MATI SAJA!!!Matt merebut kertas yang sempat diambil oleh Khari, dengan jelas aku membaca tulisan 'mati saja' dengan penuh penekanan. Bolpoin yang dengan sengaja dicoret terus menerus hingga kertasnya menjadi lebih tipis dibanding kertas yang belum tercoret. Ekspresi Matt tidak kalah horror saat membaca tulisan di kertas itu.
"Lo target berikutnya?" David mengambil kertas yang dipegang Matt, yang ditanya tidak menjawab seperti sibuk dengan pemikirannya sendiri. Tanpa sadar, tanganku menyentuh jari Matt yang sedang sibuk meremas-remas bolpoin hingga menimbulkan suara krek.
Matt menatapku dengan agak terkejut, kubalas dengan senyum tipis.
"Sial! Kok gue jadi takut gini sih," ujar Matt dengan suara pelan yang mungkin hanya bisa didengar olehku. Khari dan David tampak sedang sibuk sendiri dengan surat kecil itu.
Tanganku yang bebas mengelus lembut punggung Matt, berusaha membuat dirinya lebih tenang. Aku tidak menyuruhnya agar tidak takut, itu mustahil. Siapa yang tidak takut saat menerima surat seperti itu? Iya, kalau tidak ada peristiwa Andra dan Raka, masalahnya kejadian itu seperti bertubi-tubi terjadi.
"Apa mungkin ini kerjaan Kak Ian?" tanyaku pelan pada Matt namun hanya diberi gelengan kepala.
"Gak tahu," jawabnya lemah sembari menempelkan dahinya ke pundakku. "Gue takut. Ah, sial!" gurutunya.
Khari mencolekku sembari menunjuk Matt. David pun menunjuk Matt seolah mereka bertanya kenapa-Matt-yang-biasanya-sok-cool-mendadak-lenjeh. Aku menjawab mereka dengan gerakan bibir yang mengatakan gapapa.
Matt membenarkan posisi duduknya dengan benar dan melepaskan genggaman tanganku, tampaknya dia sudah lebih tenang dibanding tadi. Mukanya sangat kusut, aku tidak pernah melihat orang yang super pede ini bisa ketakutan.
"Gimana kalo kita coba mencari tahu pelakunya? Atau maksud dari suratnya?" ucap Matt tiba-tiba, matanya menunduk menatap karpet sembari jarinya dimainkan di sela-sela karpet.
"Dan ... di mana suratnya?" tanya Khari to the point.
Sebuah tas terlempar nyaris mengenai Khari yang langsung membuatnya misuh-misuh tidak jelas. Pelakunya masih sibuk memainkan jari di sela karpet. "Sinting," umpat Khari sembari membongkar isi tas Matt. David dan aku terkikik pelan melihat ekspresi Khari yang kesal setengah mati.
Kertas-kertas terlipat ditemukan di dalam sebuah kotak pensil kain milik Matt. Khari mengumpulkan dan membukanya satu persatu dibantu David, sedangkan aku hanya mengumpulkan buku-buku Matt yang tergeletak sembarangan akibat ulah Khari.
"Gue laper," seru Matt pelan namun terdengar jelas di telinga kami bertiga.
"Lo keknya udah pesimis mati ya? Mendadak kek lenjeh banget, mendadak manja. Jijik deh, serius gue," omel Khari yang memang menampilkan wajah jijik ke Matt.
KAMU SEDANG MEMBACA
R.M.D.K #2 [END]
Mysterie / ThrillerMatthew Jeffrey, satu di antara ratusan siswa yang beruntung menjadi vokalis di band sekolah tanpa melalui proses audisi. Matt mengira mendapat hal yang cukup istimewa, menjadi bintang utama dengan mudah. Awalnya, semua memang baik-baik saja. S...