Matthew Jeffrey (Kisah Samudra-2)

300 42 3
                                    

"Yup, Samudra memang kena bully. By the way, lo parah banget ya, Yan, sampe nggak tahu temen sendiri kena bully." Ian hanya diam, tampak tidak ingin menanggapi ocehan David. Katanya sih, dia sudah begitu sejak tahu kalau ternyata Samudra adalah korban bully Raka sama Andra.

"It's okay. Jangan diperpanjang, kan inti masalah ini bukan tahu atau tidak tahunya kalau Samudra di bully. Lagian kita berempat gak ada yang tahu juga kan?" Khari berusaha menenangkan keadaan. Mungkin, dia takut kalau Ian mau ikutan bunuh diri, terus kita berempat jadi tersangkan. Damn, kalau sampai itu terjadi.

Ceritanya, mereka bertiga sudah bertemu langsung sama Heri dan Edo. Maklum, mereka kan sohib, jadi gampang buat ditemuin berduaan. Versi yang mereka dengar tentang Samudra juga tidak begitu beda jauh dengan yang kudapat dari Yeni.

"Dari yang gue dapet, kayanya pelaku bully ini ada beberapa oknum yang ngancem si Samudra. Bisa jadi itu Andra sih, dia kan anak orang kaya. Duitnya banyak, suka bikin party ngawur, suka nyogok guru. Memang sih mukanya kaya orang baik-baik, cuma gue tahu aslinya tuh anak busuk semua." Aku tidak mengenal Andra jadi aku juga tidak tahu, tapi David cukup dekat dengan Andra. Kata-kata yang keluar dari mulut David bisa dipercaya, memang kelihatan tuh anak kalau kaya raya dengan harta berlimpah. "Kalo katanya si Heri, dulu Samudra sampe bener-bener ngejauhin semua temennya. Heri sama Edo sempet mau bantu, kalo Alvin malah sempet bantuin. Cuma Samudra langsung marah-marah sambil ngatain mereka bertiga. Kalo kata mereka sih, kaya bukan Samudra, mungkin dia takut temennya kena imbas. Alvin tuh yang paling deket sama Samudra aja sampe diusir katanya kalo ke rumah, kalian udah nanya ke Alvin?"

Aku menggeleng menanggapi pertanyaan David. Dia hanya ber-oh saja. Aku melirik teman-temanku yang lain, wajah mereka tampak sudah lelah.

"Emangnya orang yang paling deket sama Samudra ini cuma mereka berempat?" tanya Mona.

"Bukan. Alvin. Lebih tepatnya, dia yang paling deket. Dibandingkan sama Yeni, Heri, Edo. Dia yang paling deket," celetuk Ian. "Setahu gue, dia itu yang sering bantuin Samudra. Ke mana-mana pasti mereka bareng. Kalo Heri sama Edo lebih ya satu geng gitu. Temen tapi gak deket banget. Waktu berita Samudra meninggal itu, hanya beda berapa hari sama pembersihan sekolah gara-gara black shadow. Jadi, beritanya nggak terlalu rame juga. Beberapa orang juga nggak dateng ke pemakaman Samudra. Beda kalau Alvin, dia sampe bolos hampir ada sebulan. Nilainya juga lumayan hancur sih, gue sekelas sama dia, jadi tahu kalau peringkatnya dia langsung jatuh ke peringkat dua puluhan. Dia aslinya sepuluh besar."

Aneh. Aku terus merasa aneh dengan Ian, dia itu orang asing yang masuk ke sini dan entah kenapa aku merasa sangat aneh. Bukan karena kehadirannya saja, tapi tingkahnya. Aku merasa dia tahu tentang kasus ini. Dia tahu kalau ini gara-gara peristiwa kematian Samudra, tapi dia bertindak tidak tahu. Hanya saja, dia terus yang membimbing kami. Aku hanya takut, dia menyesatkan kami. Mungkin saja kan, kalau ternyata dia pelaku semua peristiwa ini.

Aku ingin mengatakan opini ini ke yang lain, tapi pasti mereka tidak mempercayaiku. Lihat saja, wajah mereka manggut-manggut seperti kacung Ian. Menyebalkan.

"Kenapa?" bisik Mona. Aku hanya menggeleng. "Kak Ian aneh ya?" lanjutnya dengan volume suara lebih kecil. Aku menoleh ke arahnya, dibalas senyuman kecil. Apa dia sepemikiran denganku? Atau karena tingkahku yang terlalu ketara?

