She's Back

23 3 0
                                    

Aku menjalani hidupku seperti biasa. Setelah pertemuan terakhirku dengan Radit hari itu, rasanya sangat lega setelah menuntaskan semua perasaan dan kegundahan yang selama ini aku pendam sendiri.
Tidak ku pungkiri juga masih ada sedikit rasa nyeri yang kerap menyelinap di sudut hatiku kala aku mengingat hari itu. Ada rasa tidak rela, ada rasa kecewa, ada rasa "seharusnya tidak seperti ini" dan blablabla yang dari semuanya menjurus kearah menyesal seperti keadaan yang dulu selalu menyergapku setelah perpisahan menyakitkanku dengan Radit.

Tetapi kenapa lama sekali dia menghantuiku?
Kejadian itu seakan menjadi flashback yang masih saja terputar di otakku walaupun sudah sangat lama berlalu.
Terkadang aku masih saja berharap semua itu hanya mimpi buruk saja.

Wajarkan? Aku hanya wanita biasa. Yang lebih mementingkan hatiku ketimbang logika, hatiku selalu memberontak dan merutuki keputusan akhirku.
Kenapa harus menyudahinya begitu saja?
Harusnya aku bisa kembali bersahabat dan melupakan semuanya.
Sayangnya, aku malah mengambil keputusan agar Radit menjauhiku, logikaku berfikir akan lebih baik seperti itu, demi menjaga hatiku dan hatinya Intan.
Aku tau sahabatku itu sangat mencintai Radit.

Tapi lebih jauh lagi aku bersyukur karena tidak terus-terusan tersiksa tatkala teringat masa laluku dan Radit kembali karena rasanya sudah cukup aku terjebak di masa itu. Ini saatnya kembali melanjutkan hidupku tanpa embel-embel masa lalu dan kegalauan yang kadang-kadang masih kerap menghantuiku.
Bukan ingin membuangnya begitu saja, kelamaan move on juga tidak baik untuk hatiku.
Aku lelah terus terjebak di kubangan sakit hati berlarut-larut.

Ah sudahlah, rasanya juga malas terus menjelaskan perasaanku ini.
Yang penting sekarang semuanya telah membaik dan jelas.
Aku harus move on dan kembali melanjutkan kehidupanku.

***

Dan ya, hubunganku dan Devan juga berjalan seperti biasa.
Tiap berangkat dan pulang kerja kami selalu bersama-sama. Ia selalu mengantar dan menjemputku.
Entah apalagi nama dari hubungan kami ini.
Rasanya hubungan yang kujalani dengan Radit dulu kembali terulang saat aku bersama Devan.
Tak ada status, hanya sahabat biasa.
Bedanya, perlakuan kedua laki-laki ini sangat berbanding terbalik.
Radit dengan segala sikap perhatian, lembut, romantis dan penyayangnya mampu membuatku sangat bergantung kepadanya. Dan Devan dengan sikap cuek, dingin yang masih sesekali ia perlihatkan dan tidak lupa pula sifat humorisnya yang kadang membuatku sempat tidak percaya jika orang sepertinya memiliki sifat seperti itu.

Rasanya terkadang aku bosan selalu stuck di hubungan tanpa kejelasan seperti ini.
Aku akui aku sudah mencintai Devan untuk kedua kalinya.
Terkadang aku berfikir lelah dengan hubungan seperti ini setelah apa yang pernah ku alami sebelumnya. Tetapi jika meminta kejelasan ke Devan rasanya aku tidak berani.
Aku takut jika hanya aku yang berharap di hubungan ini.
Dua kali patah hati aku benar-benar menamengkan hatiku, agar tidak mudah lagi retak dan hancur.
Rasanya cukup sudah penderitaanku selama ini.

Tapi terus-terusan seperti ini juga tidak menguntungkanku.
Jelaslah, aku gadis normal. Aku juga sudah dewasa. Rasanya tidak enak dan nyaman lagi menjalani hubungan seperti ini.
Aku butuh kejelasan, tidak seperti dulu yang semuanya ku anggap santai dan berjalan pasrah.
Aku tidak pernah tau seperti apa hati Devan.
Dia memang selalu bersamaku, tiap hari bertemu, tapi hubungan apa ini? Untuk meyakinkan hubungan kami ini lebih dari sekedar sahabat saja aku tidak berani menyatakannya.
Pasalnya, aku hanya lebih merasa menjadi teman untuk mengisi kekosongan hati Devan. Ia mungkin sampai sekarang masih tidak yakin kepadaku.
Wajar sih, mungkin Karena Pernah dihianati membuatnya sedikit lebih menjaga perasaannya agar tidak jatuh kesembarang orang.

Tapi aku? Aku sudah menemaninya selama ini?
Mencurahkan segala bentuk perhatian dan kasih sayang setulus hatiku.
Mencoba membuatnya melupakan sakit hatinya, walaupun hatiku sendiri masih belum sepenuhnya sembuh.
bersama Devan aku perlahan melupakan semuanya, rasa sakit dan kepedihanku. Dan akupun berharap ia juga bisa melupakan sakit hatinya.

My effortsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang