14. Penyerangan ke Kuil Thian Lok Si

739 20 0
                                    

Setelah Siauw Eng pergi, Sian Kon Hosiang menghela napas dan berkata kepada hwesio muka hitam itu, "Lokoai, sungguh jahat sekali perwira she Can itu. Ia telah menghasut semua orang gagah untuk memusuhi kita."

Dengan muka bersungut-sungut si muka hitam itu berkata, "Salahmu sendiri, sute. Telah berkali-kali kukatakan bahwa manusia jahat seperti Can Kok itu harus dilenyapkan dari muka bumi agar jangan membuat kekacauan lagi, akan tetapi kau selalu melarang. Dia menaruh dendam semenjak kukalahkan dulu ketika ia mengejarmu dan karena ia agaknya tahu pula bahwa kau adalah pemuda yang dulu dikejar-kejarnya, maka tentu saja ia takkan berhenti sebelum menghancurkan kita sebagai pembalasan dendam. Kalau kau suka, malam ini juga aku dapat pergi ke rumahnya dan menghabiskan nyawanya yang kotor itu."

Sian Kong Hosiang menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum, "Bukan demikianlah jalan keluar yang harus diambil oleh orang-orang yang membersihkan batin seperti kita, Lokoai!"

"Ah, kau lebih sabar dan sulit dari pada Pek Seng Suhu!" Sambil bersungut-sungut akan tetapi tidak berani membantah, si muka hitam lalu mengiringkan sutenya itu melompat turun dari atas genteng. "Besok kalau mereka datang menyerang, apakah kau juga tidak hendak melawan?"

"Bagaimana besok sajalah. Kita hanya membela diri dan baru turun tangan apabila mereka mengganggu," jawab Sian Kong Hosiang dengan sabar akan tetapi tetap.

Hwesio muka hitam yang disebut Lokoai ini memang adalah hwesio yang dulu mengalahkan Can Kok. Dia mempunyai riwayat hidup yang cukup menarik. Sebelum ia menggunduli kepalanya dan masuk menjadi hwesio, namanya adalah Li Song Ek dan ia terkenal sebagai seorang perampok yang kejam dan ganas serta memiliki ilmu silat tinggi.

Pada suatu hari, di dalam hutan yang menjadi daerah operasinya, kebetulan sekali lewat Bu Eng Cu Tiauw It Lojin. Li Song Ek tidak kenal kepada orang tua ini dan turun tangan merampoknya, akan tetapi ia ternyata telah menemui batu. Dengan mudah saja Bu Eng Cu telah menjatuhkannya. Kepala perampok yang bermuka hitam dan yang amat menyombongkan kepandaian sendiri ini tentu saja merasa penasaran sekali mengapa seorang kakek dengan tangan kosong mudah saja menjatuhkannya dalam dua tiga jurus. Berkali-kali, ia bangun dan menyerang lagi, akan tetapi kesudahannya hebat. Tiap kali ia menyerang selalu ia terjungkal. Akhirnya dia menyerah dan berlutut di depan Bu Eng Cu Tiauw It Lojin, mohon menjadi muridnya.

Bu Eng Cu Tiauw It Lojin kasihan melihat orang kasar yang telah menjalani cara hidup sesat ini. Ia melihat bahwa orang ini pada hakekatnya jujur dan tidak jahat, bahkan memiliki bakat cukup baik dalam ilmu silat. Maka ia lalu mengajukan syarat bahwa apabila Li Song Ek mau bertobat dan suka menjadi hwesio, ia mau mengampuninya dan memberi pelajaran silat. Karena hatinya telah tetap dan bulat hendak menebus dosa, pada saat itu juga Li Song Ek membubarkan semua anak buahnya dan dengan pedang lalu mencukur rambutnya hingga gundul plontos. Kemudian ia ikut Bu Eng Cu merantau sambil menerima latihan ilmu silat dari kakek sakti itu.

Bu Eng Cu tidak hanya memberi latihan ilmu silat, akan tetapi juga ilmu batin untuk membersihkan batin bekas kepala perampok itu. Benar saja, Li Song Ek menjadi sadar dari pada segala dosa yang pernah diperbuatnya, maka setelah ia diperkenankan melakukan perjalanan merantau seorang diri, ia lalu mempergunakan ilmu kepandaiannya untuk menolong orang. Oleh karena mukanya buruk dan hitam sedangkan tubuhnya agak bongkok, maka orang-orang memberi julukan kepadanya Sin-jiu Lokoai atau Setan Tua Tangan Sakti. Ia suka sekali dengan julukan ini hingga selanjutnya ia memperkenalkan diri dengan nama baru ini dan namanya sendiri telah dilupakan.

Biarpun perangainya telah berubah, namun sifat kersa dan tak mau kalah di dalam hatinya tetap belum lenyap. Setiap kali ia mendengar ada orang pandai, tentu ia ingin mencoba kepandaian orang itu.

Pada suatu hari, ia tiba di kuil Thian Lok Si. Para hwesio menyambutnya dengan ramah tamah dan baik, dan kepadanya lalu dihidangkan makanan dan masakan dari sayur tanpa daging. Hal ini membuat Sin-jiu Lokoai merasa tak puas.

Pembakaran Kuil Thian Lok Si - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang