06. Musuh di Dalam Dada

837 18 0
                                    

Setelah tinggal di situ selama tiga hari, Kong Sian lalu berpamit kepada suhunya untuk pulang ke kota raja karena telah lama meninggalkan ibunya. Lin Hwa juga menyatakan hendak pergi dan mencari kuburan suaminya.

"Pergilah," kata Beng Hong Tosu. "Dan berhati-hatilah, terutama terhadap musuh di dalam dada!" Setelah meninggalkan pesan ini, pendeta itu lalu masuk ke dalam pondoknya untuk bersamadhi.

Kong Sian dan Lin Hwa saling pandang dengan muka merah karena sungguhpun mereka tidak dapat menangkap arti kata-kata pendeta itu dengan jelas, namun mereka seakan-akan mendapat sindiran bahwa pendeta tua itu telah maklum akan apa yang menjadi perasaan hati mereka berdua. 

Sesungguhnya Lin Hwa memang ingin sekali mencari kuburan suaminya, akan tetapi, yang lebih tepat lagi, ia ingin pergi bersama Kong Sian karena hatinya merasa berat sekali kalau kini setelah ditinggal puteranya, ia harus berpisah lagi dari pemuda ini. Ia ingin bersembahyang di depan makam suaminya, ingin mengeluarkan segala hatinya dan ingin minta perkenan dari suaminya untuk .... untuk .... kemungkinan kawin lagi dengan Kong Sian.

Demikianlah, kedua orang muda itu lalu turun gunung, kini lebih cepat perjalanan mereka, karena tidak disertai Cin Pau

Pada suatu malam yang dingin dan gelap, Un Kong Sian dan Ong Lin Hwa tiba di dalam sebuah hutan. Ketika keduanya melompat naik ke atas pohon tinggi untuk mencari-cari dan melihat-lihat barangkali di dekat situ terdapat dusun, ternyata tak nampak dusun atau cahaya api penerangan di dekat dan di sekitar hutan itu, maka terpaksa mereka harus bermalam di hutan itu.

Akan tetapi, tiba-tiba datang hujan dan angin ribut sehingga mereka menjadi bingung. Mula-mula mereka berteduh di bawah pohon yang berdaun lebat sekali, akan tetapi oleh karena hujan turun makin besar hingga air hujan menembus daun-daun pohon dan membuat mereka menjadi basah kuyup seluruh pakaian dan tubuh mereka, terpaksa mereka lalu mencari-cari tempat yang kiranya dapat digunakan untuk tempat berteduh di malam itu. Tubuh mereka terserang dingin yang luar biasa hingga kalau saja mereka tidak memiliki lweekang yang dapat disalurkan pada jalan-jalan darah untuk membuat hangat tubuh, tentu mereka tak kuat menahan rasa dingin yang menusuk tulang itu.

"Bagaimana baiknya? Kemana kita harus pergi berlindung?" tanya Lin Hwa yang telah mulai menggigil kedinginan, karena kepandaiannya masih belum tinggi betul. Melihat keadaan Lin Hwa, Kong Sian menjadi kasihan sekali. Ia melepaskan mantelnya dan menyelimuti tubuh Lin Hwa, akan tetapi oleh karena mantel itu pun telah menjadi basah kuyup, maka pertolongan ini tiada artinya.

Kilat menyambar-nyambar dan angin membuat semua pohon di hutan itu seakan-akan bergerak-gerak mengamuk. Lin Hwa mulai terhuyung-huyung dan tubuhnya lemah serta lelah sekali hingga Kong Sian terpaksa harus memeluknya dan menariknya di dalam hujan badai itu, maju terhuyung-huyung ke depan, mencari pohon-pohon yang lebih besar.

"Kong Sian ..... aku ....aku ..... tak kuat lagi rasanya ....."

"Ah, masa kau begitu lemah?" Kong Sian menghibur dan mencoba berkelakar. "Sebentar lagi hujan badai ini juga berhenti."

Akan tetapi, jangankan berhenti, bahkan lebih lebat datangnya air hujan dari atas, dan angin makin besar mengamuk.

Mereka berjalan berhimpit-himpitan, saling peluk dan hanya mengandalkan tenaga Kong Sian saja mereka dapat bergerak maju. Ketika cahaya kilat menyinari hutan itu, tiba-tiba Kong Sian melihat bayangan sebuah bangunan dari jauh. Ia menjadi girang sekali dan sambil menarik tubuh Lin Hwa yang setengah dipondongnya itu, ia berkata, "Cepat, di depan itu kulihat bangunan!"

Setelah berjalan beberapa lama, benar saja, di dalam cahaya kilat yang sebentar-sebentar menyambar, mereka melihat sebuah bangunan kuno di tengah hutan. Bangunan ini adalah sebuah kelenteng kuno yang telah rusak dan yang atapnya sebagian besar telah hancur. Akan tetapi masih ada juga sedikit bagian yang kuat dan dapat menahan turunnya air, maka Kong Sian lalu mendukung tubuh Lin Hwa dan masuk ke dalam kelenteng itu.

Pembakaran Kuil Thian Lok Si - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang