Alexa
Tepat satu tahun lalu, ijab qabul meluncur lantang dari bibir Arya. Aku, memangku Lovita, berlinang air mata.Juna, pria yang delapan bulan lalu jadi pacarku, berada di posisi sama seperti sekarang, memberi sapu tangan dengan kerut tipis di ujung alis, tak bertanya, hanya menyodorkan.
Aku yang sedang egois, tidak sempat memikirkan perasaan Juna. Seutuhnya tersedot ke atas panggung, cemburu melihat Arya dan Winona, merayakan ulang tahun pertama pernikahan.
Keduanya saling memagut lengan, bersilang, menyodorkan gelas berisi cairan merah ke bibir pasangannya. Aku, di sini, masih Alexa yang sama, yang hatinya tercabik melihat kemesraan Arya-Winona.
Ternyata, satu tahun tidak cukup melepas nama Arya dari hati. Aku bukannya tidak berusaha. Setengah mati. Berusaha menghindari pertemuan dengan Arya dan intens bersama Juna. Nyatanya, nihil. Bagaimana tidak, jika yang kubayangkan tiap Juna menggenggam, memeluk, mengecup, adalah Arya. Jika yang kuimpikan hampir setiap malam adalah Arya. Jika yang rutin kudoakan kesehatan dan kebahagiaannya adalah Arya. Seorang teman yang berprofesi psikolog mengatakan bahwa semua yang kualami terjadi karena ada yang belum selesai.
Sekian lama kurenungkan sesuatu yang belum selesai itu. Sebab cinta pertama, kah? Sebab tahu perasaan Arya, kah? Sebab penyesalan, kah? Penyesalan menolak ajakan Arya kawin lari? Mengkhianati Papa dan mengecewakan banyak orang?
Seharusnya logikaku jalan. Tidak. Jawabannya adalah tidak. Cinta pertama bisa dilupakan. Banyak yang menikah bukan dengan cinta pertama, namun tetap bahagia dengan pasangan pilihan Tuhan. Aku tidak menyesal tahu perasaan Arya. Aku lega cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Dan aku tidak menyesal menolak ajakan Arya untuk kawin lari. Sebab dunia, bukan tentang aku. Masih ada Papa, Winona, kedua puteri Winona, juga Juna. Tidak hanya itu, impianku menjadi terkenal punah. RR tak menganggapku ada. Fauzan tak memuji peranku. Namaku tak tertera sebagai nominator salah satu ajang festival film. Aku dan Juna tak berkesempatan menjadi Rising Star. Semua itu seharusnya cukup untuk sebuah kata selesai. Atau lebih besar lagi, cukup untuk sebuah kata iklas. Iklas melihat Arya-Winona bahagia. Iklas menjadi kekasih Juna.
Lalu, ketika berpikir iklas, kenapa masih menangisi Arya? Cemburu pada Winona. Belum utuh mencintai Juna. Aku benci diriku yang belum selesai. Jika perasaan memiliki remote, aku pasti sudah meng-off kan perasaan ini. Atau jika hati bisa dibongkar pasang, aku pasti sudah mendaur ulang atau memasukkan ke dus lalu buang ke laut lepas. Selesai.
Tetapi ini terlalu nyata. Aku masih di sini. Masih menangisi pria lain disamping pria yang mencintaiku. Aku ini... menyedihkan.
"Shall we dance?" suara berat Juna menyapu gendang telingaku, meng-cut segala pikiran yang mengepung benak. Aku menoleh lambat, mengangguk, tersenyum canggung, dan Juna dengan sabar menghapus sisa lelehan air mataku.
Rupanya seremoni perayaan ulang tahun pernikahan Arya-Winona telah memasuki puncak. Pemangku hajat dan para undangan memenuhi lantai dansa, gemulai mengikuti irama. Sekilas kulihat senyum Arya dan Winona mengembang. Wanita itu menatap Arya penuh cinta. Pasangan serasi. Seharusnya aku bahagia Arya berhasil jatuh cinta pada Winona. Nyatanya, dadaku tercabik oleh rasa cemburu. Kutekan rahang demi menekan gejolak 'kurang ajar' ini lalu menyender di dada Juna.
Dada Juna, area paling nyaman saat ini. Dada yang hangat dengan degub teratur yang lembut. Dada yang menyimpan finger print-ku, mengubah Juna yang brengsek menjadi bak kerbau dicucuk hidung. Di dada itu pula aku menangis saat tiba-tiba merindukan Arya. Anehnya, Juna yang dulu sensitif dan arogan, tidak terusik. Dia tak ragu memberi dadanya, membelai rambutku tanpa bertanya. Seolah otaknya memiliki alat transfer pada kebisuanku, memiliki daya pembersih yang mampu menyapu topan emosi.
Kadang, aku ingin jujur pada Juna. Mengatakan bahwa lebih dari separo hatiku milik Arya. Namun, kenapa mulutku terkunci tiap sorot Juna membentuk tanya? Seolah kerongkonganku terjepit. Aku, si egois yang tidak mampu mendapat Arya pun melepas Juna.
YOU ARE READING
No One, But You
RomanceSeharusnya Alexa bahagia. Impian menjadi rising star terwujud. Ditambah limpahan cinta Juna yang menjadikannya istimewa. Namun, hati Alexa tetap gersang, tanpa Arya di sisinya. Juna tahu dirinya menyedihkan. Mencintai wanita yang mencintai pria la...