I love you, but you still loving her

47 4 0
                                    

Hujan diluar belum memberi tanda akan mereda.
Sedangkan aku masih saja bergelung dengan selimut tebal bermotif polkadot bewarna hitam putih kesukaanku untuk menghangatkan tubuhku dari dinginnya cuaca jakarta sore ini.

Aku masih Keysha yang dulu, yang lebih memilih bergelung diatas kasur dengan ruangan yang sedikit gelap ditemani oleh suara televisi yang sebenarnya tidak aku tonton sama sekali.
Aku menyalakannya supaya tidak begitu merasa sepi disaat aku sedang sendirian dikamar apartemenku ini.

oh ya, Aku memilih pindah dari kostan nyaman yang sudah 5 tahunan lebih aku tempati itu dan lebih memilih menyewa sebuah apartemen di dekat kantorku.
Alasannya sih sepele, Selain untuk menghemat jarak dan waktu, aku juga malas terus kefikiran saat di perjalanan jika aku pulang bekerja. banyak hal yang terputar dimemoriku,  dan itu sungguh membuatku lelah dan pusing.
mulai dari fikiran "biasanya Devan selalu mengantarku pulang", dan acap kali hal itu semakin membuatku semakin sakit jika mengingat moment-moment itu.

Roda kehidupan setiap manusia selalu berputar, kadang berada di titik puncak dimana semua hal terasa begitu membahagiakan tapi bukan tidak mungkin suatu saat akan berada di titik paling rendah dimana setiap hal terasa hampa dan menyakitkan.

Tak banyak hal yang berubah juga, aku juga masih bekerja di tempat yang sama dengannya.
Tapi semenjak sore itu aku benar-benar menghindari sosoknya.
Saat makan siang aku pasti keluar lebih dulu bersama teman-teman divisiku untuk menghindari jikalau Devan masih datang menjemputku untuk mengajak makan siang bersama. Intensitas pertemuan kami berubah drastis.

Dan disaat tanpa sengaja bertemu di Cafetaria pun aku selalu menghindari bertatap muka langsung dengannya, kalaupun pandangan kami bertemu, yang bisa kulakukan hanya tersenyum tipis jika melihatnya setelah itu aku langsung membuang muka atau berpura-pura mengajak ngobrol temanku. aku selalu menghindar, mencoba menghindar semampuku.
Aku hanya ingin menjaga jarak batas bagi kekuatan hatiku.
Aku sebenarnya sangat merindukannya, tapi aku bisa apa?
Aku tidak bisa lagi membiarkan hatiku kembali merasakan sakit disaat mengingat perasaanku yang tidak akan pernah terbalas ini.

Berbeda denganku, Devan selalu saja mencari cara agar bisa berbaikan denganku dan menginginkan hubungan kami seperti dulu.
Pagi itu saat aku baru saja menginjakkan kaki di lobby kantor aku melihat sosoknya sedang duduk di salah satu sofa diujung ruangan, tidak biasanya dia datang sepagi itu. Saat melihat sosokku dia langsung dengan cepat menghampiriku dan mengajakku keluar. Aku sempat menolak dan mencoba melepaskan genggaman tangannya dari tanganku, tapi tenagaku tidak sekuat itu, karena Devan menggenggam pergelangan tanganku sangat erat.
Ia lalu mengajakku duduk dan bicara disalah satu kedai kopi di seberang kantor.

"Kamu kenapa jauhin aku kayak gini sih Key? Aku salah apa sampe didiemin kayak gini?" Pertanyaan Devan menyadarkan lamunan dan memaksaku menoleh kearahnya.

Dengan tangan bersidekap dan pandangan datar yang aku tujukan kepadanya tentu ia seharusnya tau apa penyebab dari semua ini tanpa perlu aku menjawabnya. Rasanya aku malas mengungkit masalah ini. Tapi menjelaskannya pun tentu semakin menunjukkan kepadanya mengenai bagaimana besarnya perasaanku kepadanya.  Untuk itu aku lebih memilih diam dan tak merespon sama sekali pertanyaan yang ia ajukan.

Devan menghembuskan nafasnya dengan berat. "Apa kamu benar-benar udah ngga mau ngomong sama aku lagi? Keysha Please, kasih tau aku. Aku salah apa? rasanya ga enak kamu jauhin aku kayak gini."  Ucapnya dengan nada frustasi.

Sejujurnya aku tau sifatku sangat kekanakan sekali karena selalu menjauhinya dengan alasan seperti ini. Lagipula faktanya dia tidak bersalah, itu haknya untuk mencintai siapapun. Atau tidak membalas perasaanku kepadanya.
Tapi bagiku ini sangat rumit.
Hatiku sakit tiap kali mengingat bahwa perasaanku tidak pernah terbalas.

My effortsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang