Goodbye

34 5 6
                                    

Sore itu, Setelah menyelesaikan pekerjaan dan membereskan semua barang-barang dari atas meja kerjaku, aku mendapat salam perpisahan satu-persatu dari teman-teman di divisiku.

Mereka semua bergantian memelukku dan mengucapkan kata-kata yang sedikit membuat hatiku terenyuh. Mulai dari ucapan sedih dari Stela, si cewe manis tapi sedikit bawel yang selama ini menjadi teman yang sering aku repotkan karena meja kerja kami yang berhadap-hadapan.

"Kenapa pindah sih Key, emang udah ga betah di Jakarta? Ahh. Gua pasti bakal kangen banget sama lo. Jangan putus contact ya kita. Biar gua masih bisa curhat lagi. Cuman lo yang setia dengerin curhatan dan bawelnya gua. Ah Keysha jadi mewek gini kan. Sebel deh" keluh Stela sambil memelukku erat dan mengecup kedua pipiku dengan lembut.

Aku tersenyum dan membalas pelukannya sama eratnya.
"Ah. Gua cuman pindah ke bandung doang loh stel. Ga jauh, kalo lo kangen lo bisa datengin gua kesana kapanpun lo mau"

"Tapi kan tetep aja kita pisah, ga kayak sekarang yang tiap hari ketemu" balas stella dengan bibir mencebik.
"Pokoknya lo harus sering-sering ngehubungin gua ya Key" lanjutnya lagi.

Aku mengangguk patuh dan memeluknya sekali lagi.
"Iyaa bawel" ucapku yang langsung dihadiahi pelototan oleh Stela.

Saat bergantian lagi memeluk dan membalas salam perpisahan dari teman-temanku yang lain, handphoneku berdering tanda ada telepon masuk.
Aku mengecek nama penelpon yang muncul dilayar.
Ternyata telepon dari Kevin adikku yang mengatakan kalau dia sudah ada di parkiran kantorku.

Kevin datang dari Bandung karena permintaan dari Ayah agar ia menjemputku. Padahal sudah kukatakan pada beliau bahwa aku bisa pulang sendiri. Aku tak ingin merepotkan adikku yang harus datang menjemputku setelah pulang dari kuliah. Tapi ayah bersikeras agar Kevin saja yang menjemputku. Yah aku tidak bisa membantah lagi pada akhirnya. Selain mengangguki perintahnya dan meminta maaf kepada Kevin karena telah merepotkannya.
Tapi bukan Kevin namanya jika mau saja menolongku tanpa imbalan.
Dia selalu saja begitu.

setelah pamit dengan semua teman-temanku tanpa terkecuali, aku langsung bergegas turun menemui Kevin.
Entah kenapa dengan hari ini, saat dalam lift aku kembali tanpa sengaja bertemu dengan sosok Devan.
Terjebak berdua dengannya tentu membuat jantungku kembali tidak karuan.
Menghindari tatapannya, Aku sibuk memegang kardus di hadapanku dan memilih menunduk kaku.
Sepertinya ia juga baru ingin pulang.
Aku tak menggubrisnya sama sekali dan asyik dengan fikiranku sendiri.
Apa aku harus pamit dengannya?
Tapi untuk apa?
Ah sudahlah, Tidak penting juga aku memberitahunya.

Devan akhirnya berdehem dan menatap ke kardus yang ku pegang.
"Lah, kamu kok bawa-bawa kardus? Isinya apa?"
Tanya Devan penasaran sambil mencoba membuka kardus yang ku pegang.

Aku menghalau tangannya yang mencoba membuka kardusku.
"Bukan apa-apa. Cuman buku doang isinya" jawabku singkat.

Dia mengangguk-angguk paham dengan pandangan menyelidik kearahku.
"Oh gitu. Btw, kamu pulang naek apa?"

Aku berdehem. Ingatan dan memoriku kembali terputar tanpa bisa di cegah.
Biasanya kan pulangnya sama kamu.
ucapku lirih dalam hati.
Lama aku terdiam ternyata lift kami telah sampai di lantai dasar.
Aku langsung bergegas tanpa berniat menjawab pertanyaan dari Devan.

Dia kembali mengejar dan mensejajarkan langkahnya denganku.
"Kok ga dijawab sih, Kamu pulang naek apa Key? Mau bareng ga?" Tawarnya seolah tidak terjadi apa-apa diantara kami berdua.
Obrolan kami di pagi hari tadi sepertinya tidak terlalu penting baginya. Lihat saja, dia masih saja mencoba mendekatiku seperti sekarang.
Mengabaikan fakta penting bahwa aku ingin ia menjauhiku.
Kalau perlu menjauh dari hidupku.

My effortsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang