■14 [ R I V A L ]

254 43 4
                                    

Matahari semakin terik, radiasinya jelas terasa menyengat di atas sini. Entah kenapa hari ini jam istirahat lebih lama dari biasanya. Aku mengetuk-ngetuk botol yoghurt yang tinggal sedikit lagi. Baik aku maupun Daehyun mendadak jadi canggung saat ini.

Daehyun tak banyak melakukan kontak mata denganku, dia lebih banyak diam dan ini benar-benar membuatku tak terbiasa. Butuh beberapa detik dan berulang kali untuk membuatku yakin bahwa Daehyun telah berubah.

Ini bukan Daehyun yang kukenal.

"Apa kau telah memulainya?" tanyaku akhirnya. Aku yakin Daehyun tahu maksudku.

"Ya. Aku bukan tipe orang yang suka menunggu." jawabnya santai.

Ya, kau malahan terlalu terburu-buru.

"Jika kau sudah memulai sebuah awal, kurasa akhirnya takkan baik untuk kita berdua." simpulku.

Dia meneguk yoghurt nya sampai habis. Sepertinya ada begitu banyak hal yang ia pikirkan saat meminumnya. "Aku bukanlah seorang yang bodoh meremehkan sebuah hubungan persahabatan meski aku terkadang memang idiot dan lebih banyak bermain...

aku menunggu pernyataan 'sialan' nya,

...tapi jika pada akhirnya aku harus kehilangan Eunji, sepertinya akan ada banyak hal yang harus aku korbankan, termasuk dirimu. Untuk itu, aku takkan main-main." ungkapnya.

Aku tak percaya. Kami telah berteman sejak sekolah menengah pertama pada tahun kedua dan dia memutuskannya begitu saja detik ini hanya karena kita menyukai perempuan yang sama?

Daehyun, kau... benar-benar berubah.

Aku menggeleng kecil, "Daehyun, kau tak ingat masa-masa kita bersama? selama ini apa yang kau lakukan denganku? kau pikir, itu semua hanya terjadi dalam 1 musim?" ingatku mencoba mengulur keputusannya.

"Aku begitu ingat dengan jelas. Tapi jika untuk masalah hati, kurasa aku paling sensitif. Sejujurnya selama hidupku sampai sekarang aku menemukan hatiku merasakan yang berbeda pada Eunji. Jika aku kehilangannya, itu menyakitkan." jelasnya bersikukuh.

Aku masih tak terima, "Jika kau kehilangan aku? kau tak merasakan apapun? hah? "

"Mungkin saat inilah yang orang lain katakan sebagai pengorbanan terberat. Apa kau pikir ini mudah untukku juga?" umpannya balik.

Dan mungkin inilah yang orang lain katakan tentang cinta yang buta.

Tapi hatiku mungkin tak sepenuhnya peduli. Karena aku tak ingin kehilangan Eunji juga. Tapi hatiku juga tak sepenuhnya menerima kenyataan bahwa persahabatan kita harus berakhir karena menyukai wanita yang sama.

"Kita jalani saja. Kau dan aku saling beri peluang, dan biarkan semua berjalan sampai Eunji memilih salah satu diantara kita." simpulnya. Seketika aku geram, dia sudah tak peduli lagi pada persahabatan ini.

Dia membuang botol yoghurtnya ke sembarang arah dan bangkit berdiri, "Jika kau tetap ingin mempertahankan persahabatan kita, kau harus rela jika Eunji jadi milikku. Dan sebaliknya, aku harus rela jika Eunji jadi milikmu dan selanjutnya kita bisa baik-baik saja seperti biasa. Tapi itu takkan pernah terjadi. Jika kau benar-benar menginginkannya maka lakukan duluan dan menyerahlah." ujarnya melumpuhkanku.

Dia pergi tanpa mengajakku bersamanya. Kenyataan ini seketika melukaiku. Dia berhenti sejenak, "Terima kasih yoghurt dan sandwichnya. Aku harap ini bukan terakhir kalinya. Berjuanglah, karena aku akan lebih berjuang." setelah mengatakan itu, dia melanjutkan langkahnya. Dia tak berbalik lagi, tidak sama sekali.

••••

Aku memasuki kelas, Daehyun duduk di kursinya dengan pandangan kosong. Sesaat kemudian dia menyadari aku yang berdiri di ambang pintu. Aku balik menatapnya, beberapa detik kemudian refleks kami memandang ke arah Eunji yang sedang mengerjakan sesuatu dengan sangat serius di bangkunya.

❄FREEZE❄ [Daeji X Jaeji] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang