Chapter 12 || Unwanted Memories ||

546 35 7
                                    

Warning! Typo's everywhere...

***

Sosok gadis kecil berdiri di depan cermin yang tingginya tiga kali lipat dari tingginya sendiri. Senyuman tak henti-hentinya terukir di wajah manisnya. Mata hijaunya berbinar, seakan dirinya adalah gadis kecil paling beruntung di seluruh dunia.

Sosok gadis kecil itu tersenyum lebar saat ibunya masuk, lalu berdiri di belakangnya. Gadis kecil itu bisa melihat pantulan ibunya yang ikut tersenyum ke arahnya. Senyum ibunya tidak luntur saat kedua tangan panjang ibunya memeluk tubuh mungilnya dari belakang. Ibunya harus membungkuk agar bisa memeluk dirinya.

Gaun panjang yang dipakai ibunya terlihat sangat cocok di tubuhnya. Warna gaun yang dipakai ibunya sama dengan gaun yang dipakai gadis kecil itu. Gaun panjang berwarna merah hingga menyentuh lantai.

"Kau tahu kenapa kau diberi nama Emeralda sebagai nama tengahmu?" Tanya ibunya lalu tersenyum.

Gadis kecil itu menggeleng dengan polosnya. "Karena warna matamu mengingatkanku dengan batu emerald. Batu yang sangat indah walaupun terlihat dari jarak jauh, tapi..." Ibunya memutar tubuh anaknya supaya menghadapnya. Wanita paruh baya itu lalu menyamakan tingginya dengan gadis kecilnya.

"Akan jauh lebih indah jika dilihat dari dekat," sambungnya.

"Bukankah warna mata Ibu juga sama sepertiku?"

Ibunya tersenyum mendengar pertanyaan polos anaknya. "Memang, tapi punyamu jauh lebih indah," jawabnya.

Gadis kecil itu menatap manik mata milik ibunya. Warna hijaunya lebih terang dari miliknya. Setelah puas menatap mata ibunya, gadis itu memutar tubuhnya, menatap pantulannya di cermin, tepatnya bagian matanya.

Gadis kecil itu memperhatikan warna matanya yang hijau gelap. Berbeda dengan ibunya yang hijau terang. Gadis kecil itu langsung memutar tubuhnya menghadap ibunya lalu tersenyum.

"Kau benar, Bu," ucapnya dengan mata yang berbinar. Ibunya tersenyum lalu kembali berdiri tegak. Tangannya terulur untuk menggandeng tangan kecil putri kecilnya.

"Kau sudah siap?" Gadis kecil itu mengangguk yakin.

***TheUnknownPrincess***

Ruang makan yang luas di kerajaan Valletta disulap menjadi lebih mewah dari biasanya. Malam ini, Max mengundang adiknya untuk makan malam bersamanya. Makan malam yang biasa dilakukan satu tahun sekali.

Aness berlari kecil seraya mengangkat gaunnya yang menjuntai ke lantai, senyumnya merekah melihat orang yang ditunggunya. Tubuh kecil Aness langsung menubruk bocah laki-laki seumurannya. Bocah itu berambut coklat dengan mata biru. Baju khas kerajaan sangat pantas dipakai bocah kecil itu.

"Aku rindu padamu, Douglas. Kenapa kau jarang ke sini akhir-akhir ini?" Tanya Aness setelah melepaskan pelukannya. Bocah laki-laki itu menoleh ke kursi makan di mana ayahnya duduk. Pria berjanggut itu hanya tersenyum.

Bocah laki-laki itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aku sibuk," jawabnya. "Kau tahu 'kan pelajaran yang harus aku pelajari?"

Aness mengangguk. Senyumnya kembali muncul saat dirinya mengingat seseorang yang juga dia rindukan. "Dimana William?" Tanyanya. Mata hijau Aness mencari ke sekeliling ruang makan, tapi dirinya tidak menemukan orang yang dicarinya.

"Aku di sini!"

Aness tersenyum melihat William yang berjalan menghampirinya. Pakaian yang dipakai William sangat persis dengan yang dipakai kembarannya. "Kalian berdua sangat mirip. Untung aku bisa membedakan kalian," ucapnya sombong.

The Unknown Princess (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang