Kerajaan Tang berada dalam tangan seorang Kaisar yang lemah bagaikan sebuah boneka. Kekuasaan sepenuhnya berada dalam kekuasaan para pembesar yang korup, terutama para pembesar Thaikam (orang-orang kebiri).
Rakyat menderita sekali dibawah penindasan dan penghisapan orang-orang besar yang hanya mementingkan kesenangan sendiri saja. Di mana-mana timbul kerusuhan sebagai akibat hati tak puas dan perut lapar. Pembesar tertinggi di setiap kota merupakan raja sendiri, dan tuan-tuan tanah di dusun-dusun merupakan raja-raja kecil tanpa mahkota.
Keadaan ini tidak saja membuat rakyat menderita hidup yang sukar dan sengsara, akan tetapi juga membikin marah hati setiap orang yang sedikitnya mempunyai perasaan cinta bangsa dan mau yang mau menaruh perhatian kepada keadaan rakyat kecil.
Akan tetapi, apa daya mereka? Kaisar dan para pembesar yang hidup dalam laut kemewahan dan kesenangan dunia itu maklum juga akan ketidakpuasan hati rakyat dan telah menaruh curiga kalau-kalau ada rakyat yang hendak memberontak. Oleh karena ini, pemerintah membentuk barisan yang kuat, barisan yang terdiri dari orang-orang berkepandaian silat tinggi dan yang khusus diadakan untuk menindas dan memadamkan api pemberontakan. Khusus digunakan untuk menindas dan menghancurkan rakyat sendiri!
Oleh karena takut akan hukuman, hukuman mati yang diobral secara murah oleh Kaisar dan para pembesar Thaikam, maka sakit hati dan ketidakpuasan para patriot itu hanya terpendam di dasar hati saja dan mereka hanya berani membicarakan dengan kawan-kawan sehaluan secara sembunyi-sembunyi.
Keadaan yang buruk ini pulalah yang menggerakkan hati dan membangunkan semangat dua orang sastrawan terkemuka. Mereka ini adalah Khu Liok dan Ma Eng, dua orang sastrawan pandai yang telah menjadi sahabat baik semenjak mereka masih muda. Kini mereka telah tua dan menjadi orang-orang terpelajar yang amat terkenal karena syair-syair dan tulisan mereka. Bahkan Kaisar dan orang-orang besar amat suka membaca hasil tulisan mereka dan biarpun mereka ini berasal dari rakyat biasa, namun para pangeran dan orang besar tidak merasa rendah untuk berkenalan dan bercakap-cakap dengan dua orang sastrawan ini.
Khu Liok dan Ma Eng tinggal di Kotaraja bahkan bertetangga. Mereka seringkali mengadakan pertemuan dan bercakap-cakap dan keduanya memiliki jiwa patriot, merasa marah sekali melihat ketidakadilan Kaisar dan kelaliman para pembesar. Diam-diam mereka mengutuk para pembesar, terutama para Thaikam dan akhirnya, karena sudah tidak tahan lagi menyaksikan penderitaan rakyat kecil, rasa penasaran dan sakit hati telah membuat mereka menggerakkan tangan dan mengarang sebuah kitab kecil yang diberi judul "TUHAN TELAH SALAH PILIH"
Kitab ini hanya tipis saja dan berisikan sindiran-sindiran dan protes terhadap keadaan rakyat yang sengsara dan terhadap kelaliman pemerintah. Walaupun tidak ditulis secara terang-terangan, namun dari isi karangan dapat dirasakan singgungan-singgungan yang pedas dan membuat telinga para pembesar menjadi merah dan muka menjadi pucat. Para rakyat kecil yang membaca tulisan ini, menyambut dengan penuh semangat dan isi karangan ini telah membangkitkan jiwa mereka untuk tidak tinggal diam saja dan untuk berusaha memberantas pihak yang menindas mereka. Di sana-sini para kaum tani mulai mengadakan pertemuan dan perundingan, membicarakan isi tulisan yang sangat berkesan di dalam hati mereka dan timbul pula semangat mereka untuk menumbangkan kekuasaan yang mencekik leher mereka itu.
Kaisar dan para pembesar tentu saja tahu akan hal ini dan mulailah diadakan pengusutan dan penyelidikan untuk mengetahui siapa adanya orang-orang yang begitu berani untuk menulis karangan semacam itu. Akan tetapi, oleh karena Khu Liok dan Ma Eng tidak menyebutkan nama mereka dalam tulisan itu, para penyelidik itu tak dapat menemukan siapa sebenarnya penulis karangan yang telah memerahkan telinga Kaisar dan para pembesar.
Di antara sekian banyak pangeran yang suka berkenalan dengan Khu Liok dan Ma Eng, bahkan telah mengirim anak-anak mereka untuk belajar kesusastraan dari dua orang sastrawan besar itu, terdapat seorang pangeran bernama Gu Mo Tek yang tinggal dalam sebuah gedung besar tak jauh dari rumah kedua sastrawan itu. Gu Mo Tek seringkali mengunjungi mereka, bahkan sering pula mengundang kedua sastrawan itu untuk berkunjung ke gedungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembakaran Kuil Thian Lok Si - ASKPH
قصص عامةKaisar terkejut sekali, apalagi ketika mendengar bahwa seorang di antara kedua orang pemberontak itu adalah Gobi Ang Sianli yang telah terkenal namanya di kota raja, dan alangkah marahnya ketika ia mendengar bahwa pemberontak ini semenjak kecil tela...