Chapter 13 || First Met ||

371 28 3
                                    

Mata Aness menjelajah ke sekitarnya. Kamarnya tak banyak yang berubah, hanya ada beberapa barang yang diganti. Seperti kaca tinggi yang menempel di dinding, diganti dengan kaca berbentuk oval yang ada di atas meja. Ranjangnya masih tetap sama seperti dulu. Sepertinya hanya kaca tingginya saja yang diganti. Semuanya masih tetap sama.

Kamar Aness bernuansa putih. Warna yang dulu ia sukai. Namun, Aness tidak yakin jika dirinya masih menyukai warna putih. Sekarang Aness lebih menyukai warna gelap. Baginya, hidupnya monoton, sudah tidak lagi berwarna.

Langkah Aness terhenti di sisi ranjang, tangannya meraba seprai yang membalut ranjangnya. Halus, sama seperti dulu. Perlahan, Aness mendaratkan bokongnya. Matanya terpejam sambil mencium aroma kamar tidurnya. Aroma yang sama seperti dirinya.

Aness kembali membuka matanya. Menarik napasnya dalam-dalam. Pikirannya sangat lelah saat ini, dan Aness ingin beristirahat untuk sementara waktu. Dibaringkannya tubuhnya ke ranjang. Matanya terpejam, dan perlahan tapi pasti, Aness terlelap dalam tidurnya.

***TheUnknownPrincess***

Vincent dan Romero terdiam dalam keadaan canggung. Saat ini mereka berdua sedang berhadapan dengan keluarga Valletta. Keluarga vampire yang paling tinggi derajatnya. Sudah tiga puluh menit mereka diam tanpa ada yang berbicara. Romero sendiri bingung, sebenarnya apa yang dia lakukan di sini.

Romero dan Vincent dipanggil ke ruang kerja sang Raja, katanya ada yang ingin dibicarakan, tapi apa?

Suara dehaman membuat suara di kepala Romero berteriak senang. Akhirnya sang Raja berbicara. "Jadi," ucapnya lalu kembali terdiam. "Siapa yang menyelamatkan puteriku?" Tanyanya.

"Kau bukan?" Tanya Rosetta seraya menatap Vincent di manik mata coklatnya. "Melihat Emmy sangat mempercayaimu," sambungya.

Vincent mengangguk. "Benar, Yang Mulia," jawabnya. Pria itu menatap sebentar sosok Ratu yang sangat mirip dengan Aness, mereka berdua terlihat seperti kakak beradik bukan ibu dan anak.

"Bisa kau menceritakan bagaimana kau menemukannya?"

Vincent menarik napas panjangnya. Tak lama ia mulai bercerita. Saat air matanya yang langsung terjatuh ketika pertama kali melihat tubuh kecil Aness yang meringkuk di dalam batang pohon yang telah keropos dalamnya, hanya menyisakan kulitnya saja.

Malam itu, langit sedang tidak bersahabat. Hujan turun sangat deras, angin bertiup dengan kencangnya, dan petir yang menyambar-nyambar. Vincent yang saat itu sedang beburu, langsung menghentikan perburuannya. Cuaca yang seperti itu, tidak memungkinkannya untuk berburu.

Belum jauh dirinya keluar dari hutan, telinganya menangkap suara isakkan. Suara itu samar-samar terdengar karena derasnya hujan. Penasaran, Vincent memutuskan untuk mencari sumber suara isakkan itu. Hingga suara semakin terdengar jelas saat Vincent berdiri di depan pohon tumbang.

Kepala Vincent melongok ke dalam pohon, matanya terbelalak melihat adanya gadis kecil meringkuk di dalamnya. Vincent mengusap wajahnya, menghapus air hujan yang merusak pandangannya. Tangan Vincent langsung bergerak untuk membelah pohon itu.

Darah kering di baju gadis itu memudar tepat saat Vincent membelah pohon itu secara hati-hati. Pakaian di bagian punggung gadis kecil itu robek, membentuk garis lurus yang tidak beraturan dengan luka yang masih belum kering.

Air mata Vincent jatuh menetes, bercampur dengan air hujan yang membasahi wajahnya. Tangan Vincent menyentuh gadis kecil itu, tapi gadis kecil itu malah menghindarinya, menjauh darinya.

"Tidak apa, tenanglah. Aku ingin membantumu." Gadis kecil itu sedikit lebih tenang saat mendengar ucapan Vincent.

Tidak menunggu waktu lagi, Vincent langsung menggendong tubuh gadis kecil itu dengan hati-hati. Dalam dekapannya, Vincent hanya memegang bokong dan leher gadis kecil itu, berusaha untuk tidak menyentuh punggungnya.

The Unknown Princess (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang