Sial! Mona di mana sih? Kok tiba-tiba hilang, tadi dia masih ada di belakangku. Begitu aku selesai menelpon Inspektur James, dia sudah tidak ada di belakangku. Alvin pun kutanya lihat Mona atau tidak, katanya tidak. Di mana sih? Ditelpon juga tidak diangkat.
Harusnya aku tidak ikut-ikutan marah dan terus memerhatikannya. Sekarang di mana dia? Kalau sampai Ian atau siapa pun pelakunya berani menculik Mona, aku akan menghabisinya.
Napasku terengah-engah sedari tadi berlari naik-turun tangga, keliling satu penjuru sekolah untuk mencari cewek itu. Aku sampai minta tolong anak cewek yang di sekitar toilet perempuan buat mengecek Mona ada di dalam atau tidak. Hasilnya nihil. Tidak ada sama sekali.
Aku tidak mengerti dengan Mona yang tahu-tahu sudah marah-marah begitu. Lagian memangnya dia cemburu banget ya kalau aku lagi sama Raya? Kata David sih Mona nggak suka lihat aku sama Raya. Padahal aku cuma menganggap Raya itu teman. Memang sih cewek itu kadang suka nakal sampai berani mencubit pipi atau merangkul lenganku.
Drrtt.
Aku terkejut begitu ponsel di dalam saku celanaku bergetar. Dengan cepat kuambil ponsel itu sembari berharap penelponnya adalah Mona. Sayangnya, nama Khari yang tertera di sana. Kenapa ya?
"Halo, Matt? Lo di mana? Lo gak apa-apa?" tanya Khari yang sudah memberondongiku dengan pertanyaan. Memang sih, temanku yang satu ini meski terkenal cuek dan agak serampangan tapi sangat perhatian kalau ada teman yang kesusahan. Mudah khawatir.
"Di sekolah ini, gue gak apa-apa. Tapi Mona hilang," jawabku dengan nada cemas. "Gue masih nyari dia tapi gak ketemu."
"Mona gak hilang, Matt. Dia di sebelah gue kok."
Suara napas lega lolos begitu saja dari bibirku begitu mendengar ucapan Khari. Untunglah kalau dia tidak apa-apa.
"Lo lagi di mana, Khar? Kok bisa sama lo? Tadi masih di sebelah gue padahal."
"Di rumah Mona. Dia yang ngajak ketemuan kok. Lo sih kurang peka, buruan ke sini," balas Khari dengan nada sengit. Mungkin dia marah mengira aku membuat Mona kesal. Padahal salahnya sendiri, kesal-kesal sendiri. Mona juga jahat, memang dikira cowok gak boleh sakit hati dengar omongannya itu.
"Gue mau ngajak kalian ke rumah Samudra, tadi gue nelpon si Inspektur. Kata dia, nanti dia mau nyoba gali soal latar belakang Ian juga Samudra. Gue mau ngajak kalian ke sana, buat gali informasi lagi. gimana? Tadi gue sempet nanya ke Alvin rumahnya Samudra. Ternyata deket sama komplek kita," jelasku.
Samar-samar aku mendengar suara Mona yang berkata, "Sok keren."
"Iya, kita bertiga setuju aja. Kirimin alamatnya lewat chat ya. Langsung ketemuan aja ya."
"Oke," sahutku.
Sambungan telepon pun mati, aku segera mengirim alamat rumah Samudra ke Khari. Setengah berlari aku ke parkiran mengambil motor, dengan kecepatan yang cukup cepat aku menyusul teman-temanku.
***
"Lama banget, Matt," dumel David yang masih duduk di motor dengan helm yang masih menempel di kepalanya.
Khari dan Mona tampak asik sendiri seolah tidak mengindahkan kehadiranku. Ketiga temanku menunggu di depan gang rumah Samudra, enggan disuruh masuk duluan. Malu katanya. Aku sih juga malu kalau begini sih. Aku sengaja menyuruh mereka datang duluan agar aku tidak perlu susah-susah merangkai kata-kata saat bertamu.
"Ya udah ayo buruan. Keburu sore," ajakku.
Mona mengangguk-anggukkan kepala tapi bukan untukku, dia menganggapi ocehan Khari. Entah apa yang mereka bahas, seperti sibuk sendiri dengan dunia mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
R.M.D.K #2 [END]
Mystery / ThrillerMatthew Jeffrey, satu di antara ratusan siswa yang beruntung menjadi vokalis di band sekolah tanpa melalui proses audisi. Matt mengira mendapat hal yang cukup istimewa, menjadi bintang utama dengan mudah. Awalnya, semua memang baik-baik saja. S...