Bisa ketemu gak nanti jam delapan, di gedung kosong. Tahu kan? Ada hal penting yang mau gue kasih tahu, jangan bilang ke yang lain.
Aku menghapus air mata yang masih membasahi wajah, mataku memicing melihat ponsel Matt yang menyala dengan sebuah pesan. Dari Ian. Mau apa dia cari Matt? Aku menoleh ke belakang, melihat Matt yang masih sibuk memesan makanan ke Bang Arip. Suara Bang Arip yang cempreng mengulangi pesanan Matt.
Apa lebih baik aku pura-pura tidak tahu ya? Menunggu reaksi Matt setelah membaca pesannya sendiri. Tapi ... apa lebih baik aku bilang ini ke Khari dan David ya? Menyuruh mereka memberi tahu Inspektur Terong itu. Aku tahu, Matt itu pasti tidak akan mengatakan apa pun setelah membaca pesan ini. Dia itu tipe cari mati tapi agak bodoh.
Aku menoleh sedikit ke belakang, Matt sudah berjalan kembali ke arahku.
"Mona mau terong sambal balado," ucapku tiba-tiba. Matt tersenyum dan kembali berjalan ke Bang Arip. Sial, ngapain sih aku nambah pesanan? Mana aku gak begitu laper, kan tadi sudah makan di rumah Samudra.
Vid, Ian sms Matt. Dia ngajak ketemuan Matt di gedung kosong itu. Lo telpon Inpekstur dong. Matt gak tahu kalo gue baca smsnya. Gue mikir, kita bisa nangkep penjahatnya malem ini dan biar Matt gak jadi korban.
Jantungku berdetak tak karuan. Rasa takut tahu-tahu sudah berkumpul menjadi satu. Aku sudah melakukan hal benar, kan?
Matt sudah duduk di hadapanku. Tangannya mengambil ponsel yang tergeletak di dekatnya. Diam-diam aku memerhatikan raut wajahnya yang berubah kaku. Aku memasang wajah tanpa ekspresi saat tiba-tiba Matt menatapku. Tangannya mengetikkan sesuatu.
Mon, gue udah telpon Inspektur. Sekarang lo telpon dia!
Aku membaca pesan balasan dari David. "Matt, gue mau nelpon dulu sebentar," kataku dan langsung berlari kecil ke luar.
Aku mengacak rambutku frustrasi dan mencari nomor telpon Inspektur Terong, ternyata aku masih menyimpannya. Untung saja, aku baru mengisi pulsa kemarin. Setidaknya bisa dipakai buat menelpon.
Suara tut tut menggema di telingaku. Cepetan dong diangkat.
"Halo," sapa suara bariton yang tidak asing di telingaku.
"Halo, Ins."
"Ins? Ini Ramona?"
"Inspektur maksudnya, biar cepet gitu. Iya ini Mona. Matt gak tahu kalo aku udah baca ... eh, saya pakai aku kamu gak apa-apa, kan? Gak gue elo kok," ada suara dehaman berat yang menyahutiku seolah dia tidak suka tapi tidak mau protes juga, "Matt tadi kayaknya balesin sesuatu gitu cuma rasanya dia pasti mau aja diajak ketemua. Isi pesannya itu ngajak ketemuan jam delapan di gedung kosong. Sebaiknya, gimana? Dibiarin ketemu atau enggak, Ins?"
"Ins, Ins, Ins, dikira saya ini insang ya? Terserah deh manggil apa aja, saya gak protes. Jadi gini, Mon, saya punya usul. Matt tidak tahu kan kalau kamu sudah baca pesannya?" tanyanya.
"Iya. Dia gak tahu kok," jawabku enteng.
"Nah bagus, jadi ngelihat dari sikapnya yang kadang sok pahlawan. Kalian berempat tuh beneran deh sok pahlawan semua. Jadi saya pikir, kita biarin dia ketemu. Tapi kita kuntit mereka. Kebetulan saya sedang tidak memakai seragam, teman saya juga ada yang sama saya. Kita ketemuan di minimarket dekat sekolahmu. Gimana? Kasih tahu David sama Kharita juga ya. Saya tahu ini mungkin berbahaya, tapi melihat dari kasusnya ... Matt bukan sasaran sebenarnya. Dan juga saya sedang menyelidiki latar belakang Samudra, dia punya adik perempuan yang sekolah di sekolah kalian. Wajahnya tidak asing, tapi saya lupa dia ini siapa."
Aku mengangguk-angguk padahal si Inspketur juga gak bakalan tahu kalau aku lagi mengangguk-angguk.
"Tapi kalau Matt dalam bahaya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
R.M.D.K #2 [END]
Misteri / ThrillerMatthew Jeffrey, satu di antara ratusan siswa yang beruntung menjadi vokalis di band sekolah tanpa melalui proses audisi. Matt mengira mendapat hal yang cukup istimewa, menjadi bintang utama dengan mudah. Awalnya, semua memang baik-baik saja. S...