Chapter 01 || The Crown ||

1K 67 1
                                    

Suara cicitan burung terdengar seiring dengan terdengarnya suara gonggongan anjing. Kedua binatang itu seakan saling bersahutan, menjawab sapaan mentari di pagi hari. Orang-orang terlihat sangat berbahagia menikmati pagi hari yang cerah seperti saat ini. Berlari pagi bersama anjing peliharaannya, atau bersama teman. Namun, ada juga yang sendirian.

Seorang perempuan tersenyum tipis melihat aktivitas pagi yang dilakukan beberapa tetangganya melalui jendela kamarnya yang terletak di lantai dua. Minggu pagi yang cerah memang bisa membuat siapapun akan ikut senang. Tidak ada pikiran tentang pekerjaan, tugas rumah, atau hal-hal yang menganggu lainnya. Hari libur adalah waktunya untuk bersenang-senang.

Rambut coklat gelap milik perempuan itu bergerak saat kepalanya menoleh ke arah pintu yang baru saja dibuka oleh seseorang. Seseorang yang sudah menemani hidupnya selama bertahun-tahun. Seseorang yang juga sudah dianggapnya sebagai orangtua, kakak, bahkan keluarga oleh perempuan itu.

"Pagi yang cerah," ucapnya dengan senyuman menghias di bibirnya. Perempuan itu tidak menjawabnya, ia kembali memandang keluar jendela. Mengabaikan seakan hanya ia sendiri yang ada di kamarnya.

Seseorang yang baru saja masuk itu melangkah menghampiri perempuan yang matanya masih memandang ke depan, tepatnya ke luar jendela. Ruang kosong yang ada di samping perempuan itu terisi saat pemuda itu duduk di sampingnya. Mata coklatnya ikut menatap apa yang sedang ditatap perempuan itu.

Rupanya perempuan itu sedang memperhatikan apa yang sedang terjadi di depan rumah tetangga mereka.

Seorang anak perempuan dengan rambut pirangnya sedang menangis sambil memegangi lututnya yang berdarah. Gadis kecil itu baru saja terjatuh di halaman rumahnya yang dihias dengan batu-batu kecil.

Tak lama, seorang pria paruh baya berlari dengan tergesa-gesa dari dalam rumah, diikuti dengan perempuan paruh baya yang menyandang sebagai istrinya.

"Kau tidak apa, sayang?" Tanya pria paruh baya itu. Nadanya yang khawatir terdengar jelas dari perempuan yang masih memperhatikan keluarga yang harmonis itu.

"Akan Ibu obati di dalam," raut wajah sang istri juga ikut tak kalah khawatir.

Gadis kecil itu menggeleng, menolak ajakan ibunya untuk masuk ke dalam. Tangisannya semakin kencang, masih dengan menggelengkan kepalanya.

"Ada apa?" Tanya seorang laki-laki, rambutnya sama dengan si anak perempuan. Tangan kanannya ia gunakan untuk mengucek matanya. Anak laki-laki itu baru saja terbangun karena mendengar kencangnya tangisan adik perempuannya itu.

"Kau mau kugendong?" Tawarnya setelah melihat apa yang menyebabkan adiknya menangis. Gadis kecil itu langsung mendongak. Senyumannya mengembang lebar saat matanya bertemu dengan sang kakak. Mengangguk antusias, gadis kecil itu mengangkat tangannya.

Anak laki-laki itu langsung memutar matanya malas, tapi langsung berjongkok di hadapan sang adik. Gadis kecil itu langsung bangkit dari duduknya, menubruk punggung belakang sang kakak. Kedua tangan kecilnya langsung melingkar di leher sang kakak.

Kedua orangtuanya hanya tersenyum melihat anak perempuan mereka yang sudah masuk ke rumah dalam gendongan sang kakak.

"Kau tidak apa, Ness?" Ada rasa cemas di balik pertanyaan pemuda dengan mata coklat itu.

Tidak ada jawaban yang dilontarkan oleh perempuan di sebelahnya.

Hening.

Perempuan itu hanya terdiam, matanya masih menatap lurus ke depan. Kosong. Tidak ada ekspresi yang ditunjukkan oleh wajah pucatnya.

Pemuda itu tersentak begitu melihat perubahan warna mata pada perempuan di sampingnya. Mata yang tadinya berwarna hijau seperti batu zamrud, kini berubah menjadi merah darah yang kental.

The Unknown Princess (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang