Warning! Typo's everywhere...
***
Aness duduk di gazebo yang menghadap langsung ke arah taman istana. Matanya menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Saat dirinya masih tinggal di sini, gazebo ini adalah satu-satunya tempat favorit Aness yang ada di kerajaan Valletta. Selain tamannya yang indah, gazebo ini terletak tak jauh dari danau buatan. Aness juga sering memberi makan angsa-angsa liar yang ada di sana.
Ingin sekali Aness menemui neneknya saat ini juga, tapi keberaniannya hilang seketika saat dirinya melihat wanita paruh baya yang sedang berbicara dengan salah satu pengawal pribadi neneknya.
Setelah serpihan perak di tubuh Vincent berhasil dikeluarkan, Aness langsung berjalan ke kamar neneknya. Namun, Aness memutar tubuhnya saat melihat wanita dengan rambut yang sama seperti dirinya.
Darahnya seketika mendidih, jantungnya berdetak berkali-kali lipat lebih kencang. Bayangan wanita itu terlintas dengan jelas di kepalanya. Bagaimana wajah wanita itu saat membuangnya. Saat mengusirnya karena kesalahan yang tidak pernah ia lakukan.
Ibunya.
Ibunya sendiri yang mengusirnya. Menganggap dirinya seperti sampah yang tidak ada gunanya, sampah yang harus dibuang karena merusak pemandangan. Ibunya bilang jika dirinya sangat memalukan untuk keluarga Valletta.
"Keadaan Ratu Serena semakin memburuk," Aness tersadar dari dunianya sendiri ketika dirinya mendengar obrolan dua pengawal yang baru saja melewatinya.
"Dia tidak ingin dikunjungi oleh dokter sekarang. Para pelayan yang mengantarkannya makanan langsung diusir begitu saja, hanya Jolene yang diperbolehkan masuk," Aness memfokuskan pendengarannya pada dua orang pengawal yang sedang mengobrol. Mereka berjalan dengan santai sambil menikmati pemandangan taman.
"Ratu Serena hanya menginginkan Putri Emerald," ucap pria dengan rambut pirangnya, pria itu sedikit lebih tinggi dari pria berambut coklat di sampingnya.
"Jika saja Raja dan Ratu tidak mengusir Putri, kondisi Ratu Serena pasti akan baik-baik saja. Sekarang lihatlah akibat dari perbuatan mereka di masa lalu. Mengusir darah daging mereka sendiri,"
Pria berambut coklat menimpali ucapan pria berambut pirang. Mendengar apa yang diucapkan pria berambut coklat itu, membuat Aness bertanya-tanya, apakah mereka sudah menyadari jika itu semua bukanlah kesalahannya?
"Mereka menyesal bukan?" Tanya pria berambut coklat sambil menoleh pada temannya.
"Ya, karma selalu ada," ucap pria berambut pirang yang diangguki oleh pria berambut coklat.
"Jika aku jadi Putri Emerald, aku tidak akan kembali menemui mereka lagi. Walaupun salah satu dari keluarganya sekarat."
Aness langsung melesat setelah mendengar perkataan pria berambut coklat yang menurutnya sedikit kejam. Aness tidak mungkin setega itu, dia masih punya hati. Mata Aness mengawasi dua pengawal yang berdiri di depan pintu kamar Serena. Matanya hanya terpaku pada dua pengawal di sana.
Aness menunggu waktu yang tepat untuk masuk ke dalan sana. Dalam hatinya ia berdoa supaya aksinya tidak tertangkap mata siapapun. Aness tersenyum tipis ketika dirinya melihat satu pelayan dengan baki kosong di tangannya yang baru saja keluar dari kamar Serena.
Aness tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Secepat angin, sebelum pintu tertutup, Aness langsung melesat masuk ke dalam. Dua pengawal itu saling pandang ketika mereka merasakan desiran angin yang melewatinya. Tak lama salah satunya menggeleng, memastikan tidak ada yang salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unknown Princess (On Hold)
VampiriPutri dari kerajaan vampire yang memegang tinggi kekuasaan dari kerajaan vampire lainnya. Hidupnya yang bahagia sekejap berubah menjadi tragis saat dirinya disalahkan atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Dicibir... Dipandang ji...