Epilog

276 39 11
                                    

Hal paling memalukan yang pernah aku alami adalah ditembak, dan kejadian itu sedang terjadi sekarang.

Aku tidak tahu dengan cewek-cewek lain, tapi bagiku ini sangat memalukan. Bagaimana mungkin Matt bisa-bisanya menembakku di tengah lapangan dengan sekumpulan murid yang baru saja akan berlarian karena upacara telah selesai. Hal pertama yang ingin aku lakukan adalah kabur. Sayangnya, Khari dan David sudah mencekal tanganku dan menggeret ke depan.

"Please, jangan dong," mohonku ke Khari dan David.

"Ayo, Mon. Kasihan calon pacar lo di depan sendirian," kata Khari tanpa melepaskan cekalan tangannya.

"Dia udah latian seminggu, dari di rumah sakit loh, Mon. Masa lo tega sih?" goda David.

Astaga, pasti ini ide gila dari dua orang ini. Aku berusaha melepaskan cekalan mereka sampai ada bekas memerah di tanganku.

Parahnya lagi, guru-guru bahkan Pak Kepala Sekolah masih ada di sini, belum lagi para satpam yang mulai tengok-tengok. Ya Tuhan, kenapa sih aku bisa suka sama cowok ini?

Belum lagi teriakan-teriakan manja seantero sekolah. Malunya ini sudah sampai ke ubun-ubun.

"Mona, sorry ya kalau selama ini aku nyebelin, suka bikin kamu sensi, suka bikin kamu marah, bikin cemburu juga. But, I love you, Mon," ucap Matt dengan mic yang dia colong entah dari mana.

Aku berusaha menutupi wajah dengan topi yang bertengger di atas kepalaku. Ah, jangan-jangan dia melakukan ini biar tidak ditolak olehku. Dasar Matthew Jeffrey! Mana dia pakai aku-kamu segala, alay banget.

"Aku tahu ini pernyataan cintaku yang kesekian kali, tapi aku gak peduli, mau kamu nolak aku. Aku masih sayang kamu, Mon. Mau gak kalau kita buat hubungan kita lebih serius lagi?"

Aku melirik ke arah Khari dan David yang ketawa-ketiwi sendiri. Ide siapa sih ini?

"Lo ngapain sih ngelakuin ini, Matt?" ucapku pelan.

"Biar lo ga bisa nolak gue," balas Matt dengan volume pelan, tahu-tahu wajahnya sudah berada tepat di depanku. "Jadi jawabannya?"

"Iya, iya gue mau, buruan deh selesein. Gue malu sampe ubun-ubun nih," jawabku pelan.

"Apa, Mon?" Matt bertanya dengan mic. Dasar sengaja banget, Matt.

"Iya. Mau."

Matt melepaskan topiku dan mengelus puncak kepalaku. Sial, hentikan hal-hal memalukan ini.

***

Aku menyusuri lorong. Hari ini Khari tidak masuk, rasanya sepi sekali tidak ada dia. Memang sih akhir-akhir ini dia seperti banyak masalah. Dari yang aku tahu, kakaknya sedang terlibat masalah. Entah apa itu, aku menunggu dia cerita sendiri.

Aku ingin sekali segera bertemu Matt dan David. Jujur saja, Matt menyebalkan karena kejadian di lapangan itu tapi dia benar-benar lucu. Setelah kejadian itu dia bercerita kalau dia malu sekali. Tuh kan, dia bilang itu idenya Khari dan David.

Mataku tak sengaja bertemu pandang dengan sosok cewek yang sempat kucemburui beberapa kali. Raya.

Langkah kaki aku percepat. Tidak ingin menyapa atau melihat cewek itu. Aku masih tidak suka. Meskipun cowok itu sudah berstatus jadi pacarku, bukan berarti cewek ini tidak bisa merebutnya. Apalagi pembicaraan di toilet itu masih aku ingat sampai sekarang.

"Halo Mona," sapa Raya. Sial.

Aku tersenyum kecil dan meneruskan langkahku. Anehnya, tanganku dicekal dia.

"Kok buru-buru?"

"Kenapa?"

"Tadi malem lo tidur cepet ya?"

"Hah?"

"Matt bosen kemaren jadi gue ajak dia telponan."

R.M.D.K #2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang