Warning! Typo's everywhere...
***
Serena melepaskan pelukannya dari Aness dengan air mata yang masih mengalir banyak. Menumpahkan segala kerinduannya pada cucu satu-satunya itu. Pelayan perempuan yang masih berdiri di sisi lain ranjang Serena ikut menangis dalam diam melihat Putri Emerald. Jujur saja, pelayan perempuan itu juga merasa bersalah karena dirinya ikut menyaksikan persidangan pembuangan Putri Emerald. Namun, yang membuat dirinya lebih menyesal adalah karena dirinya yang tidak mempercayai Putri Emerald.
Berbeda dengan Aness, perempuan itu tidak menangis sama sekali, ia hanya tersenyum tipis saat Serena melepaskan pelukannya. Serena menoleh saat isakan kecil keluar dari mulut pelayan perempuan itu. "Maukah Putri memaafkan Hamba?" Tanyanya dengan isakannya.
"Karena sudah tidak mempercayai Putri," isak tangisnya semakin kencang saat dirinya mengatakan itu. Serena kembali menoleh kepada Aness yang saat ini malah menatap lurus ke depan. Pandangannya kosong ketika mendengar ucapan pelayan itu.
Aness ingat sekarang. Pelayan perempuan itu adalah pelayan setia Serena. Aness ingat pelayan itu saat ia berdiri di samping Serena saat persidangannya dilaksanakan. Memandangnya dengan tatapan tidak percaya.
"Entahlah," ujar Aness dengan dinginnya. Pelayan itu membeku di tempatnya, tapi isak tangisnya bertambah kencang saat mendengar jawaban Putri kerajaan itu.
Aness berdiri dari posisinya yang tadi duduk di pinggir ranjang. Perempuan itu memasang kembali tudung jaketnya. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantong jaket abu-abunya.
"Tujuanku datang ke sini hanya untuk menemui Nenek, bukan untuk membahas masa lalu," Aness memejamkan matanya, mencoba menghilangkan bulir-bulir air mata yang sudah berebut ingin keluar.
Rasa sakit dari luka yang belum tertutup masih bisa Aness rasakan dengan jelas. Otaknya terus memutarkan kejadian itu berulang-ulang. Tatapan jijik dan benci dari kedua orangtuanya. Tatapan ketidakpercayaan dan memandang rendah dari pengawal dan pelayan istana.
Bahkan orangtuanya memalingkan wajah saat dirinya yang masih kecil diseret paksa untuk keluar dari istana. Tidak ada tatapan mengasihani atau air mata dari kedua orangtuanya.
"Aku harus pergi." Aness melangkah tiga langkah ke depan, tak butuh waktu lama, Aness langsung melesat pergi keluar dari kamar Serena.
"EMMY!" Tangisan Serena kembali pecah.
Dengan cepat, Serena menyibakkan selimutnya. Kaki pucatnya berusaha turun dari ranjang. Keadaannya yang lemah malah membuat wanita tua itu terjatuh ke lantai marmer.
"Jolene, bantu aku mencari Emmy. Bantu aku mengejar cucuku!" ucap Serena dalam tangisnya. Seakan tersadar dari penyesalannya, pelayan perempuan itu menghampiri Ratunya. Membantunya berdiri dalam papahannya.
Sampai di depan pintu, kedua pengawal itu terkejut kaget melihat Ratu dan pelayan setianya bermandikan air mata. "Ratu tidak boleh keluar kamar, kondisi Ratu masih lemah," ucap salah satunya. Namun, dengan mudah ucapan itu diabaikan oleh Serena. Tatapan matanya menyuruh Jolene untuk tetap membantunya melangkah.
"Emmy," lirihnya.
Langkah demi langkah berhasil Serena tempuh dengan bantuan Jolene. Pengawal yang melihat kesusahan Ratunya, dengan cepat melesat untuk memanggil Ratu Rosetta.
"EMMY!" Pekiknya masih dalam isakan tangisnya.
Pendengaran vampire yang tajam membuat beberapa vampire lainnya penasaran, sudah ada lima pelayan dan beberapa pengawal yang sampai ke depan kamar Serena. Penasaran dengan apa yang sedang terjadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Unknown Princess (On Hold)
VampirePutri dari kerajaan vampire yang memegang tinggi kekuasaan dari kerajaan vampire lainnya. Hidupnya yang bahagia sekejap berubah menjadi tragis saat dirinya disalahkan atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Dicibir... Dipandang ji...