Part 2

13 2 0
                                    

Part 2 :: Waktu Itu Menghanyutkan

➖➖

Hai, Ga. Selamat pagi dari Amerika! Aku tidak menyangka akan benar-benar ada di kota ini. Perjalananku sudah hampir berakhir, Ga. Landasan pesawat semakin dekat dan pramugari yang mulai berisik memandu kami menggunakan sabuk pengaman. Lihat, Ga? Aku berdiri di tanah Kota Seribu Cahaya Cinta.

Aku turun dan mengambil koper ku, di ujung sana ada Laura. Dia teman dekatku, aku bisa menebak, mungkin kamu berfikir kenapa aku mempunyai teman di sini? Baiklah, Laura itu teman SMP ku dulu, dia pindah mengikuti pekerjaan Ayahnya yang memerlukan banyak lokasi. Kasihan? Dia kehilangan beberapa hari untuk berpindah-pindah sekolah, beradaptasi dengan dunia barunya, dan mencari teman. Dia sendiri yang mengatakannya padaku waktu itu. Rambut hitam ciri khas Indonesia itu masih terlihat jelas, manik mata coklat keturunan Ibu-nya juga tidak pernah berbeda, selalu menghangatkan, seperti kamu, Ga.

Kamu ingat sore hari kita itu? Dengan teh yang asapnya selalu mengepul di tiap detiknya dengan goresan senyumanmu.

➖➖

"Teh?" tanyamu heran waktu itu saat aku memesan teh hangat dan roti bakar coklat di Cafe. Kamu mengajakku waktu itu dengan embel-embel 'biar kenal lebih dekat'. Tapi tunggu, kamu mengenal Lintang dengan sisi yang lain, penyuka teh.

"Rasanya enak. Kamu coba aja" kataku menawarkan. Tapi kamu malah memasang tampang jijik, sepertinya kamu memiliki pengalaman buruk dengan teh? Entahlah. Ingat perkataanku, Ga? Teh itu menghangatkan. Hangatnya seperti kamu dengan sorot matamu yang selalu menatapku seperti waktu itu. Aku baru menyadari ternyata kamu bukan lagi sosok Gaga yang dingin dan misterius. Dan aku menyukai semua sikapmu karena bagiku, semuanya menyenangkan asalkan itu Gaga yang ku kenal.

"Gue lebih suka kopi" komentarmu. Kamu menyukainya, Ga. Tapi tidak untukku. Bagiku, minuman apapun yang bernama kopi, aku sangat membencinya. Aku pernah tersedak saat meminum itu dan beberapa tetes nya keluar melalui hidungku, astaga! Menjijikan, bahkan aku tidak bisa bernafas selama beberapa detik. Dan dari saat itu, Lintang Centaurus sangat membenci kopi.

Tak lama, pesanan kita datang, teh dan kopi, melengkapi meja yang kita pesan. Kini tak hanya suara kita yang terdengar, suaramu saat menyesap kopi itu sangat enak di dengar. Bahkan aku terpaku mendengarnya, berlebihan? Tidak, aku malah menikmatinya.
Asap teh ku mengepul ke udara, membuat hidungku mau tak mau harus menghirup aroma yang menggoda itu. Senyum dan tatapanmu selalu hadir di tiap detiknya, Ga, memberiku suasana baru di Cafe saat itu.

Kita pulang sore hari, kamu mengantarkanku pulang saat itu. Ga? Percayalah, aku sangat menyukai perlakuanmu saat itu. Dan kamu menceritakan sisi gelapmu padaku secara terang terangan. Aku baru menyadari bahwa Gaga yang di pikiranku adalah— ah, ayolah, Ga. Kamu berkata kamu suka bermain gitar, dan lagu kesukaanmu adalah Fix you milik Coldplay, kamu juga suka travelling. Ah, jangan lupakan saat kamu bercerita indahnya perkebunan teh di sudut kota kembang, Bandung. Dan aku paling menyukai bagian puncak Mahameru yang pernah kamu daki dan Danau Toba yang telah kamu lihat dari dekat.
Kurasa, passion mu adalah penjelajah.

➖➖

Aku menyuruhmu berhenti tepat dua rumah sebelum rumahku. Jaga-jaga saja, Ga, aku sudah memperingatkanmu tentang seberapa galaknya Ayahku, bukan? Apalagi saat Ayahku mengetahui bahwa aku di antar seseorang yang gak jelas darimana asalnya, ya kamu itu, Ga. Aku tidak mau kumis Ayah bergetar hanya karena mengomelimu.

"Gue diajarin sama Ayah gue, jadi cowok harus tanggung jawab" ucapmu sok bijak.

Aku mengalah saja, kamu akhirnya mengantarkanku sampai depan pintu. Aku mengetuk pintu dan yang keluar pertama adalah Listy. Dia Adikku sendiri. Lihat seberapa kagetnya dia? Kakaknya sendiri jalan dengan orang seperti kamu, kamu tau wajahmu saat itu, Ga? Seperti brandalan. Astaga, pasti setelah itu Ayahku keluar. Sebelum ada hal buruk yang terjadi padamu, bahkan sebelum ada luka lebam di wajahmu, aku menyuruhmu pulang terlebih dahulu.

Setelah kamu pergi, aku langsung masuk dan membalas lambaian tanganmu sebentar. Aku di hadiahi tatapan yang menegangkan dari Ayahku. Dan berbagai pertanyaan di lontarkan dari mulut Ayahku berturut turut. 'Pulang sama siapa?' ; 'Tadi itu siapa?' ; 'Udah punya pacar?' bahkan pertanyaan konyol juga terlontar. 'Udah ada yang begal hati kamu?' mungkin pilihanku salah untuk menyuruhmu pulang lebih cepat. Ternyata orang tuaku malah memberikan respon yang baik— sangat baik malah. Coba kamu mendengar hal itu secara langsung, Ga. Itu sangat melegakan— sedangkan kamu menghangatkan.

Dan akhirnya, matahari tenggelam dengan sempurna sesaat setelah Ayah mengakhiri kalimatnya dengan senyuman kecil.

➖➖

Aku menuju ke hotel yang sudah di pesankan Laura. Kamu tau, Ga? Ternyata disini benar-benar bersalju. Benda putih ini rela jatuh untuk memberikan kita kesenangan dan kenangan di musimnya. Seperti kamu, Ga, yang ternyata bisa membuatku mendapat kenangan berharga di akhir perjuanganku waktu itu.

Maybe, Is Not YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang