Bab 7 : Tamparan Kenyataan

57.5K 5.7K 207
                                    


Abi memasuki basecamp—tempat di mana ia dengan mudah akan menemukan pelipuran. Yeah, mulut receh teman-temannya jelas tak ada duanya di dunia ini. Dan otaknya yang sumpek membutuhkan obrolan receh itu agar ia tak gila.

Lagipula, ia memang tak memiliki siapapun selain mereka. Dan mau tak mau, Abi memang harus ke sini. Ibarat kata, inilah rumahnya, setelah flat sunyi yang ia tinggali, 

Dan benar, saat Abi tiba di sana, Gilang dan Fattan sedang semangat mengolok-olok Arkan.

"Untung lo datang, Bi." Sambut Fattan antusias. Mengabaikan pelengosan Arkan dan kerutan samar di kening Abi. "Tau nggak sih lo?" kemudian pemuda itu terkekeh

Dan dengan santai Abi menjawab dengan nada datar. "Nggak."

"Mampus lu!" pekik Arkan kesenangan ketika Abi memutuskan duduk di sebelahnya. "Gue udah punya temen yang bakal bela gue! Pas kita, dua lawan dua!"

"Apaan sih lo?" Abi mendelik saat Arkan merangkul bahunya. "Udah cuci tangan belom lo?"

"Monyet!" Arkan mendengus sebal, lalu menjauh dnegan mencipta jarak dengan Abi yang tampak sewot kali ini. "Lo kalau kangen sama dewi padi jangan gue jadi tumbal. Kesel gue. Apa-apa gue. Iya, apa-apa memang gue yang salah." Cerocos Arkan hiperbolis.

Yang entah mengapa langsung bisa membuat Abi terpingkal. "Drama banget hidup lo, men!" kekeh Abi melempar Arkan dengan botol kosong.

"Ya, tapi bener ya? Kalau si dewi padi lagi menghilang?" Fattan ikut bertanya. "Soalnya kata Satria semalam lo nyatroni si bawel Tissa. Kita 'kan semua tau, nyari Tissa tuh adalah pilihan terakhir dengan efek samping darah tinggian."

Abi tertawa kembali mendengar ocehan Fattan. Mereka semua memang tahu, berurusan dengan Tissa hanya akan membuat capek mental. Selain itu juga akan menambah banyak beban penyakit. Tetapi semalam Abi terpaksa menemuinya, karena satu-satunya teman yang dimiliki Riza adalah perempuan sadis seperti Tissa.

"Bukan ngilang, dia lagi di Bandung nemenin bokapnya ngurus yayasan di sana." jelas Abi santai.

Dan Gilang langsung menggodanya telak. "Ciyeee ... tau banget ya sekarang aktifitasnya doi."

"Iya dong, Abi mah apa atuh, seleranya yang kalem-kalem." Timpal Fattan menggoda. "Enggak perlu bohay sih kalau Abi mah, yang penting jalannya nunduk. Kalau kata pujangga mah, wanita yang baik adalah dia yang menyembunyikan kecantikannya pada dunia. Dan memberikan keindahan itu hanya pada mereka yang siap menjadi suami."

"Anjing!"

Serempak semua mengumpat geli. Bahkan Fattan sendiri memegang perutnya, saking menyadari benar, bahwa omongannya begitu absurd.

"Sumpah, nggak bisa gue bersyair ya? Asem gitu rasanya lidah gue." Celoteh Fattan kembali.

Abi hanya menggelengkan kepala saja, lalu meraih ponselnya untuk melihat pesan Line yang di kirimkan Ariza beberapa saat yang lalu. Abi juga sudah membalasnya, namun belum ada tanggapan balik dari perempuan itu.

Ariza Sativa : Kamu di kampus, Bi?

Dan balasan Abi adalah :

Aku di tempat anak-anak. Kamu udah pulang?

Dan pesannya hanya dibaca saja. Riza belum membalasnya.

Benar, seharusnya hari ini Riza sudah berada di Jakarta. Sebab sesuai perkataan gadis itu, tadi malam mereka—Riza dan keluarganya—telah bertolak dari Bandung menuju Jakarta. Berikut dengan Raffa yang mengesalkan itu.

Tapi ya, mau bagaimana lagi? Raffa merupakan kekasih Riza. Mereka menjalani hubungan yang bahkan telah diperkenankan oleh di kolot Reyhan—ayah Riza. Ck, peduli setan dengan kekurang ajaran. Abimanyu memang tak pernah di didik untuk memahami makna sopan santun itu. Sebab tak pernah seorang pun bersikap santun padanya.

One More TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang