8. Boy

295 20 0
                                    

Bagas tersenyum melihat Fiona tertawa lepas bersama Lamora.
'Tidak ada tempat yang paling nyaman selain rumah dan keluarga.'


Happy Reading!
**
Di kediaman Azka

Deru motor Azka memasuki rumah berlantai 3 berwarna pastel. Dia melepas helm merahnya dan menata kembali jambulnya.

'Perfect' batin Azka tersenyum geli. Setelah selesai menata jambulnya dia turun dari motor dan berjalan menuju pintu rumahnya yang berwarna cokelat.

Cklek

Pintu terbuka dan suasana rumah sangat sepi. Tapi di ruang keluarga terdapat Lily -ibu Azka- yang tengah bekerja dengan dokumen-dokumen di meja. Azka menghembuskan nafasnya pelan dan berjalan pelan-pelan supaya Lily tidak menyadarinya.

Sayangnya, dewi Fortuna tidak sedang berpihak padanya. "Dari mana kamu? Jam segini baru pulang?"

Glek. Azka susah payah menelan salivanya karena mendadak tenggorokannya merasa kering. Dengan berusaha tidak menoleh ke arah Lily.

"Ada rapat Osis mendadak" jawaban Azka tidak sepenuhnya berbohong. Kalau rapat Osis pasti bohong, tapi rapat a.k.a kumpul dengan sahabatnya di ruang Osis benar adanya.

"Jangan berbohong! Dasar anak kurang ajar!" Azka menunduk lalu segera pergi dari pada mendengar Lily memarahinya dan membuat hatinya sakit. Dengan tergesa Azka menaiki tangga hingga loncat 1 tangga.

"Azka Iskandar Finiggan! Kemari kamu!"

Teriakan ibunya bahkan di abaikan. Takut melandanya saat memgingat memory kelam tentang Lily

Flashback

Saat itu suasana rumah kediaman Andre masih berduka atas kepergian putra sulung, Adrian. Terutama Fiona dan Lily yang sangat terpukul atas kepergiannya. Waktu terasa singkat bagi Azka. Rasanya baru tadi Azka bermanja dengan Adrian dan dia hanya tersenyum sambil mengelus rambutnya dan memeluknya hangat seperti biasa. Tapi sekarang, tidak ada lagi pelukan hangat dan senyum teduh Adrian. Semuanya tidak tau jika Azka juga kehilangan belahan jiwanya, kembarannya.

Azka berniat menenangkan Lily yang berada di kamar Andre dan Lily. Sang ayah sudah memperingatkan supaya tidak menganggu Lily yang tengah berduka. Tapi namanya juga Azka, ya pasti keras kepala dan tidak mau mendengarkan ataupun mengubah pendiriannya.

"Mom?" Pintu kamar sudah terbuka dan Azka melangkah masuk ke dalam. Lily tengah meringkuk di atas kasur memeluk lutut dan kepala di sembunyikan di lekukan lutut.

Dengan keberanian yang ia kumpul, tangannya menyentuh tangan Lily yang dingin. Perlahan kepala Lily mendongak dan menoleh ke arah Azka di samping kanan kasur. Tatapannya berubah tajam ketika melihat tangan Azka menyentuh tangannya.

Lily menepis kasar tangan Azka hingga Azka terkaget-kaget perubahan Lily.

"Puas kamu buat kakak pergi dari bunda? Bunda gak nyangka ya kalo kamu malah tenang dan senyum di saat kakak kamu meninggal!!" sentak Lily membuat Azka mundur dari kasur yang di tepati Lily.

"Kamu anak kurang ajar!" tangan Lily terangkat bersiap untuk menampar Azka yang sedari tadi menunduk ketakutan. Dia siap menerima jika Lily menamparnya. Tangan Lily sudah berayun dan tinggal beberapa centi dari pipinya. Matanya terpejam untuk menutupi ketakutannya.

Tapi tangan Lily tidak mendarat di pipinya. Hanya udara dari jendela terbuka di kamar orangtuanya yang membelai pipinya. Matanya membulat ketika melihat Andre yang menahan tangan Lily.

"Kamu apaan mas? Lepasin! Biar aku ajar anak kurang ajar ini!" tapi sia-sia saja Lily memberontak. Tenaga Andre lebih kuat daripada dirinya.

"Kamu yang apa-apaan! Anak gak tau salah apa main nampar aja!"

"Dia penyebab Adrianku meninggal! Gara-gara dia!" teriak Lily di depan wajah Andre. Sementara Andre, wajahnya sudah merah padam karena marah dengan kelakuan Lily.

"Ini takdir tuhan! Jangan salahkan siapapun atas kepergian anak kita! Kamu harus tau kalau Azka juga merasa sakit tapi Azka tidak mau menampakkan kesedihannya! Belahan jiwanya udah gak ada!" teriak Andre lebih keras di depan wajah Lily

Azka hanya menangis di pelukan Ghani -ayah Fiona- tadi masuk bersama Andre. Bahunya bergetar takut ketika melihat pertengkaran Andre dan Lily. Ghani menggendong Azka yang masih menangis keluar kamar orang tuanya.

Ghani menenangkan Azka yang sedari tadi masih menangis. Rambut Azka di belai sayang hingga Azka tenang. Salah satu cara ampuh untuk menenangkan Azka dan Fiona.

Ghani menguraikan pelukannya dan menatap Azka yang masih terdengar isakan kecil dari bibirnya. Senyum teduh terukir di wajah Ghani membuat Azka berhenti menangis dan menatap Ghani yang seperti Adrian ketika menenangkannya ketika jatuh atau menangis karena hal sepele.

"Dont cry. Its your parent will be okey. Dont listen when your mom speak about you or twins. Oke?" Azka mengangguk lalu Ghani memeluk Azka untuk menenangkannya. Tanpa terasa mata Azka sudah berat dan ingin tidur. Dan Azka sudah tertidur di pelukan Ghani.

Saat belum tertidur Azka sempat mengucapkan kalimat yang membuat Ghani meneteskan air matanya.

"Kenapa mom begitu benci denganku? Apa keinginanku terlalu muluk buat mom sayang padaku hanya satu menit saja? Aku iri mom seperti temanku lain membicarakan mom mereka"

Flashback off**

Seketika tubuh Azka merosot di balik pintu setelah di kunci dari dalam oleh Azka. Memory itu membuat hatinya sakit. Apa mom nya ingin cepat dirinya mati?

Jika ada waktu, Azka ingin menukar nyawa dengan Adrian supaya hidup kembali. Dia teramat rindu dengan senyum mom walau hanya untuk Adrian saja.

"Apa keinginanku terlalu muluk mom? Aku iri mom! Aku ingin seperti yang lain di perhatikan oleh mom juga. Apa kehadiranku tidak di harapkan olehmu? Bahkan mom tidak menganggapku ada" Azka menunduk dan air matanya keluar juga.

Dia menangis dalam diam. Air matanya terus keluar dan bahunya bergetar. 'Keinginanku ingin mom menyayangiku dan menganggapku ada. Apa keinginanku terlalu muluk? Aku ingin itu saja untuk mom walau aku merasakan kasih sayang yang sebentar pun tak apa.'

FIONAZKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang