Sudah seminggu sejak kejadian di ruang band dan aku masih benar-benar kesal dengan Matt. Aku masih tidak paham dengan apa yang di otaknya itu. Apakah dia sebodoh itu? Apa dia tidak sadar jika aku cemburu? Ah, sial. Dia cemburu melihatku dengan Kak Ian, tapi dia tidak sadar jika aku juga cemburu melihat dia dengan Raya. Aku cukup yakin jika Raya mungkin saja memiliki perasaan lebih pada Matt dan aku tidak suka. Aku tidak mau kalau Matt juga memiliki perasaan yang sama dengan Raya.
Aku benar-benar tidak suka.
Matt setiap hari menanyai apa yang salah denganku. Pasalnya, sejak kejadian seminggu yang lalu itu aku tidak mau berbicara dengan Matt dan banyak memilih diam. Khari dan David yang paham tentang kecemburuanku itu pun ikutan gemas dengan tingkah Matt yang kelewat menyebalkan.
David mengatakan padaku jika Matt hanya menganggap Raya sebagai teman dekat, hanya saja ... semuanya berawal dari teman bukan?
"Mona?" Aku menoleh begitu Matt memanggilku. Aku tidak berniat membalas ucapannya. Aku masih sangat kesal dengan tingkahnya yang kelewat bodoh. "Lo kenapa sih? Ah bete gue liat lo diem mulu."
Aku hanya menaikkan sebelah alis lalu kembali sibuk dengan ponselku. Aku sempat melirik Khari dan David geleng-geleng kepala melihatku dan Matt yang seolah tidak menemui titik terang untuk berdamai. Matt menghembuskan napas panjang, aku tebak tingkat kekesalannya sudah mencapai puncaknya.
"Yah!" pekikku begitu ponselku diambil begitu saja oleh Matt, membuat game yang sedang kumainkan langsung kalah begitu saja. Padahal aku baru saja berusaha mencetak rekor baruku. Ah, dia benar-benar menyebalkan. "Mau lo apa sih?!" bentakku tanpa sadar. Kurasa tidak hanya tingkat kekesalannya saja yang sudah di puncak, aku pun begitu. Seharusnya, aku tidak membentaknya begitu. Aku hanya akan membangunkan singa tidur saja jika sudah begini.
"Baru gini lo mau ngomong?! Salah gue ke lo apa sih? Lo ngomong, jangan cuma diem aja. Gue bukan dukun yang bisa baca pikiran lo," bentaknya balik.
Ini bukan kali pertama aku dan Matt terjebak dalam perdebatan seperti ini. Kami sudah sering saling membentak bahkan jauh sebelum kami berempat dekat. Bisa dikatakan juga, hanya aku dan Matt yang selalu bertengkar di antara kami semua.
Aku menatap Matt dengan kesal, rasanya bola mataku akan keluar dari tempatnya saja. Aku mengacak rambutku dengan gemas. Aku tidak peduli jika saat ini aku dan Matt akan jadi tontonan gratis di kantin. "Siapa yang suruh lo baca pikiran gue?! Hah? Lagian lo pikir perlu dukun buat baca pikiran gue sekarang?! Lo aja yang kelewat bego. Makanya otak jangan cuma dipake buat mikir fisika doang."
Matt memejamkan mata. Aku tahu dia semakin kesal jika sudah begini. Kata-kataku barusan juga agak keterlaluan. Dasar, Mona bodoh.
"Lo emang ga nyuruh tapi tindakan lo nuduh gue udah ngelakuin kesalahan ke lo. Ya! Emang gue bego! Emang gue gak bisa paham apa yang ada di otak lo dan gue lebih suka mikir fisika dibanding mikir apa yang ada di pikiran lo. Puas?"
Matt bangkit dari kursinya dan menendang kursinya hingga terjatuh. Selalu seperti itu.
Di antara semua perdebatan yang pernah aku dan dia alami. Bisa kukatakan perdebatan ini lah yang terparah. Jika saja aku tidak bisa menahan emosiku, mungkin aku sudah menangis saat ini.
Aku pun bangkit dari kursiku dan mendorongnya pelan. Aku benar-benar mulai terbawa emosi saat ini.
"Matt! Mona!" panggil Khari dan David yang tidak kuhiraukan. Sedangkan, Matt sudah hilang entah ke mana dengan ponselku yang masih ada padanya.
Aku sedikit berlari menuju toilet, aku tidak ingin air mataku akan tumpah di kerumunan umum dan menjadi tontonan gratis. Beruntung aku, begitu memasuki toilet ternyata kosong. Aku masuk ke salah satu bilik toilet. Saat itu juga tangisku pecah, aku terlalu kecewa dengan Matt. Apakah begitu susah untuk sedikit memahamiku? Ah, bukankah dia menyebalkan?
![](https://img.wattpad.com/cover/76714161-288-k146917.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
R.M.D.K #2 [END]
Mystery / ThrillerMatthew Jeffrey, satu di antara ratusan siswa yang beruntung menjadi vokalis di band sekolah tanpa melalui proses audisi. Matt mengira mendapat hal yang cukup istimewa, menjadi bintang utama dengan mudah. Awalnya, semua memang baik-baik saja. S...