S E P U L U H

3.1K 180 0
                                    

Dan...







"Gue? Gue tunangannya Diandra. Inget TU-NA-NGAN-NYA!" ucap Baron diperjelas membuat seluruh pasang mata dikantin menganga tak percaya akan apa yang baru saja dikatakan oleh seorang Baron.

Entah sebuah pisau atau katerlah yang telah membuat perih luka dihati Hary.

Namun Hary dapat memastikan bahwa perih yang hatinya rasakan bukan dari dua benda tajam itu.

Melainkan dari ucapan yang dilontarkan oleh Baron.

Tidak

Dia tidak akan menyerah untuk merebut kembali miliknya yang sudah lama dia lepaskan.

Dia akan menggenggamnya kembali dan membawanya pergi kemanapun.

Hary tersenyum smirk "huh baru tunangan kan? Belom nikah?"

Baron sudah mengepalkan tangannya, emosinya sudah naik dari awal dia melihat Diandra dengan hary.

Namun emosinya kini hampir kalap karena ucapan yang baru saja hary lontarkan.

Ingin rasanya baron menghabisi hary saat ini juga, tapi ia tidak mau kalau Diandra melihatnya dan malah makin menjauh darinya.

"Enggak! Gua dan Diandra bakal terus sampe nikah. Lo mau apa? Mau misahin kita? Right? Gabisa!"

"Ron u-udah" diandra berusaha menenangkan baron.

Gadis itu tau walaupun belum lama dia bersama baron namun dia tau bahwa baron jika sudah kalap akan fatal akibatnya bagi lawannya.

Diandra bingung, dia ingin membela hary tapi dia juga ingin membela baron.

Entah kemana perasaannya tertuju sebenarnya.

Baron memutar dan menghadap Diandra "Di kamu diam dulu ya, aku mau bicara sama si pho itu" ucap baron halus.

Diandra tak bisa berkutik setiap melihat mata hazel milik baron apalagi baron baru saja berbicara dengannya dengan halus.

"I-iya ron"

"Halah baron. Lo sama gua juga gak ada apa2nya" ucap hary meremehkan.

"Apa maksud lo?!"

"Kenalin, gue Bukhary Aksaf alias Reysandy Lorby sahabat kecil dari Diandra. Oh bukan cuma sahabat kecil tapi juga cinta pertamanya" Ucap hary dengan senyum smirknya.

Jedarrr!

Bagaikan tersambar petir Diandra hanya bisa mematung dan mencoba mencerna ucapan Hary atau Rey barusan.

Diandra tampak bingung. Entah dia harus senang karena dia telah kembali, atau kecewa karena telah dibohongi.

"R-re-rey?" Ucap Diandra terbata.

Rey tersenyum manis. Dia lega dia telah mengungkapkan semuanya kepada Diandra. Walaupun dia tau bahwa setelah ini bisa saja Diandra marah kepadanya karena telah membohonginya.

"Iya ra, ini aku rey"

Diandra tersenyum berusaha untuk menutupi kekecewaan nya dan juga kebahagiannya.

Tak sanggup rasanya untuk marah kepada tambatan hatinya yang telah lama hilang ini.

Diandra maju mencoba menghapus jarak diantara ia dan rey.

Diandra meraba wajah rey, mencoba memastikan bahwa ia adalah benar sahabat dan cintanya.

"Muka kamu masih sama" dan tanpa babibu Rey menarik Diandra kepelukannya.

Mereka tidak sadar. Dibalik kebahagian yang mereka alami tercipta sebuah kesakitan yang telah mereka ciptakan.

Baron tersenyum getir dan memilih untuk pergi dari kantin, teman-temannya yang melihat baron pergi langsung berlari dan mengejar baron.

Baron berjalan entah kemana tanpa peduli mau kemana sebenarnya dia. Dia terus berjalan sampai akhirnya sampailah dia di rooftop.

Dia duduk diatas sova kumuh yang kemungkinan ditaruh oleh para alumni sekolah itu untuk cabut atau merenung, sama seperti yang Baron lakukan sekarang.

Dia menghela nafas kasar saat kembali mengingat kejadian tadi dikantin. Dia benar-benar hmm apa ya? Kacau? Mungkin. Bahkan Baron sendiri tidak tau apa yang telah terjadi pada dirinya ini.

Bahkan saat terdengar suara langkah kaki menuju dirinya dia sama sekali tak sadar atau tak peduli.

"Bro" Sapa seseorang yang kini sudah berada disebelah Baron.

Merasa tak mendapat jawaban dari panggilannya tadi dia menatap ke arah teman yang berada di samping satunya lagi disisi Baron mengisyaratkan untuk mencoba memanggilnya.

"Ron" Tampak beberapa menit mereka menunggu berharap panggilannya dijawab namun nihil baron sama sekali tak menggubrisnya. Merasa kesal teman yang berada dibelakang Baron mendorong kepala baron kedepan membuat sang empunya mengerang kesakitan.

"Apaan sih elah lu pada kaya bocah tk minta jajan gak dikasih tau gk sih" sungut baron kesal dan memperbaiki rambutnya yang berantakan karena ulah teman-temannya.

"Ckckck lo kenapa sih nyet? Galau?" Raka.

"Hah apa rak? Baron galau? Njir bro kita musti bikin syukuran kayanya. Selamat ron selamat" Bisma.

"Ish apaan sih lo pea bgt njs dah Bis Bis" Aldo menoyor kepala Bisma membuat sang empunya mengaduh.

"Lagian gua gregetan anjir. Bayangin men kita baru kali ini liat dia galau kaya gini" Cerita bisma dengan semangat berkobar.

"Lo bener bis" ucap Raka membenarkan. Raka menarik nafas sebentar lalu "jujur sama kita Ron . Lo ----- suka kan sama Diandra?"

Baron tampak terkejut dengan pernyataan oh bukan pertanyaan yang Raka tujukan kepadanya. Itu terlihat dari cara duduk Baron yang awalnya membungkuk berubah menjadi menegak.

Baron bingung, entah harus menjawab apa karna dia sendiri bingung rasa apa yang sebenarnya ia rasakan akhir-akhir ini kepada Diandra.

Mustahil rasanya jika ia mencintai gadis itu secepat ini. Lalu apa yang ia rasakan kalau bukan rasa cinta ? Tidak, itu cinta. Hanya baron saja yang belom sadar akan perasaan yang makin lama makin tumbuh subur dihatinya. Apalagi jika melihat senyum Diandra,  seakan-akan rasa cinta dihatinya  baru saja diberi pupuk agar semakin subur.

"Jawab ron, kita cuma gamau liat lo hancur kaya gini" ucap Bisma akhirnya.

Sama, sama seperti pertanyaan yang Raka lontarkan tak mendapat jawaban sama sekali dari Baron. Baron merasa tak punya cukup tenaga untuk menjawabnya.

Tapi dia tak bisa begini terus.

"Gua----gak tau" ucap Baron dengan sedikit menunduk sambil menghela nafas berat.

Sebuah tepukan pemberi kekuatan dia dapat "Gua yakin lo pasti sebenarnya cinta sama dia. Ya cuma lo belom sadar aja" ucap Aldo.

"Lo jarang kaya gini Ron dan kita tau kalau dia bener-bener berarti buat lo. Hadeuh sang Casanova bisa galau juga ya" ledek Raka yang disertai dengan kekehan.

"Tay lo nyet" Baron bangkit dan mencoba untuk menoyor kepala Raka yang masih saja meledaknya.

Dan entah sejak kapan mereka berhasil membuat baron tertawa dengan lawakkan jayus mereka.

Baron bersyukur memiliki sahabat yang sangat mengerti dirinya. Seperti sekarang yang membuat baron melupakan masalah dia dan dirinya dengan Diandra. Ya walaupun hanya sebentar. Ya sebentar. Miris.

Baru saja Baron melupakan masalahnya. Tiba-tiba iphonenya berkedip dan dengan sekali tarikkan benda pipih itu sudah berada ditangan Baron. Baron menegang dengan lengkungan sabit yang terbit dibibirnya melihat siapa yang menelfonnya.

Diandra is calling...

oO0Oo

Omaygat gilaaaa ya gua baru sempet nulis ini lagi karena gua yang sibuk sama pkl.

Maaf berjuta juta maaf buat kalian karena baru bisa nulis lg.

Semuga kalian suka dan ga nyesel buat ngasih bintang.

Thanks (:

TAKEN #1 - COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang