Part 8 :: It's More Than Fight
➖➖
"Beneran?" tanyamu, Ga. Aku mengangguk kecil sambil menutupi wajahku. Kamu mengacak rambutku dengan tersenyum tipis. "Makasih,"
Aku menurunkan tanganku lalu mendekap tanganmu. "Sama-sama, Ga" aku mengusap tanganmu pelan. "Pulang yuk, Ga" ajakku. Kamu mengangguk lalu menarik tanganku. Kamu membayar makanannya, sedangkan aku sudah masuk ke mobilmu duluan.
"Lo mau kemana lagi?" tanyamu. "Mau beli apa gitu?" lanjutmu. Aku berpikir sejenak lalu melihat jam di smartphoneku, jam lima sore. "Gak deh, pulang aja, kasihan lo nanti kemaleman pulangnya," ucapku. Kamu mengangguk lalu menyalakan mobilmu.
"Tang?" ucapmu. Aku menaikkan sebelah alisku lalu menatapmu. "Kenapa?" tanyaku. Kamu menggaruk tengkukmu, kamu terlihat grogi, Ga. "E,e, nanti aja, deh" ucapmu. "Oke,"
➖➖
"Sampe," ujarmu lalu mengerem mobilmu. Aku mengangguk. "Makasih ya," ucapku. Kamu tersenyum. "Apa sih yang gak buat lo," ucapmu. Aku tertawa kecil. "Gue turun ya? Hati-hati pulangnya," pamitku lalu turun. Aku berputar, lalu kamu menurunkan kaca mobilmu saat aku menutup pintu mobilmu. "Tang?" cegahmu.
Aku berbalik. "Kenapa? Ada yang ketinggalan?" tanyaku. "Gak kok, gue- sayang sama lo, besok ke rumah gue ya?" ucapmu.Aku menatapmu, astaga, Ga. Baru kali ini kamu mengucapkannya? Aku sudah menunggunya, Ga. Percayalah. "Gue juga. Kalau gue ada waktu ya, soalnya gue agak sibuk juga besok," jawabku. Kamu mengangguk paham. "Gakpapa, gue duluan ya," ucapmu, sambil melambaikan tangan.
➖➖
"Eh, Nad!" teriakku saat Nadin memasuki kelas bersamaan dengan Bian. Kamu tau, Ga? Mereka pegangan tangan, aku berpikir sepertinya mereka sudah berpacaran. "Eh, kalian jadian?" tanyaku spontan, Nadin lalu menatap ke arah Bian. "Yoi," ucap Bian. Aku tertawa sekilas sambil mengucapkan 'Cieee'
Bian lalu duduk di depan mejaku dan Nadin. Aku langsung menarik Nadin duduk di sampingku. "Gue jadian sama, Gaga!" ucapku dengan nada yang lebih tinggi. "Sumpah? Ihhh, selamat ya!" ucap Nadin. Aku langsung tertawa tertawa sendiri, "Iya,"
"Lo jadian?" ucap Bian datar. Aku mengangguk. "Lo gak mau ucapin apa gitu?" ucapku "Cepet putus, ya, gue ngerasa Gaga gak baik sama lo, ada maksud gitu," ucap Bian. Aku sedikit marah waktu itu, Ga. Tapi, ya, itu pendapat. Nadin menepuk pundakku pelan, sambil tersenyum. "Gakpapa,kan yang jalanin itu lo sama Gaga,"
Aku berdiri dari kursi lalu keluar kelas. Aku bingung, entahlah, Ga. Tapi, aku melihat kamu di ujung koridor dengan— Resa. Aku dengar, dulu banyak gosip tentangmu, dan salah satunya, kamu dan Resa berpacaran empat bulan. That's great, Ga. Tapi aku cemburu.
"Eh, Lintang!" teriakanmu membuyarkan lamunanku, Ga. Tapi aku memilih pergi. Aku hanya— tidak mau membuat ini lebih sakit. Aku pergi, aku berlari, berharap tidak ada satupun orang yang dapat memberitau kamu tentang keberadaanku. Aku berhenti, tepat di depan gudang sekolah. Aku duduk, menarik kursi lusuh yang ada di hadapanku. Hingga akhirnya,
"Lintang?"
Argh! Sial!
"Kenapa lo kabur? Kenapa lo lari dari gue?" ucapmu berturut turut. Aku menarik napas sejenak. "Karena,"
"Resa?" potongmu. Tepat! Resa, Ga. Semua karena Resa, dan lo. "Resa, Resa tadi cuma ngembaliin buku biologi gue, Tang. Lo jangan kayak anak kecil deh," cercamu. Apa? Maksudmu, anak kecil? Siapa yang jadi anak kecil di sini, Hah?
Aku menatapmu perlahan, Ga. Dan kamu— serasa tak bersalah, hm. "Apa," ucapmu. "Lupakan," aku meninggalkanmu perlahan di depan gudang itu, kamu memanggilku berulang kali, tapi— apa gunanya, Ga?
"Lintang!" teriakmu sambil menarik tanganku, menahan pergerakkanku. "Apa lagi, Ga!" ucapku sambil melepaskan peganganmu. Kamu mengangkat tanganmu sejenak lalu menurunkannya lagi. "Gue minta maaf,"
➖➖
"Lo diapain, hah?" tanya Bian dengan nada tinggi. "G-g-gak," ucapku terbata-bata menahan tangisanku. "Yan! Lo kalo orang lagi nangis jangan dibentak napa," ucap Nadin. "Iye, maaf. Tang? Gaga mana?"
"Biannn! Lo kalo cewek lagi nangis karena cowok, jangan lo sebut namanya, elah!" ucap Nadin. "Iye, iye, maaf" ucap Bian. Bian lalu pergi keluar kelas, aku membiarkannya, bukannya tidak peduli, tapi, Bian yang mengetahui semua tentangku.
"Lo diapain sih, Tang? Lo kagak di gitu gitu kan?" Nadin memandangiku khawatir. Aku menggeleng. "Cuma, ya, biasa" jawabku pelan. "Eh, Bian kemana," ucap Nadin sambil berdiri dari kursinya. "Buset, eh, Tang, cepetan, Bian– Bian berantem!" ucap Nadin heboh. Nadin langsung menarikku ke dalam kerumunan siswa, dan di sana ada Bian dan, astaga, kamu, Ga.
"Bian udah!" teriakku. Namun Bian tetap memukuli kamu, Ga. Aku bahkan tidak ingin melihatnya, kancing seragam Bian bahkan sudah lepas, dan wajahnya, argh. "Gaga! Bian!" teriakku. "Bian, udaahhh!" kini Nadin yang berteriak. Bian langsung menghentikannya. Berdiri, membenarkan kerah bajunya, begitupula denganmu, Ga. "Bian," ucap Nadin. Bian langsung pergi, diikuti Nadin.
Semuanya bubar, tinggal kamu dan aku saja, Ga. Aku menarikmu, membawamu ke UKS. Aku mengambil betadine dan kapas. Aku langsung membersihkan lukamu, cukup parah, kurasa Bian memang marah padamu. "Sshh," desismu menahan perih. "Lo sih," sindirku. "Lo belain Bian?" tanyamu. "Bukan gitu," kataku sambil mengelap lukamu. "Gue cuma, ya, Bian gue anggap sebagai saudara gue sendiri, jadi," lanjutku. Kamu turun dari kasur UKS. "Gaga, luka lo, itu belum sembuh, Ga! Percaya sama gue!" teriakku, namun kamu semakin menjauh, Ga.
➖➖
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe, Is Not You
Teen FictionJadi, hal apa yang akan kembali menghangatkan ku? Hal apa yang akan kembali membuatku kembali tersenyum saat waktu mengutuk kesendirianku, saat kita berjauhan.