Bagaimana peran yang tengah kau raih?
Tampaknya kau cukup bangga. Bukankah begitu?
Coba kita lihat sejauh mana kau pertaruhkan!
Mari kita bermain!
Surat yang kudapatkan pertama kali tampak sekali jika dia seorang stalker, lalu surat yang berikutnya kurang lebih dari ancaman jika dia tidak main-main. Tampaknya si pengirim ingin aku terintimidasi. Namun, aku tetap menganggap surat itu hanya omong kosong belaka sampai kemarin malam.
Aku sudah membahasnya dengan Inspektur Terong –aku benar-benar lupa nama asli orang ini—dan ternyata Sheilla pun menerima surat ancaman.
"Kamu sudah pernah bilang mengenai surat ini ke orang lain?" tanya Inspektur Terong dengan suara bariton yang mengintimidasi. Sheilla menggeleng lemah. "Kenapa kamu gak pernah bilang ke orang lain? Sudah berapa surat?"
Sheilla memainkan buku-buku jarinya dengan gugup. "Saya takut. Saya takut kenapa-kenapa kalau sampai saya bilang pada orang lain. Sejujurnya, saya merasa sering dikuntit oleh orang."
Aku dan Inspektur berpandangan sejenak. "Dikuntit? Siapa orangnya? Sejak kapan?" tanyaku mendahului Inspektur Terong.
Sheilla menarik-turunkan napas sejenak sebelum menjawab pertanyaanku. "Aku nggak tahu kak dari kapan, tapi sejak suratnya semakin menunjukkan ancaman yang serius itu aku mulai ngerasa ada yang ngawasin aku, cuma aku nggak tahu siapa orangnya. Aku jadi takut untuk bilang sama orang lain."
Aku mengambil kertas –surat ancaman milik Sheilla—dari tangan Inspektur Terong. Aku membacanya dan membandingkan dengan milikku. Berbeda, isi surat kami berbeda.
Kau berjuang keras dengan peranmu?
Bagaimana jika semua itu kuhancurkan?
Teruslah bungkam seperti itu.
Bungkam sebelum aku menghancurkannya!
Inspektur Terong mengacak rambut dengan frustasi. Berikutnya, dia menampilkan ekspresi kesal padaku juga Sheilla. "Saya nggak paham dengan kalian. Apalagi kamu ...," Jari telunjuknya berhenti di depan wajahku, "Matthew, harusnya kamu lebih peka dengan masalah seperti ini. Saya nggak habis pikir."
Aku mengacuhkan ucapan Inspektur Terong dan menoleh ke arah ketiga temanku. Aku tahu mereka pasti sedang kesal denganku sekarang ini.
"Hoy! Orang ngomong dengerin dong," omel Inspektur Terong yang tampaknya tingkat kesalnya sudah mencapai di ubun-ubun. "Kalau kalian memberitahu masalah ini lebih awal, minimal pada guru kalian. Mungkin kejadian Raka, ah, bahkan kejadian dimulai dari anak ditabrak it—"
"Andra." Aku menginterupsi ucapan Inspketur Terong, rasanya aneh saja mendengar temanmu dibilang anak yang ditabrak sedangkan dia masih berjuang antara hidup dan mati di rumah sakit.
"Iya, iya, maksud saya teman kalian Andra itu. Mungkin kasus itu tak pernah terjadi. Saya masih paham dengan cewek ini yang mengatakan dia takut, tapi saya nggak paham dengan kamu itu loh Matthew. Kamu yang pernah berhadapan sama kasus semacam ini kok malah dientengin gitu aja," dumelnya sembari memjiat-mijat keningnya sendiri. "Saya akan meminta penjagaan dari pihak sekolah secara diam-diam untuk kalian berdua. Nama kamu sapa tadi? Sheilla ya? Kamu bisa kembali ke kelas dulu, saya ada urusan sebentar dengan cowok ini." Sheilla menggangguk pelan lalu melangkah pergi meninggalkan kami berdua.
Si Inspektur mengomeliku panjang lebar. Aku sudah pusing mendengarnya, beberapa kali aku curi-curi pandang ke arah teman-temanku dan langsung mendapat semprotan karena aku tidak mendengarkan si Inspektur.
![](https://img.wattpad.com/cover/76714161-288-k146917.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
R.M.D.K #2 [END]
Mystery / ThrillerMatthew Jeffrey, satu di antara ratusan siswa yang beruntung menjadi vokalis di band sekolah tanpa melalui proses audisi. Matt mengira mendapat hal yang cukup istimewa, menjadi bintang utama dengan mudah. Awalnya, semua memang baik-baik saja. S...