07. Gobi Ang-sianli

1K 19 0
                                    

Pemberontakan kaum tani yang berhasil menumbangkan kekuasaan kaisar Tang yang melarikan diri mengungsi ke Secuan itu, hingga ibu kota Tiang-an dikuasai oleh pemberontak pula, ternyata tidak dapat tahan lama. 

Kaisar yang melarikan diri itu lalu mengadakan persekutuan dengan tentara Turki barat yang disebut Shato dan dengan bantuan tentara Turki yang besar jumlahnya dan kuat ini, kaisar lalu menyerbu kembali ke Tiang-an. Kembali rakyat mengalami perang hebat dan pasukan petani menderita kekalahan besar sehingga pemimpin pemberontak Oey Couw akhirnya berputus asa dan membunuh diri di puncak gunung Thai-san. Hal ini terjadi lima tahun kemudian setelah pemberontakan terjadi.

Un Kong Sian yang mengalami berbagai kekecewaan dan bahkan kemudian menderita "patah hati" dalam hubungannya dengan Ong Lin Hwa, setelah berpisah dengan Lin Hwa lalu kembali ke Tiang-an. Ibunya dan isterinya terkejut sekali melihat betapa Kong Sian menjadi kurus dan nampak sedih. Setelah didesak-desak oleh ibunya, akhirnya sambil menangis Kong Sian menceritakan dengan terus terang, bahkan mengaku bahwa ia tak dapat hidup terus dengan Bi Nio biarpun isterinya itu cukup baik dan setia.

"Ampunkan anakmu yang malang ini, ibu. Aku tidak dapat menipu dan mengkhianati Bi Nio lebih lama lagi. Aku tak dapat mencintainya oleh karena hatiku telah tertambat sepenuhnya kepada Lin Hwa. Aku tak dapat menjadi suami Bi Nio pada lahirnya akan tetapi mengasihi wanita lain di dalam hati."

Ibunya merasa berduka dan kecewa sekali dan Bi Nio yang mengetahui hal ini lalu pulang ke rumah orang tuanya yang kaya dan akhirnya dikabarkan bahwa ia mencukur gundul kepalanya dan menjadi nikouw.

Kong Sian tinggal dengan ibunya yang selalu berduka karena memikirkan keadaan putera tunggalnya itu hingga akhirnya ibu yang telah tua ini jatuh sakit sampai meninggal.

Un Kong Sian lalu menjual semua barang dan rumah, setelah mengumpulkan hasil penjualan itu ia membawanya ke kuil Thian-Lok-Si, di mana ia lalu mendermakan semua uang itu kepada kuil tersebut dan dengan suara sedih ia berlutut dan menuturkan kepada Pek Seng Hwesio tentang segala pengalamannya.

Hwesio itu tersenyum maklum, "Anak muda, kau hanya mengalami kepahitan hidup yang hanya dapat diderita oleh orang-orang yang masih belum sadar. Kepahitan-kepahitan hidup itu memang telah diramalkan oleh Sang Buddha dan pengalaman-pengalaman seperti itu memang selalu akan menimpa manusia yang belum sadar. Pinceng hanya dapat merasa iba kepadamu."

"Suhu, teecu telah kehilangan pegangan, teecu hidup sebatang kara tanpa cita-cita dan tanpa tujuan. Tolonglah Suhu."

Pek Seng Hwesio berkata tenang, "Pertolongan apa lagi yang dapat diberikan oleh seorang Hwesio tua dan miskin seperti pinceng selain penerangan tentang kebatinan? Kalau kau suka menjadi muridku dan menjadi hwesio, mungkin akan terobat hatimu yang terluka itu."

Dengan serta merta Kong Sian menyatakan suka dan sanggup, maka sekali lagi di dalam kuil Thian-lok-si, rambut kepalanya dicukur gundul. Akan tetapi, kalau dulu ia dicukur untuk melakukan penyamaran dan kini ia dicukur betul-betul untuk menjadi seorang hwesio. Ketika kepalanya dicukur, tak dapat tidak ia teringat dan terkenang lagi akan pengalaman ketika ia dan Lin Hwa mencukur rambut di kuil ini dulu hingga tak tertahan lagi ia mencucurkan air mata.

Pek Seng Hwesio lalu memberi nama padanya dan nama baru ini tidak banyak berbeda dengan namanya sendiri karena hanya dibalikkannya saja, yakni Sian Kong Hosiang. Demikianlah bertahun-tahun Sian Kong Hosiang menjalani ibadat dan selain mempelajari ilmu kebatinan menurut ajaran Sang Buddha, juga ia mempelajari ilmu silat yang tinggi dari Pek Seng Hwesio hingga ilmu kepandaiannya bertambah pesat sekali. Bukan main girang hatinya ketika mendapat kenyataan bahwa ilmu kepandaian Pek Seng Hwesio benar-benar tinggi bahkan mungkin tak kalah tingginya dari suhunya yang dulu, yakni Beng Hong Tosu, tokoh Kunlun-san.

Pembakaran Kuil Thian Lok Si - ASKPHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang