HINATA POV
Sebelum aku memberikan jawaban gila itu. Semua sudah kufikirkan, aku yang cenderung perfeksionis pasti memikirkan keuntungan dan kerugian atas segala perkataan yang akan ku ucapakan. Bukankah itu jiwa pebisnis? Lagipula di abad 20 ini, kita harusnya tidak hanya memikirkan cinta melalui sudut pandang perasaan, zaman dengan segala kelogisan ini harusnya cinta juga menggunakan logika? Jangan dipikir jika semua hal tidak harus dilogikakan terutama cinta. Nyatanya itu salah, cinta tanpa logika seperti domba tanpa penali. Tidak terarah, berantakan. Seperti hendaknya ketika kita cemburu, jika menggunakan perasaan maka kita akan berpikir segera berpisah atau mempertahankan perasaan yang terlanjur besar itu, sedangkan menggunakan logika kita akan berpikir jika mungkin saja itu temannya yang bertanya? Dan berusaha positive thinking selalu.
Selain semua pemikiran itu aku juga sebenarnya tertarik dengan Sasuke, mengesampingkan tugas dari ayah dan usaha move on dari masa lalu.
Jika dibandingkan masa laluku dan Sasuke, tentu saja Sasuke karena masa lalu tidak akan pernah menang karena dia selalu ada di belakang*.
Sekarang malah aku mengingat pesan singkat sahabatku Gaara, sebelum esoknya Ia ternyata sekolah di sekolahan yang sama denganku. Yah walaupun saat itu aku tidak membalas pesan singkat dengan bunyi
"jika kau memahami cinta adalah perasaan irasional, sesuatu yang tidak masuk akal tidak butuh penjelasan, maka cepat atau lambat luka itu akan kembali menganga.
Kau dengan mudah membenarkan apa pun yang terjadi di hati, tanpa tahu, tanpa memberikan kesempatan berpikir bahwa itu boleh jadi karena kau tidak mampu mengendalikan perasaan tersebut." Entah itu pesan yang memang ditujukan padaku atau pesan iseng yang Ia teruskan ke nomerku. Walaupun jika iseng di bawahnya tertulis, "kirimkan ke seluruh kontakmu dan lihat beberapa saat" kan bisa saja dihapus dahulu oleh Gaara. Sekarang malah aku membenarkan pesan itu, huh.
.
.
.
.
Sedikit merapikan bolpoin dan segala atribut perusahaan dan persiapan sekolah untu esok. Hinata hari ini berencana membawa buku harian, setelah semalaman mengisi dengan tulisan beberapa hari yang belum sempat ia curahkan. Sedikit menambahkan goresan kutipan yang Ia sukai, Buku hariankupun ditutup.
Ketika tak ada lagi yang bisa mengerti dirimu,
Bukan karena kamu sulit dimengerti,
Tapi memang kamu tak mengizinkan seorangpun
Untuk membaca pikiranmu hanya karena
Kamu tak percaya pada manusia manapun.
Maka dengan itu, menulislah.
Izinkan semesta untuk mengerti dirimu.
Karena janji yang tak pernah ingkar adalah matahari terbit.
-fajarbo
-23 September 2016
Ketika kusimpan buku harian biru di dalam laci meja.
Kisahku di buku ini telah berakhir.
Karena cerita sebenarnya dimuali dari sekarang.
"Dimulai mencintai Sasuke mungkin tidak buruk?" Gumam Hinata tersenyum bahagia untuk pertama kalinya.
.
.
.
.
.
.
.
The End
Ya?
Antusiasmenya menurun jadi begini aja dulu.
Akan di revisi lagi.
Akhirnya gantung?
Extra part untuk penjelasan mungkin menyusul.
Arigatou.
Jaa ne.

KAMU SEDANG MEMBACA
Buku Harianku
Fiksyen PeminatHanya kehidupan yang kutuliskan dalam buku harianku Sasuhina