Ramona Andrew (Manifestasi Rasa)

999 99 11
                                    

Ya, Mon. Gak apa-apa. Nanti mau pulang bareng?

Oh my God. Pesan macam apa yang baru saja kubaca? Mataku tidak salah baca kan? Ini beneran Matthew Jeffrey kan? Ini beneran si cowok songong yang suka sok cool dan kadang bikin orang baper nggak jelas karena sikap anehnya, sekaligus cowok yang baru saja kutolak beberapa waktu yang lalu kan? Ini dia kan?

Aku membaca ulang nama pengirim pesan tersebut. Hasilnya masih sama. Matthew Jeffrey. Aku memegang dadaku yang entah kenapa tiba-tiba detaknya terasa sangat cepat, seolah-olah aku sedang berlarian dari sabang sampai merauke. Aku tahu, aku tahu. Aku menolaknya meskipun hatiku mengatakan sebaliknya. Aku tahu, aku ini cewek paling bego yang pernah hidup di dunia bernama bumi. Aku juga tahu, jika hatiku berdegup kencang ketika dia menyatakan cinta padaku tapi faktanya aku menolaknya dengan cepat.

Permasalahannya, dia dulu jelas-jelas menyuruhku untuk pacaran dengan Calvin dan katanya jangan lama-lama menggantungkan hubungan tidak jelas itu. Tapi dia sendiri yang tiba-tiba melarang aku dekat dengan Calvin yang kata dia –serta faktanya—playboy akut. Aku tahu, itu dia lakukan karena dia pikir Calvin adalah yang terbaik untukku. Namun, kenapa dia tidak berusaha ketika dia sadar jika dia menyukaiku? Kenapa dia tidak berjuang mengambil hatiku? Kenapa dia menyatakan cinta padaku sebelum membuat sebuah act padaku?

Memang usai kejadian 'itu' hubunganku dan Matt bukannya mengalami progress tapi justru makin awkward. Aku akui, akulah orang yang menjauh. Tapi itu semua karena aku kecewa. Kenapa dia membuat sebuah scene yang seolah-olah terlihat seperti hubungan pertemanan di antara kami benar-benar hanya teman tanpa ada sebuah rasa di hatinya. Kenapa dia membuatku menjadi kecewa? Karena aku terlanjur mendoktrin diriku untuk mematahkan hatiku pada Matt.

Parahnya lagi, kejadian 'itu' dan aksi aku menjauh telah membuatku benar-benar tampak seperti orang asing saat dekat Matt. Aku bahkan tak berani menatap matanya dan seolah akulah orang yang bersalah di sini. Peristiwa itu juga telah memotivasiku untuk mengubah sedikit tampilanku karena mungkin ini waktu yang tepat. Aku memang takut menggunakan soflen tapi aku memberanikan diri untuk mengubahnya meskipun cukup menyeramkan awalnya saat mataku dipaksakan masuk benda asing yang tipis itu. Dan perubahan mendadakku ini cukup memberikan efek dahsyat. Seperti naiknya pangkat si upik abu menjadi putri kerajaan dongeng.

Bukannya aku kepedean tapi faktanya begitu. Calvin –si cowok playboy itu—bahkan mendekatiku lagi dan dengan bodohnya kutanggapi meski aku sudah tahu busuknya. Rian, Evan, Kak Ian, Kak Aldo, dan beberapa cowok lagi juga terang-terangan mendekatiku. Aku sama sekali tidak tertarik dengan mereka, hanya saja aku menganggapinya. Bukannya aku cewek kegatelan, hanya saja aku sangat penasaran dengan reaksi si cowok songong itu. Iya, si Matt siapa lagi kalau bukan dia.

Aku cukup bangga juga dengan apa yang terjadi padaku hanya karena dua perubahan kecil pada diriku. Cewek-cewek tukang gosip dan bully bahkan bertekuk lutut mencoba menjadi temanku. Tapi tenang saja, aku masih setia dengan ketiga temanku. Aku bahkan malas menanggapi mereka karena aku tahu mereka semua itu hanya fake. Jelas aku tidak akan mengorbankan ketiga temanku dan tercebur ke lautan manusia bertopeng kan?

Ah ya, aku sudah sangat melenceng ke mana-mana. Astaga, pesan Matt belum kubalas. Aku harus balas apa? Apa aku harus menjauh lagi? Atau apa?

Pulang bareng? Tapi gue nanti masih ada rapat osis dulu.

Sekali lagi, berkat perubahan kecil ini hidupku mengalami banyak perubahan. Salah satunya, aku mendapat tawaran menjadi anggota osis lantaran –oke aku mulai tertular bahasa Matt—banyaknya anggota black shadow yang ternyata merangkap menjadi osis. Sehingga dilakukan kembali pemilihan anggota osis dan aku mendapat undangan untuk menjadi anggotanya. Tentu saja aku menerimanya.

R.M.D.K #2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang