Chance

84 5 0
                                    

Juna
Seharusnya gue di Bali lima hari. Mumpung Bagas sama cuti. Tetapi saat ini gue justru duduk di ruang rapat RR alih-alih dipanggil Mister Junot dan Rachel. Terry bilang rapat mendadak yang penting atau rapat penting yang mendadak. Entahlah. Yang pasti gue keki. Gue terpaksa balik semalam Dua hari lebih cepat dari seharusnya. Padahal Bagas sudah gue booking nemenin surfing dan dancing all night long di Pub FX. Nyatanya cuma sempat surfing dua kali. Tanpa dancing-dancing. Mungkin ini cara Tuhan menghindarkan gue dari dosa.


"Kulit lo gelap gitu." Sindir Terry begitu masuk ruangan. Ujung bibirnya tertarik ke samping. Khas Terry kalau sedang ngenye orang.


"Kan, gue izinnya lima hari, kenapa disuruh balik sekarang. Yah, masih gelap, lha," balas gue keki. Sejujurnya gue masih malas canda-candaan.


"Santai, bro, bete lo bakal ngilang begitu Mister Junot ngomong. Proyeknya keren." Terry tersenyum misterius. "Tapi..." Terry menelisik sesaat, "kalau lo menghitam gini, bisa cepat nggak ya, syutingnya," tukas Terry seolah bicara pada diri sendiri.


Gue kibas tangan malas jawab.


"Hai, pagi..." teguran cukup nyaring dengan nada suara yang gue akrabi membahana dari arah pintu masuk. Olivia. Eh, kenapa ada dia?


Olivia menghampiri gue, cipika-cipiki, lalu menghampiri Terry, cipika-cipiki, dan duduk di sebelah gue.


"Habis surfing, Jun?" tanya Olivia sambil mengamati gue atas bawah.


Gue balas dengan menaikkan kedua alis dan mengedikkan dagu.


"Sama Alexa?" tanya Olivia lagi.


Mendengar nama Alexa, jantung gue mencelus.


"Pas aku berangkat, Alexa belum kelar syuting," jawab gue kaku. Cuma itu yang kepikiran. Gue nggak mikir gimana kalau nanti, entah kapan, Olivia bertemu Alexa, lalu dengar kabar gue sudah tidak dengan dia. Mau ditaruh mana muka gue? Ah, masa bodoh, gimana nanti.


Belum sempat nanya kenapa Olivia ikutan rapat, terdengar suara menyapa dari arah pintu. Gue dan Olivia sontak berdiri. Mister Junot masuk diikuti Rachel, Vera, dan.... mata gue nyaris copot. Alexa.


Mister Junot menghampiri dan menyalami gue dan Olivia lantas duduk di kursi kebesarannya. Sementara gue masih kaku dan bingung harus bagaimana. Alexa menghampiri Olivia cipika-cipiki.


Apa yang harus gue lakukan? Otak gue mendadak tumpul. Baru saja gue kepikiran bagaimana suatu hari nanti Olivia tahu gue sudah tidak dengan Alexa. Ternyata saat itu dipercepat. Ya, Tuhan, begini banget hidup gue.


"Apa kabar, Jun?" tanpa gue sadari Alexa sudah menempelkan pipinya. Refleks gue tarik dia. "Jun," tegur dia.


Ya, Tuhan. Gue baru saja seperti terbang ke surga. Merasakan kembali kehangatan tubuh dia. Wangi apel rambutnya. Sentuhan kulitnya di pipi gue. Dan, blast! Menghilang begitu saja secepat embusan angin.


Alexa memilih duduk di samping Terry berhadapan dengan gue. Gokil, kenapa Olivia yang duduk di samping gue? Gue berkeringat. Dada gue masih berdegub tidak karuan.


*


Alexa


Juna mendekapku. Aku sesak. Kami tidak seharusnya begini.


Aku tidak mengira bertemu dengannya di ruangan ini. Ratih hanya mengatakan Mister Junot memanggil. Bukan rapat seperti ini.


Tadi pagi saat akan masuk lift, aku bertemu Vera yang datang berbarengan denganku. Dia juga akan ke atas. Kupikir dia sama dipanggil Mister Junot. Salahnya, aku tidak bertanya. Aku memang masih malas bicara. Aku sedang introspeksi diri, jadi lebih banyak bicara pada diri sendiri.

No One, But YouWhere stories live. Discover now