Bagian XI

5K 161 76
                                    

Lurah Sosro tidak pulang ke tempat Markenes, ia mengayuh sepedanya ke arah Barat. Sekitar dua kilometer ia belok ke sebuah rumah joglo berdinding papan kayu jati pilihan, genting kodok yang kokoh, halamannya sangat luas. Halaman rumah itu dipenuhi berbagai macam tanaman buah; ada jambu, rembutan, belimbing, mangga, dan berbagai jenis bunga – bungaan. Ia tergopoh memasuki rumah itu..

"Nyai...nyai....!," pekik Sosro.

"Kamu kah Kangmas?" Suara Mbok Sosro Wedhok.

"Kelaminmu masih ada?"

"Masih Nyai, apa kamu membutuhkan?"

"Tentu Kangmas, kemarilah..."

Lurah Sosro masuk ke ruang tengan, menemukan Sosro Wedhok sedang memegang canting, dan tangannya sibuk melukis di atas kain.

"Tumben kemari, pasti sedang ada masalah?"

"Kak tahu nyai?"

"Bukankah begitu tabiatmu? Kamu ingat aku istri pertamamu ini jika sedang dalam kesulitan."

Nyai Sosro Wedhok meletakkan cantingnya. Ia menghampiri Lurah Sosro, merangkulnya, dan menciuminya dengan mesra.

"Kangmas, sudah lama tidak kamu gauli aku, memekku sudah gatal ingin kontolmu menyambanginya." Sosro Wedhok membimbing suaminya masuk ke dalam bilik. Ia segera melucuti pakaian Lurah Sosro, dan menjamahi bagian ternikmat.

"Kangmas berikan aku kepuasan hari ini.."

"Tapi kontolku lelah Nyai.."

"Lelah?"

"Ya."

"Kamu perah pejuhmu sampai habis untuk Markenes?"

"Hmmm"

"Baik Kangmas, aku akan membantumu membangkitkan kontolmu."

"Caranya?"

"Sebentar".

Mbok Sosro Wedhok bangkit dari pembaringan. Ia membuka lemari, mengambil sebilah pisau dapur dari baja, yang telah ia asah lima hari lima malam tanpa berhenti. Selembar daun alang – alang saja jika ditebas pasti langsung putus. Lurah Sosro memandangi langit – langit kamar, sambil memegangi perkutut kisutnya yang terkulai lemas.

Mbok Sosro Wedhok mengelus – elus perkutut kisut itu dengan kelembutan, dan secapat kilat..Cress!. Kontol Lurah Sosro lepas dari tangkainya.

Raungan panjang Lurah Sosro seperti lolong srigala di tengah hutan. Melolong memenuhi kolong jagad.

"Aduuuuuuuuuh Nyai! Kamu apakan kontolku!"

"Sunat ngepok!"

"Matiiiiiiiiiiiii aku Nyai..."

"Kamu tidak akan mati Sosro!"

Darah memenuhi tempat tidur itu, Lurah Sosro semaput. Sosro Wedhok berlari keluar rumah sambil mebawa kelamin Lurah Sosro. Ia berlari menyusuri jalanan kampung sambil berteriak – teriak kesetanan.

"Lihatlah suadara – saudara ini kelamin Lurah Sosro, Lihatlah!."

Sepanjang jalan pelariannya, kalimat itulah yang dipekikkan Mbok Sosro Wedhok. Warga berhamburan ke jalan, melihat Sosro Wedhok mengulus pisau berlumuran darah di tangan kanan, dan kelamin Lurah Sosro di tangan kiri. Ia berlari hingga lima desa dilalui.

Warga Desa Sindang Sari segera memenuhi rumah joglo Mbok Sosro Wedhok. Mereka mendapati Lurah Sosro terbujur di kamar tanpa kelamin. Mereka memberikan pertolongan kepada lurah baru itu. Mobil Samingun melarikan Lurah Sosro ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. Sukirin di ibukota kabupaten.

Berita terpenggalnya kelamin Lurah Sosro oleh istri pertamanya menjadi santapan hangat satu kabupaten, bahkan provinsi, mungkin seluruh pelosok negeri. Markenes yang mendengar berita itu semaput sambil memegangi memeknya. Jumilah dan Ngatinah resah karena tidak lama lagi mereka pasti terseret dalam kasus ini.

Mbok Sosro wedok mengakhiri pelariannya di kantor polisi Sektor Candi Pura. Kini ia sudah berhadapan dengan seorang petugas jaga. Mbok Sosro Wedhok menyerahkan dua barang bukti berupa pisau dapur berlumuran darah dan kelamin Lurah Sosro yang terkulai tak berdaya. Kelamin itu mirip sumbu kompor, mengkeret tak bernyawa.










LURAH SOSROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang