ARTHA
Dua tahun lalu...."Ar!" Teriakan khas Billa menggelegar di ruangan meski tengah bising-bisingnya. Bahkan, telingaku rasanya hampir tuli meski aku sedang menyumbatnya dengan sepasang earphone. Aku hanya menoleh ke arah pintu dengan acuh tak acuh. Billa menggenggam selembar kertas HVS yang dilipat dua, dan mengangkatnya tinggi-tinggi, "Ar, lo harus liat ini!"
Sejurus kemudian, Billa sudah berlari dari pintu tersebut, dan semakin dekat denganku. Ia menempati kursi di sebelah kananku, dan menaruh kertas pegangannya tersebut ke atas meja, sementara aku masih saja tidak memedulikan, dan lebih memilih untuk memandang ke luar jendela.
Billa mengguncang tubuhku cukup kuat sehingga aku hampir hilang keseimbangan. "Ar, liat ih! Lo pasti excited banget buat ini!" Ujar Billa penuh semangat. "Artha, dengerin gue, ih!" Ia berteriak lagi, lalu menarik kedua kabel earphone-ku. Sehingga mau tidak mau, aku harus menoleh barang sedetik untuk mengacuhkannya.
Aku melihat kertas yang ia taruh di hadapanku. Ada tulisan sambung khas guru yang ditulis dengan pena biru: Siswa/i kls 9 yg ikut seleksi speaking: Billa 9-A, Anton 9-A, Artha 9-B, Difa 9-C, Azia 9-C, dan Tasya 9-C.
Aku diam sejenak, memandang Billa yang masih memasang wajah terlampau senang. "Kenapa sih, Bil? Cuma seleksi speaking gini, kok. Belum tentu gue kepilih tau, enggak? Lagian lawannya yang kayak lo sama Anton. Mana punya harapan," cerocosku pesimis.
Raut wajah Billa langsung berubah. Bibirnya mengerucut. "Ih, Artha, belum apa-apa lo udah pesimis. Come on, lo harus ikut seleksi juga! Senggaknya, Mister Yoke itu udah percaya sama lo kalau lo pantes ikut seleksi, Ar. Ya, ya, ya? Nanti pulang sekolah lo harus ikut seleksi! Tenang, cuma news reading kok. Kita pakai teks."
Setelah bicara sepanjang dan selebar itu, Billa hanya menepuk bahuku, kemudian beranjak pergi dari kursiku. Tapi, tidak tertinggal juga ia berteriak dari ambang pintu, "Pokoknya lo harus dateng nanti, Ar!"
Aku hanya berdesah dengan berat. Aku tahu aku tidak akan lolos seleksi. Sebenarnya bukan pesimis, tapi karena aku memang tahu bahwa aku tidak akan lolos. Bahwa aku tahu, skorku tidak akan melebihi angka yang akan didapatkan Billa dan Anton.
Billa memang selalu tergila-gila dengan segala sesuatu yang hubungannya dengan bahasa Inggris. Entah itu story telling, news reading, essay writing, atau apapun lah yang tidak aku mengerti. Semua koleksi novelnya adalah novel-novel impor, dari fantasi sampai romansa. Bahkan, pernah kulirik sekali, Billa menulis diarinya dalam bahasa Inggris. Entah karena menghindari orang cepat mengerti isinya, atau hanya karena ia menyukainya.
Tidak sepertiku. Aku bisa berbahasa Inggris, tapi tidak seahli Billa, dan aku tidak semaniak Billa yang suka bicara sendirian di kamar dengan bahasanya yang tidak dimengerti orang lain tersebut.
Tapi memang, kata orang, practice makes perfect. Billa selalu berlatih, dan kupikir, semua latihan-latihannya yang sudah membuatnya kelihatan seperti orang tidak waras itu hampir membuahkan hasil.
+ + +
"Yah, Ar, padahal gue berharap banget kalau lo yang bakalan nemenin gue buat kompetisinya," Billa meremas teks berita berbahasa Inggris di tangannya. Senyumnya getir. Semangatnya seakan hilang. "kan keren kalau nanti pulang-pulang diumumin, Artha Risabilla dan Ritha Arsabilla menang kompetisi news reading antar SMP se-Ciracas."
Aku terkekeh lalu mencengkeram kedua bahu Billa, "Bil, udahlah. Lo itu udah pas banget dapet pasangan speaking kayak Anton. So please, go home with a good news to me," Billa mengangguk mantap. "dan bawa kabar baik juga. Buat kak Gheo."
KAMU SEDANG MEMBACA
[TJS 1.0] Jakarta
Teen Fiction[The Jakarta Series 1.0] ARTHA: Satu tujuanku setelah masuk ke Organisasi Siswa Intra Sekolah: menjadi seorang Ketua OSIS. Aku harus memenangkan persaingan, seandainya aku terpilih menjadi kandidat Ketua OSIS nanti. Aku harus membuat Gheo melihatku...