***

Aku sudah melihat Yeni duduk di bangku kemarin. Kupercepat langkah kaki, Mona hanya mengekor saja tampak tidak ingin buru-buru. Setelah kemarin diskusi dengan Ian, aku baru tahu kalau Mona juga menyadari ada yang aneh dari Ian. Dia tidak tahu, apakah itu karena Kak Ian korban atau justru karena dia pelaku? Hanya saja kami menyimpan rahasia ini berdua. David dan Khari biarkan saja tidak tahu, biar Ian juga tidak curiga.

Aku duduk di bangku sebelah kiri Yeni, Mona duduk di kanannya. Wajah Yeni tampak lebih cerah dibanding kemarin. Dia masih menampakkan wajah sedih, hanya saja terlihat tegar.

"Ian sama Samudra itu sedeket apa, Yen, kalo boleh tahu?" tanyaku.

Sebenarnya, aku ingin berbasa-basi dulu hanya saja aku merasa cukup penasaran dengan Ian. Lupakan soal tata krama, nyawaku jauh lebih penting.

"Deket banget sih, sama kaya Kak Alvin. Mereka bertiga itu deket, memang sih kalau Kak Ian jarang kumpul, dia soalnya sibuk di band. Cuma mereka bertiga itu deket, sering nongkrong bareng. Gue gak begitu kenal sih sama Kak Ian, soalnya jarang ketemu, beda kalau Kak Alvin. Biasanya Kak Ian tuh nongkrongnya pas malem, kan udah selese latian band. Kalau pas jam-jam sekolah, jarang keliatan sih. Biasanya mereka tuh main ke rumah Kak Samudra soalnya ada play station, katanya."

Aku melirik Mona dan ternyata dia juga melihatku. Dari tatapan matanya, dia tampaknya sepemikiran denganku. Benarkan kalau Ian ini ada apa-apanya! Hanya saja, aku masih belum yakin.

"Cuma kok pas Kak Samudra kena masalah, Kak Ian gak tahu ya kayanya," celetuk Mona. Yeni menatap Mona. "Maksud gue, dia itu gak tahu kalo Kak Samudra itu kena bully," sambungnya.

Yeni mengerutkan alis. "Masa? Setahu gue, dia tahu kok. Dia pas itu sempat dateng ke Kak Samudra sambil minta maaf soalnya merasa bersalah. Masa sih? Apa dia minta maaf untuk hal lain ya? Memang sih di waktu-waktu sulitnya Kak Samudra, yang paling kelihatan itu Kak Alvin. Tapi pas pemakaman Kak Samudra, Kak Ian nemenin adek Kak Samudra yang nangis terus. Gue juga denger dikit-dikit kalo dia ngomong kata-kata maaf terus ke adeknya itu."

Lagi, aku dan Mona berpandangan. Benerkan? Ada yang tidak beres kalau begini.

"Kalo Heri sama Edo gimana?" tanyaku.

"Kalo mereka sih gak begitu deket sama Kak Samudra. Cuma temen main dota kalo gak salah. Mereka satu tim gitu katanya, kurang begitu tahu juga soalnya gue gak ngerti game-game gitu," Yeni tertawa pelan. "Tapi pas masa-masa sulitnya Kak Samudra, mereka support banget. Meskipun gak kayak Kak Alvin. Memang sih, kalau dipikir-pikir, Kak Ian ini jarang kelihatan di masa sulitnya Kak Samudra. Cuma pas itu memang band lagi sibuknya buat ikutan lomba ini-itu deh, tapi kalau dibilang Kak Ian gak tahu tentang bully itu, hmm, masa sih?"

"Thank you, Yen, sorry kita nanya-nanya terus ya," pamitku. Aku ingin segera bertanya ke Alvin. Semalam dia bilang, nanti waktu pulang sekolah.

Ian, it's you, right?

-----------------------------------------------

Ceritanya aku lagi nulis cerita baru. Nggak berat sih, cerita ringan. Judulnya Diary of Jane, kalau tertarik boleh mampir-mampir lah ya hehehe.

Terus kalau kalian nanya covernya Diary of Jane kok keren, iya keren kan. Kapan aku bisa bikin cover kek gitu? Hahaha. Mampir coba kalian ke Hyderia dia yang bikinin covernya. Wkwkwk. Ini ID line kalau kalian mau add oanya (@eeu0901k)

Terus kalau kalian nanya, inikah pemberitahuan penting itu? Nope. Pemberitahuannya ada di part selanjutnya.

R.M.D.K #2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang