Un Kong Sian melarikan kudanya cepat sekali oleh karena ia maklum bahwa tak lama lagi para perwira kerajaan tentu akan mengejar dan tak membiarkan seorang keluarga dari Khu Liok yang dianggap pemberontak itu melarikan diri.
Baiknya semua pengejar belum melihat mukanya, karena kalau hal ini terjadi maka ia tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi dengan ibunya yang berada di rumah seorang diri pula.
Ia tidak merasa kuatir akan keadaan ibunya sekarang, oleh karena ketika ayahnya masih hidup, Un Congtok adalah seorang panglima yang disegani karena gagah berani dan berjasa, sedangkan selain mempunyai rumah gedung sendiri, juga keadaan nyonya janda Un cukup kaya.
Setelah melarikan kuda belasan li jauhnya, tiupan angin membuat Ong Lin Hwa siuman kembali dari pingsannya, nyonya muda ini ketika merasa bahwa ia sedang berada di atas kuda yang dilarikan keras, dipeluk oleh Un Kong sian segera berseru,
"Berhenti dulu!"
Un Kong Sian girang mendengar ini karena kalau nyonya ini tetap pingsan saja maka sukar baginya untuk dapat bergerak leluasa dalam menghadapi musuh. Segera ia menghentikan kudanya dan melompat turun. Juga Ong Lin Hwa melompat turun dengan air mata membasahi kedua pipinya.
"Un-te, bagaimana dengan suamiku?" tanya nyonya ini dengan suara tetap, oleh karena sebagai seorang berkepandaian tinggi dan bersemangat gagah, nyonya muda ini tidak lemah hatinya.
"Khu-soso, ketika siauwte membawa lari soso, Khu suheng kulihat berdiri lagi dan mengamuk dengan pedang di tangan, bersama Ma suheng. Mereka berdua itu gagah sekali, soso. Sebetulnya siauwte merasa iri kepada mereka dan menghendaki agar kau dapat pergi berdua dengan suamimu biar aku dan Ma suheng yang melayani musuh. Akan tetapi, apa mau dikata .........."
Ong Lin Hwa menghela napas panjang, "Tuhan menghendaki demikian, Un-te (adik Un), dan aku tahu akan kebaikan hatimu. Namun, biar pun bagaimana juga, kegagahan suamiku dan Ma-te yang gugur dengan pedang di tangan dan anak panah di tubuh, banyak mengurangi kedukaanku. Kalau sampai suamiku tewas, biar kudidik calon anak yang masih kukandung ini untuk menjadi seorang gagah perkasa agar ia dapat membalaskan dendam ayahnya dan membunuh semua perwira kerajaan yang berhati buruk dan kejam."
Sambil berkata demikian, nyonya yang gagah itu berdiri sambil mengepalkan tinjunya dan kedua matanya yang jeli dan bagus itu berapi-api.
Di dalam hatinya, Un Kong Sian tidak setuju dengan maksud Lin Hwa yang hendak memusuhi semua perwira kerajaaan, karena ia maklum bahwa tidak semua perwira kerajaan berhati kejam dan jahat belaka, akan tetapi oleh karena ia tahu pula akan kedukaan wanita muda ini, maka tak baik untuk membantahnya disaat itu.
"Khu-soso, lebih baik kita cepat melakukan perjalanan karena aku kuatir kalau-kalau mereka akan mengejar ke sini. Biarpun mereka tertinggal jauh, namun kuda mereka lebih cepat larinya dan di antara mereka banyak terdapat orang-orang gagah yang sukar dilawan!"
"Aku tidak takut! Biar aku mati diujung senjata mereka, aku tidak takut dan akan membasmi sebanyak mungkin perajurit kerajaan yang keparat itu!"
"Aku tahu, soso, tentu saja kau atau aku tidak takut mati di ujung senjata mereka, akan tetapi kalau kita melawan begitu saja hingga akhirnya kita berdua mati, bagaimana dengan cita-citamu yang tadi kau ucapkan? Apakah anak dikandunganmu itupun tidak akan ikut binasa?"
Pucatlah wajah Ong Lin Hwa mendengar ini, ia memandang ke arah kuda mereka dan berkata, "Kau benar, Un-te. Mari kita pergi cepat-cepat. Akan tetapi, kuda hanya ada seekor saja."
"Tidak apa-apa, soso. Kau sajalah naik kuda, aku akan mengejar dari belakang!"
Ong Lin Hwa belum tahu betul sampai di mana ketinggian ilmu kepandaian pemuda ini yang sebetulnya tidak kalah dari suaminya sendiri, maka wanita muda ini meragukannya. Biarpun ia sendiri memiliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi, namun apabila dibandingkan dengan suaminya atau dengan Un Kong Sian, ia masih kalah jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembakaran Kuil Thian Lok Si - ASKPH
General FictionKaisar terkejut sekali, apalagi ketika mendengar bahwa seorang di antara kedua orang pemberontak itu adalah Gobi Ang Sianli yang telah terkenal namanya di kota raja, dan alangkah marahnya ketika ia mendengar bahwa pemberontak ini semenjak kecil tela...