Destiny Part 1

78 6 0
                                    

Alexa


Welcome, Indonesia.


Kubuka risleting jaket begitu melalui Garbarata. Suhu hangat dengan kelembaban tinggi kembali menyapa.


Di sampingku Rena menarik koper kabin sambil masih cerita soal masa kecilnya. Aku mendengarkan sambil sesekali tertawa. Di pesawat, kami tidak banyak ngobrol sebab pesawat malam sehingga lebih memilih tidur.


Wajah gadis berkulit kuning langsat itu nampak berseri. Tidak sedikitpun garis kelelahan membayang di wajah cerianya. Bagaimana tidak, jika, sudah satu setengah tahun dia tidak pulang. Bisa kubayangkan bagaimana rindunya Rena ke Bu Sari dan Santi. Di tambah, tak lama lagi, satu anggota keluarga baru bakal muncul menyempurnakan kebahagiaan. Betapa Tuhan Maha Adil, di antara ujian hidup dengan sakitnya Bu Sari, Tuhan memberi kebahagiaan dengan mengembalikan anak yang hilang dengan cara tak terduga.


Ya. Arya sudah menerima kenyataan itu. Dia tidak ikut pulang bersama kami karena masih harus menyelesaikan proses administrasi. Dua hari lagi Arya menyusul. Dapat kubayangkan keharuan yang bakal menyelimuti rumah sederhana Bu Sari ketika saat itu tiba.


Sejak Arya menerima kenyataan, aku menganggap Rena seperti saudara. Dia gadis yang menyenangkan. Begitupun Santi. Dari bandara, aku memilih ikut Rena ke rumahnya, sebab besok aku kembali syuting di Lembang.


"Huaah, akhirnya." Rena merentangkan tangan setelah melewati pemeriksaan imigrasi. "Legaaa... welcome, Indonesia," tukasnya semringah.


"Di sini memang sorga, ya, Lex. Pemeriksaannya nggak ribet." Gadis itu kembali tertawa. Aku menanggapi dengan ikut tertawa.


Ya, Australia memang ketat pemeriksaannya. Baik akan masuk atau keluar negara tersebut. Aku jadi ingat, ketika datang, masuk ke jalur tiga yang harus melalui pemeriksaan anjing. Untung Juna melalui jalur dua, yakni pemeriksaan isi koper, meski agak ribet tapi aku bersyukur, sebab Juna takut anjing. Saat pulang, sama ketatnya, kami harus mengeluarkan segala isi kosmetik, parfum, atau peralatan mandi, yang ada dalam koper kabin atau hand bag. Belum lagi harus melalui pemeriksaan paspor digital. Pasporku sempat bermasalah, tidak dapat melalui digital check in, hingga terpaksa masuk lewat jalur kru. Aku senyum-senyum sendiri membayangkan pengalaman itu.


"Lex." Senyumku mendadak redup melihat yang menepuk bahuku. "Nggak ngenalin aku ke Rena?" Juna tersenyum miring. Jantungku serasa pindah ke perut. Cukup lama aku tidak melihat senyum itu. Beberapa hari terakhir Juna terlihat tegang.


"Eh, iya, Ren, ini Juna," cetusku grogi.


"Akhirnya kenalan juga dengan aktor favoritnya Santi." Rena terkikik. "Sejak kemarin aku bertanya-tanya, kok, nggak dikenalkan," sindirnya menatapku geli.


"Alexa nggak suka aku dekat-dekat perempuan selain dia," sesumbar Juna yang membuat irama jantungku berlari kencang.


Rena tergelak. Meski mungkin hatinya bertanya, 'lho, bukannya sudah putus'. Untungnya Rena tidak membahas itu.


"Kamu langsung pulang, Lex?" tanya Juna sambil mengambil koper besarnya lalu memberikan ke Ruly.


"Emmm, ke rumah Rena dulu," jawabku tanpa melihat dia, sebab masih berusaha menormalkan irama jantung.


"Aku ikut, ya." Mendengar ucapan Juna, irama jantungku kian berlari. Ya, Tuhan, kenapa jadi begini? Kenapa aku merasa seperti ini setelah tidak bersama dia?


"Boleh, dong." Rena yang menjawab. Tangannya mencekal troli berisi tas dan beberapa bungkusan oleh-oleh. "Kata Santi, dia anggota arjunalovers," imbuh Rena setengah berbisik. Juna tersenyum jumawa.

No One, But YouWhere stories live. Discover now