Beberapa pekan kemudian, Siauw Eng mulai melalui kota-kota besar hingga menggembirakan hatinya karena sudah lama sekali ia tidak pernah melihat kota-kota besar dengan rumah-rumah dan bangunan-bangunan indah.
Akan tetapi, berbeda dengan ketika ia melewati dusun-dusun, kini hampir semua mata memandangnya dengan kagum dan bahkan pandangan mata orang-orang muda yang melihatnya di dalam kota membuat ia mendongkol sekali oleh karena pandangan itu mengandung maksud kurang ajar. Ia sama sekali tidak tahu bahwa hal itu bukanlah semata-mata salahnya para pemuda itu, akan tetapi oleh karena kecantikannya memang menyolok mata sekali.
Pada masa itu, sukar sekali melihat gadis cantik oleh karena para gadis jarang meninggalkan kamar dan apabila mereka keluar selalu tentu naik joli yang menutupi seluruh tubuh mereka. Banyak juga wanita-wanita kangouw yang melakukan perjalanan, akan tetapi belum pernah ada wanita secantik Siauw Eng yang berjalan di jalan umum dan terlihat oleh setiap orang.
Ketika pertama kali memasuki kota dan dipandang sedemikian rupa oleh orang-orang yang bertemu di jalan, memang ia merasa bangga dan senang, akan tetapi lambat laun karena terlalu banyak orang memandangnya, dengan kagum, ia menjadi jemu dan bosan.
Maka ia lalu buru-buru mencari sebuah hotel di tengah kota. Seorang pelayan yang telah agak tua usianya menyambutnya dan pelayan yang peramah ini lalu mempersilakannya memilih kamar. Ketika melihat betapa pandang mata pelayan tua ini sama saja dengan orang-orang di kota, Siauw Eng tidak tahan lagi untuk tidak menegur.
"Eh, Lopek! Kau ini sudah tua akan tetapi pandangan matamu sama saja dengan orang-orang lelaki muda yang kurang ajar. Agaknya semua lelaki di dalam kota ini memang kurang ajar dan tidak sopan."
Mula-mula pelayan itu terkejut mendengar teguran ini, akan tetapi ia lalu tersenyum geli dan sambil membongkok-bongkokkan tubuhnya ia berkata, "Maaf, li-enghiong (pendekar wanita), memang kau ini luar biasa sekali. Aku memang kagum padamu, akan tetapi jangan salah sangka, lihiap, kekagumanku berbeda dengan kekaguman orang lain. Biarpun aku juga kagum melihat lihiap yang cantik seperti bidadari ini, akan tetapi aku lebih mengagumi keberanian dan kegagahanmu."
Siauw Eng senang mendengar omongan pelayan yang suka ngobrol ini, maka setelah ia mendapatkan sebuah kamar yang menyenangkan, lalu ia bertanya lagi, "Bagaimana kau dapat mengagumi keberanian dan kegagahanku kalau kau belum menyaksikannya sendiri?"
"Li-enghiong, dengan berjalan seorang diri dan membiarkan dirimu yang cantik jelita ini kelihatan oleh umum, sudah termasuk keberanian luar biasa sekali. Jangankan diperlihatkan kepada umum, sedangkan yang disimpan-simpan juga didatangi dan dicuri orang."
Siauw Eng terkejut dan heran karena ia tidak mengerti apa maksudnya.
Kemudian dengan suara perlahan dan dengan muka menunjukkan ketakutan, pelayan tua itu lalu menceritakan bahwa di dalam kota itu telah terjadi kejahatan-kejahatan mengerikan, yakni bahwa telah beberapa pekan ini kota itu diganggu oleh seorang Jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) yang pekerjaannya mengganggu anak bini orang secara kejam sekali. Dua orang gadis telah tewas dipenggal lehernya karena gadis itu berteriak minta tolong ketika ia datang di malam hari untuk mengganggu.
Bukan main marahnya hati Siauw Eng mendengar penuturan ini, akan tetapi ia tidak berkata sesuatu. Setelah hari menjadi malam, Siauw Eng lalu mengenakan pakaian ringkas dan dengan hati-hati ia membuka jendela kamarnya dan melompat naik ke atas genteng. Ia bermaksud untuk mencari dan membekuk penjahat yang telah membuatnya marah sekali itu. Penjahat semacam itu harus dihukum mati pikirnya dengan gemas.
Malam itu kebetulan malam terang bulan dan langit bersih dari awan hingga keadaan cukup terang. Ketika ia sedang berlari-lari di atas genteng rumah-rumah orang dengan gerakan demikian gesit dan ringan bagaikan seekor kucing, tiba-tiba ia melihat di atas genteng agak jauh dari situ berkelebat bayangan putih yang gesit sekali. Berdebarlah hati Siauw Eng karena ia merasa pasti bahwa itulah penjahat yang dicari-carinya. Karena gemasnya ia lalu mencabut pedangnya dan mempercepat gerakannya mengejar bayangan itu. Ia merasa heran mengapa penjahat itu demikian beraninya, memakai pakaian warna putih, tidak seperti penjahat biasa yang lebih sering mengenakan pakaian warna hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pembakaran Kuil Thian Lok Si - ASKPH
General FictionKaisar terkejut sekali, apalagi ketika mendengar bahwa seorang di antara kedua orang pemberontak itu adalah Gobi Ang Sianli yang telah terkenal namanya di kota raja, dan alangkah marahnya ketika ia mendengar bahwa pemberontak ini semenjak kecil tela...