Chapter 13 (b)

822 78 0
                                        

#Now Reading
No Control by Snizzleboo_

×××


Sementara itu pada dimensi Prilly, tanpa lelaki yang duduk di hadapannya itu sadari, Prilly tak henti-hentinya menghirup napas dengan dalam kemudian dihembus secara perlahan.

Berusaha agar tetap terlihat biasa saja, meski nyatanya ia menyembunyikan segala kegugupan yang menelusup ke dalam dirinya. Kali ini, ia terus mensugestikan diri agar percaya diri. Dan tidak berlaku seperti yang sudah-sudah—selalu menghindari Ali.

Setelah beberapa menit bergeming, akhirnya Prilly memilih untuk membuka suara, "Eum, Kak."

Reflek, ia menegang ketika pandangannya bersibobrok dengan yang dipanggilnya barusan. Namun, sebisa mungkin ia menyetabilkan debaran jantungnya yang tidak stabil.

Aliandra masih tidak mengeluarkan suara. Yang ia lakukan hanya menatap gadis di hadapannya saat ini dengan kedua alis yang terlihat seperti sepasang ulat bulu yang dinaikkan.

Prilly yang mengerti maksud dari tatapan yang menyiratkan tanya 'ada apa' itu kemudian berdeham pelan, sebelum akhirnya berkata "C-Cuma mau bilang, makasih soal yang.. tadi pagi," sumpah demi apapun, ia gugup setengah hidup.

Sementara itu, lawan bicaranya—yang sejak tadi masih tak bersuara, kini berganti menatapnya dengan satu alis yang diangkat. Sejauh ini sih, yang Prilly tau hampir semua laki-laki menggunakan alis tebal mereka sebagai penghantar isyarat tanpa minat untuk mengeluarkan suara; dan itu terkesan sok, kegantengan.

Tapi, untuk lelaki satu itu sepertinya pengecualian. Karena Prilly memang tidak menampik bahwa wajah tampan milik kakak kelasnya itu termasuk dalam kategori yang didambakan para kaum hawa—bahkan termasuk dirinya.

Prilly kembali berdeham, kemudian menghela nafas panjang. Lalu melanjutkan kalimatnya, "S-Soal yang ta—"

"Santai aja, gausah tegang begitu." Untuk pertama kalinya Ali bersuara dengan menginterupsi kalimat Prilly yang belum selesai. Membuat Prilly terdiam, suara bass laki-laki itu bahkan seperti alunan lagu yang enak untuk enak sekali didengar.

Dan untuk pertama kalinya, setelah sekian lama, akhirnya ia bisa berbicara dengan kakak kelas ganteng itu. Oh, sekarang tanggal berapa? Ingatkan Prilly untuk menulis kejadian langka hari ini dibuku diary miliknya.

"Gue.. cuma mau bilang makasih karena udah ngembaliin flashd—"

"Gue nggak ngerasa pernah minjem flashdisk sama lo." Lagi, Ali memotong ucapan Prilly. Ucapan gadis itu terkesan ambigu di pendengarannya.

Si gadis menggeleng kuat. Dalam hati ia merutuk diri sendiri yang tak berpikir dua kali untuk mengucapkan kata-kata yang tepat. Oke, sebenarnya menurutnya tepat sih, tapi kak Ali saja yang gagal paham atas ucapannya. "Gak kok. Maksudnya, karena udah nemuin flashdisk itu dan bahkan ngembaliin—eh maksud gue—"

"Iya, gue paham. Gue udah ngerti tanpa lo selesain kalimat lo."

Ditempatnya, gadis bersweater abu misty itu kembali dibuat terdiam. Percayalah, saat ini ia merasa mati kutu. Tak tau harus berbuat apa.

"Ada.. lagi?" Tanya Ali, datar.

Meski samar-samar tersirat seperti mengharapkan Prilly agar kembali bersuara. Atau, tersirat keinginan agar Prilly lekas beranjak dari dekatnya.

"Oh- sekalian mau minta maaf karena udah nabrak Kakak tadi pagi. Sumpah itu gue nggak sengaja." Jelas gadis itu ketika teringat kejadian saat ia tak sengaja menabrak tubuh tegap kak Ali, ada nada rengekan di sana. Namun, siapapun bahkan Ali sekalipun tau bahwa gadis itu berucap dengan tulus.

Heart BreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang