Chapter 14 (b)

906 77 0
                                    

#Now Reading
Ksatrio dan Tuan Putri by Rapsodiary

×××

Langit terlihat mendung ketika dua gadis cantik itu tengah melintasi anak demi anak tangga yang menjadi penghubung antara koridor kelas sebelas jurusan Ipa dengan koridor kelas sebelas jurusan Ips yang berada di lantai satu.

"Yakin nih, nggak mau nebeng?" tanya gadis berambut pendek itu lagi, kepada sahabat yang sedang berjalan beriringan dengannya itu ketika sebelumnya ia sudah mendapati mobil yang disupiri oleh pak Damang—supir pribadi keluarganya, di dekat gerbang sekolah.

Prilly mengangguk, "Iya, lo duluan aja. Lagian bentar lagi juga Bunda pasti jemput kok." jawabnya meyakinkan pada Rana yang sejak tadi tak hentinya memaksa dirinya agar nebeng bareng Rana.

"Yakin? Tapi kayaknya ini mau ujan deh, soalnya mendung gini. Ntar kalo nyokap lo lama dateng, lo bakal nunggu sendiri dong?"

Gadis itu memang selalu tidak tega jika mengetahui kalau sahabatnya itu harus menunggu jemputannya seorang diri, sementara sekolah sudah sangat sepi mengingat bel sudah berdenting belasan menit lalu.

Naprillya terkekeh, "Yakin. Lo duluan aja, bawel." cetusnya santai. Dan hal itu mau tak mau membuat Rana mendengus.

"Oke, gue cabut dulu. Selamat menunggu jemputan, bebek." setelah berucap seperti itu, Rana kemudian segera bergegas berlari menuju gerbang sekolah dan meninggalkan Prilly yang sedang dengan mata membola.

Sepersekian detik, gadis itu tertawa kecil pula. Dia melambaikan tangan pada Rana sebelum akhirnya Rana memasukki mobil hitam metalik yang kemudian perlahan menghilang dari jangkauan pandangannya.

Diliriknya jam yang terlingkar di lengan kiri, sampai sekarang Bunda masih belum menampakkan batang hidungnya. Malas menunggu jemputan di luar gerbang, Prilly akhirnya membawa langkahnya ke arah mading sekolah yang berada di koridor sebelas Ips—tempatnya sekarang berada.

Lebih baik ia menunggu Bunda sambil membaca bahan bacaan yang tertempel di sana. Lagi pula langit juga terlihat cukup gelap karena mendung, dengan hanya berdiri di koridor sekolah tentunya ia tak akan basah terkena hujan jika sewaktu-waktu hujan merembes turun menghantam Jakarta.

Lima menit.

Sepuluh menit.

Mobil bunda belum juga ia lihat meski sesekali sudah menengok ke arah gerbang sekolah. Mungkin macet, begitu pikirnya. Merasa bosan, gadis itu membuka resleting tas ransel miliknya dan mengeluarkan headset putih dan juga ponsel berwarna senada dari sana. Setelah menutup kembali resleting tas, ia pun segera mencolok ujung headset tersebut pada lubang yang berada di salah satu sisi ponselnya.

Lagu milik Coldplay berjudul Hymn for the weekend menjadi musik pertama yang ia pilih untuk didengar. Sesekali kepalanya mengangguk dan kakinya disentakkan mengikuti setiap irama lagu yang mengalun di kedua telinganya. Namun, ia masih tetap fokus membaca kata demi kata disalah satu kertas yang sudah dibuat sedemikian rupa hingga sangat menarik untuk dilihat dengan judul 'Tips belajar dengan baik" yang sepertinya baru ditempel oleh para redaksi mading di sekolahnya hari ini—ia sempat melihat para anak mading menempelkan sesuatu di majalah dinding sekolah pagi tadi omong-omong.

Bahkan untuk yang kesekian kali ia menoleh ke arah gerbang untuk memastikan apakah Bunda sudah datang untuk menjemputnya, mobil Bunda yang sudah ka ketahui jenisnya belum juga teronggok di sana. Tapi meski begitu, Prilly tetap sabar menunggu.

Irama musik yang kini sudah berganti dengan lagu milik coldplay yang lain kini menguasai pendengarannya. Dan ia sangat menikmati setiap lirik dan irama dari lagu tersebut, hingga saking terlalu menikmati alunan lagu, ia tak sadar bahwa ada sepasang mata milik seorang murid laki-laki yang memandangi dirinya dari koridor yang berseberangan dengan koridor tempat ia berpijak sekarang. Lelaku itu terlihat mengerutkan dahi ketika melihat sesuatu yang 'aneh' pada rok abu Prilly yang notabene-nya sedang berdiri membelakanginya.

Heart BreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang