*Setelah menggantungkan cerita ini berbulan-bulan*
******************************************************
Kompetisi yang rencananya akan kami ikuti minggu depan, jelas menjadi batal begitu ada tragedi yang menimpa Andra. Raka, Sheilla, dan aku sendiri merasa cukup kecewa tapi tidak mungkin kami meneruskan ikut kompetisi. Itu tampak seperti kami sangat egois dan mengkhianati Andra. Ian, orang yang tampak paling kecewa di antara kami semua. Padahal dia tidak ikut berkompetisi dan hanya sebagai pendamping, bahkan dia sempat bertanya apa perlu dia menggantikan Andra. Sayangnya, permintaannya langsung Raka tolak dengan nada yang sedikit tidak enak didengar.
"Memangnya sepenting itu kompetisinya? Sampe lo gak rela banget buat ngelepasin satu kesempatan padahal kami semua lagi sedih gara-gara temen kami abis kecelakaan. Lo sendirian aja yang ikut kompetisinya. Gue sih ikhlas."
Sekejap itu juga Ian langsung bungkam dan meninggalkan ruang band tanpa sepatah kata apapun. Tampaknya juga, Ian cukup kesal terbukti dari beberapa hari ini dia sama sekali tidak muncul di ruang band.
Raka yang tampaknya cukup dekat dengan Andra terlihat sangat terpukul dengan kondisi Andra saat ini. Meski aku masih tidak menyukai Raka tetapi kemarin kuputuskan untuk menanyakan kabar Andra padanya. Katanya, kondisi Andra masih sangat kritis serta masih berjuang antara hidup dan mati. Dia juga mengingatkanku untuk tetap datang latihan hari ini, tampaknya dia tahu niatanku untuk membolos latihan.
Tak cukup disibukkan dengan masalah yang terjadi di syndrome band, aku juga harus berurusan dengan semua keparnoan Mona. Aku tidak tahu kenapa dia tiba-tiba berpikir jika kasus Andra ini adalah awal dari teror. Dia mengatakan jika kecelakaan Andra ini disengaja. Tapi ... coba pikirkan lagi? Mungkin pelakunya terlalu kaget sehingga tanpa pikir panjang dia mengebut atau bisa saja itu musuh rekan bisnis papanya. Apa hubungannya kecelakaan Andra dengan band kecil yang sama sekali belum punya nama?
Aku tahu, Mona mungkin masih trauma dengan kasus Aldo dan Misa. Mungkin dia belum bisa lupa kenangan ketika dia hampir mati. Tapi ini adalah hal yang harus dipikirkan secara rasional. Apa juga alasan untuk mengincar anak-anak band? Memangnya kami band sekelas Avenged Sevenfold apa?
Khari juga memperparah dengan menakut-nakuti jika ini ulah dari hantu ruang band yang sering jadi gosip murahan itu. Mona memang tidak percaya tapi perkataan Khari membuatnya lebih parno padaku. Dia mengatakan mungkin ada oknum yang memanfaatkan menggunakan gosip hantu untuk meneror semua anak band. Aku benar-benar tidak tahan mendengarnya.
"Lo yakin ntar mau latihan? Pulang aja lah. Lagian juga kan kalian ya gak jadi tampil."
Aku melirik Mona yang sudah mulai parno lagi. "Jangan lebay, Mona." Aku menepuk kedua pipinya yang membuat bibirnya manyun.
Mona menyingkirkan tanganku dengan kesal. "Gak percayaan sih kalo dibilangin. Kalo lo mati kasihan mama papa lo udah bayarin sekolah mahal-mahal."
Khari memasang seringai jahilnya. "Tuh makanya dengerin Mona. Mati lo mati, Matt."
"Biasa aja bilang matinya. Gue tahu lo ngarep gue mati tapi gak segitunya juga," ucapku sembari memberi Khari dan Mona tatapan sinis.
"Tuh sadar," balas Khari.
***
Niatan Mona untuk menghentikkanku latihan terbukti gagal, tapi juga tidak gagal sepenuhnya. Aku sedari tadi menyuruhnya pulang dengan Khari namun dia menolaknya keras-keras dan memaksa melihat aku latihan.
Jujur saja, ada perasaan bahagia yang sangat ingin kututupi saat ini. Bagaimana tidak? Seorang Ramona Andrew yang selama ini cuma menganggapku tidak lebih dari seorang teman, kini memberikan aku banyak perhatian dan terus mengkhawatirkanku. Lelaki manapun yang menjadi aku pasti sudah berteriak-teriak kegirangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
R.M.D.K #2 [END]
Misterio / SuspensoMatthew Jeffrey, satu di antara ratusan siswa yang beruntung menjadi vokalis di band sekolah tanpa melalui proses audisi. Matt mengira mendapat hal yang cukup istimewa, menjadi bintang utama dengan mudah. Awalnya, semua memang baik-baik saja. S...