10. Puteri Gak-ciangkun

888 18 0
                                    

Siauw Eng melanjutkan perjalanannya dengan cepat karena ia sudah merasa rindu sekali kepada ibunya. Ia tidak mau menunda-nunda perjalanannya dan tidak mampir-mampir di kota lagi, akan tetapi terus saja melewati kota-kota dan dusun-dusun kecuali kalau malam hari tiba.

Karena perjalanan yang dilakukan terus menerus ini, beberapa hari kemudian, tibalah ia di sebuah hutan di luar kota Tiang-an. Hati Siauw Eng berdebar girang karena ia ingat hutan ini yang tidak berobah keadaannya. Ketika ia masih kecil sebelum pergi ke Gobi belajar ilmu silat, ayahnya seringkali mengajaknya ke hutan ini untuk memburu binatang hutan. 

Di sebelah barat kota Tiang-an memang banyak terdapat hutan dan ketika ia memasuki hutan pertama yang baru beberapa kali didatangi ayahnya dulu karena jauhnya, Siauw Eng memperlambat larinya sambil melihat-lihat. Beda sekali keadaan hutan-hutan di timur ini dengan di sebelah barat, beda pohon-pohonnya, bahkan berbeda pula suara-suara burung yang berkicau di pohon-pohon itu.

Tiba-tiba ia mendengar suara kerbau menguak dan kemudian mendengar suara suling bambu. Ia menjadi terkejut dan heran. Ia tidak tahu bahwa memang terdapat beberapa buah dusun di dekat hutan itu sebelah selatan. Ketika ia menghampiri, ternyata di satu tempat yang banyak rumput hijaunya, nampak seorang laki-laki berusia kurang lebih tiga puluh tahun duduk di bawah sebatang pohon besar. Tiga ekor kerbau sedang makan rumput di dekatnya dan orang itu meniup sulingnya dengan asyik. Siauw Eng merasa tertegun karena di sebelah kanan orang itu terdapat dua gundukan tanah yang jelas sekali menyatakan bahwa di bawah tanah itu ada dua orang manusia dikubur. Pakaian orang itu sederhana saja dan mudah dilihat bahwa dia adalah seorang petani yang hidup berbahagia. Hal ini dapat dilihat dari tubuhnya yang sehat dan wajahnya yang berseri.

Ketika petani yang meniup sulingnya itu melihat Siauw Eng, tiba-tiba ia menghentikan tiupan sulingnya dan memandang dengan terkejut dan heran, akan tetapi mata Siauw Eng yang tajam itu masih dapat melihat sinar kagum dari kedua mata yang jujur itu.

"Sahabat teruskan tiupan sulingmu, merdu benar bunyinya," kata Siauw Eng sambil tersenyum manis.

Petani itu makin gugup dan bingung, karena kecantikan Siauw Eng yang muncul dengan tiba-tiba itu membuatnya heran sekali dan tak dapat mengeluarkan kata-kata. Kemudian, setelah ia melihat sikap gagah dan pedang yang tergantung di pinggang Siauw Eng ia lalu berdiri dan menjurah dengan hormat sekali. "Lihiap, tentulah seorang pendekar wanita yang gagah perkasa."

Siauw Eng tersenyum lagi. "Bagaimana kau bisa tahu?"

"Lihiap membawa-bawa pedang dan berani seorang diri melalui hutan yang banyak terdapat binatang buas ini."

"Kau cerdik, sahabat. Akan tetapi aku tidak mengerti mengapa kau sendirian pun berani berada seorang diri di sini dengan enak-enak dan ayem, apakah kau juga memiliki ilmu kepandaian tinggi hingga tidak takut akan binatang liar."

"Aku tidak mempunyai kepandaian apa-apa kecuali mencangkul tanah dan meniup suling, akan tetapi apa yang aku takutkan? Aku tidak berada seorang diri, dan selama saudaraku, tanduk baja mengawaniku di sini, aku tak takut kepada binatang apapun juga!"

Siauw Eng memandang ke sekelilingnya untuk mencari dan melihat kawan petani yang diandalkan dan yang bernama Tanduk Baja itu, akan tetapi ia tidak melihat orang lain disitu.

"Mana kawanmu yang gagah itu?" tanyanya.

Petani itu dengan bangga lalu menghampiri seekor di antara ketiga kerbaunya yang sedang makan rumput dan sambil menepuk-nepuk punggung kerbau yang besar itu ia berkata, "Inilah dia, Saudaraku Tanduk Baja! Telah dua kali ia menghadapi harimau dan dengan tanduknya merobek-robek perut harimau itu. Dengan adanya dia di sini, apakah yang aku takutkan?"

Siauw Eng memandang kagum dan memang kerbau jantan itu nampak kuat sekali. Sepasang tanduknya besar dan runcing bagaikan dua batang tombak. Ia mengangguk-angguk dengan kagum, kemudian ia menunjuk ke arah dua buah kuburan itu.

Pembakaran Kuil Thian Lok Si - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang