Our stories

44 6 3
                                    

Inilah keadaanku sekarang,
3 hari berlalu sejak hari itu, 3 hari ini pula aku uring-uringan sendiri di kosan memikirkan banyak hal yang malah membuatku semakin stress sendiri, aku yakin lebih lama lagi aku di keadaan sekarang, aku bisa menjadi salah satu pasien di rumah sakit jiwa.

Kadang dengan sangat bodohnya tiap menit aku mengecek handphoneku sampai saat mandi dan melakukan aktivitas lain pun aku selalu terburu-buru bahkan aku juga membesarkan volume handphoneku sampai full agar nanti aku bisa mendengar dengan jelas jika ada telpon maupun notif yang masuk, aku sangat berharap Radit menghubungiku dan menjelaskan jika semua yang dia bilang itu semuanya tidaklah sepenuhnya benar, ia berkata seperti itu karena ia kesal kepadaku atau apalah itu yang penting hubungan kami tidak seperti ini, aku sangat merindukannya sekarang.

Tapi kenyataannya Radit tidak menghubungiku sama sekali, aku rasa sepertinya sekarang aku benar-benar sendiri, kebersamaan bersama Radit yang selama setahun ini aku lalui memang perlahan-lahan harus aku lupakan dan mulai menjalani dan menata semuanya sendiri, lagi. Aku tau semuanya tidak akan mudah. Tapi jika terus larut dalam perasaan ini tentu tidak baik untukku, aku yakin hatiku yang sakit sekarang pasti akan sembuh nantinya, akan ada celah untuk kebahagiaan itu datang menghampiri dan menghapus luka itu secara perlahan.

Aku bersiap-siap pergi ke kampus karena hari ini aku ada jadwal bimbingan dengan pak Gasto. Sekarang kuliahku tidak seaktif dulu lagi karena sekarang sebagai mahasiswa tingkat akhir aku disibukkan dengan menyusun skripsi sebagai tugas akhirku untuk mendapat gelar sarjana.
Tadi aku sempat menghubungi Dea untuk bertemu pak Gasto bersama, mengingat pak Gasto adalah pembimbing kami berdua. Dan untuk sahabat-sahabatku yang lain akupun mengajak mereka untuk meet up setelah mereka bimbingan dengan pembimbing mereka masing-masing, karena sudah lama kami tidak menghabiskan waktu bersama karena sibuk dengan skripsi dan tugas masing-masing.

***

Dan sekarang disinilah aku, duduk sendiri di salah satu bangku panjang di dekat gerbang kampus menunggu Dea. Aku menunggunya sambil mendengarkan musik dan membaca laporan yang sudah hampir 6 bulan ini aku buat, ralat deh, laporan yang 6 bulan ini aku buat dan di bantu oleh Radit. Rasanya tidak enak kalau aku mengakui laporan ini hasil jerih payahku sendiri. Karena actually Radit memberikan kontribusi yang sangat besar saat aku membuat laporan ini.
Tak lama Dea pun datang, ia menghampiriku dan duduk di sampingku sambil menyeka keringat di dahinya.
Aku tersenyum kearahnya dan memberikannya selembar tissue.

"Makasih ya Key". Ucap Dea sambil mengecup pipiku singkat.

Aku menatapnya dengan tatapan kesal. "Apaan deh De!"
Ucapku sambil mengusap pipiku yang tadi ia cium. "Gue masih normal ya, ntar di fikir orang apa ngeliat lo nyium gue kaya tadi!" Lanjutku kemudian memasukkan kembali laporanku kedalam tas.

Dea mengurucutkan bibirnya. "Dih galak banget sih! Biasanya juga ga gitu, Kan gue kangen tau sama lo!!" Rajuk Dea.

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku kearahnya. "Yaudah deh sorry jangan baperan, ayolah De kita ke dalem!"

"Sabar kali key, masih setengah jam lagi kan janjinya ama pak Gasto, lagian tadi Luna sama yang lain juga udah gue kabarin kalo kita nunggu disini!"

"Oh yaudah deh kalo gitu".

Tak lama Luna, Cindy Dan Niken pun menghampiri kami berdua. Kami pun saling menyapa satu sama lain dan mulai menggosip ria seperti biasa, kebiasaan yang memang sangat sulit untuk di lepaskan jika kami bersama. Sejenak aku bisa melupakan fikiran-fikiran yang belakangan ini menghantuiku.

"Eh kita tinggal nungguin si Intan nih, coba deh gue telpon dulu!" Ucap Luna sambil mengeluarkan handphone dari saku celananya.

My effortsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang