dan mulai nelangkah menuju taman belakang. Fiona memasuki taman belakang seperti rumah sendiri. Seluruh penghuni rumah anak laki-laki sudah mengenal dirinya begitu pula sebaliknya.

Dan benar dugaan tante Lily, Adrian -anak laki-laki- sedang duduk manis di gazebo. Fiona tersenyum lalu melangkah mendekat ke arah gazebo atau lebih tepatnya ke arah Adrian. Menyadari kedatangannya, Adrian langsung membuang muka dan menetralkan detak jantungnya yang berdetak dua kali ketika berdekatan dengan Fiona. Adrian tau jika dia jatuh cinta. Tanpa Adrian sadari, kini Fiona tengah duduk manis di sebelah Adrian sambil menatap datar karena tidak melirik sama sekali.

Fiona mempunyai ide jahil. Rambut panjangnya ia kedepankan dan ia mendekatkan wajahnya ke wajah Adrian. Setelah cukup dekat, ia meniup telinga Adrian.

Wusshh ...

Bulu kuduk di leher Adrian terasa berdiri. Dengan slowmotion melihat ke arah samping atau lebih tepatnya ke arah Fiona.

"Aaaaa.." jerit Adrian seperti perempuan ketakutan. Disusul dengan tawa Fiona yang menggelegar gegara melihat reaksi Adrian seperti banci pikirnya. "Dasar kupret, aku kira siapa"

Fiona meredakan tawa lalu mengangkat jarinya berbentuk 'peace'.

"Eh liat deh di langit ada bintang, ada 3 bintang yang stand out pas malem yaitu Deneb, Vega, Altair." cerocos Adrian memandang langit sendu.

Fiona yang di sampingnya mengernyit bingung karena biasanya si kunyuk -nama panggilan Adrian dari Fiona- akan menjahilinya bukan galau. "Jawab elah, kok aku di kacangin sih?"

"Aku gak ngerti" Adrian tersenyum tipis melihat Fiona kebingungan seperti ini terlihat lucu.

"Tebak deh mana yang paling terang diantara trio itu?" tanya Adrian membuat Fiona menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Bingung" satu kata tersebut membuat Adrian mendengus sebal.

"Jawab aja neng!" geram Adrian. 'Perusak suasana njirr' batin Adrian sebal.

"Altair" jawab Fiona dengan malas.

"Sayang sekali jawaban anda salah dan anda mendapat jitakan ganteng dari saya" ucap Adrian sambil menjitak Fiona. Merasa tak terima Fiona membalasnya dan terjadilah pertengkaran kecil diantara Adrian dan Fiona.

"Up to you aja neng, biar seneng!"

"Dari tadi kek, yang tua ngalah dong sama yang kecil"

"Aku terussin yang tadi ya?" jeda "Jawaban yang bener tuh Vega yang suka stand out pas malem. Mungkin kamu kayak Deneb yang redup, padahal ialah paling terang. Tapi jaraknya jauh dari bumi.

Ibarat bintang Deneb itu kayak kamu. Kamu seperti redup padahal kamu paling terang. Truth me, i will you know cause i loving you. Cinta tak memandang umurkan? So, would you be mine?"

Fiona terperangah melihat Adrian yang begitu serius. Ia hanya mampu mengangguk sambil tersenyum manis. Ia merasa suaranya hilang gegara melihat Adrian se-serius ini. Dan jangan lupa dengan pipi merona seperti tomat yang baru matang.

Ingatkan untuk keduanya kalau malam ini adalah malam terindah keduanya dan ini pula menjadi awal lembaran baru bagi keduanya. "Kamu rela gak kalo aku jadi bintang disana? Aku duluan lalu kamu. Yang kecil nurut yang tua oke?"

Fiona cemberut sambil memandang Adrian memelas lalu menggeleng. Adrian tersenyum lalu mengecup pipi Fiona dengan sayang membuat semburat merah menjalar di pipi Fiona.

"Disini ada orang tua aku, adek aku, dan kakak kamu. Aku mau jadi bintang yang paling bercahaya di langit malam, jadi kamu duduk manis aja. Liat dari sini dan liat aku bakal kayak bintang Vega. Walaupun nanti aku jauh tapi aku selalu ada di hati dan di sampingmu"

Adrian memeluk erat dan mencium kening Fiona lama lalu mundur 3 langkah. "Te amo. I Love you Fiona Lamora Anatasya Ulhaq" ucap Adrian lantang dengan senyum manis sebelum limbung dengan mimisan yang keluar dari lubang hidung Adrian.

Tanpa di ketahui Fiona dan Adrian, keluarga besar mereka melihat detik terakhir perjumpaan Adrian terakhir. Hujan pun turun deras seolah menangisi kepergian Adrian, dengan sejuta kenangan manis yang tersimpan rapat di dalam hati orang yang ia sayang.

Fiona hanya bisa menangis dan memanggil nama Adrian seolah dengan memanggil namanya, Adrian bisa bangun lalu memeluk dan mencium pipinya seperti tadi. Tapi itu tidak mungkin, karena Tuhan ingin ia di samping-Nya untuk saat ini.



A/n:
Hai hai author kambek membawa revisi cerita ini. Smoga suka

26 Desember 2016

FIONAZKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang