Tiga

7.2K 392 64
                                    

Delvin menatap gue lebih dalam dan berusaha membaca pikiran gue. Dia mendengus dan memutarkan bola matanya. "Iya, Kak Jessi pacarnya Arkan. Kenapa? Gue iri deh sama Arkan, Kak Jessi bisa jatuh ke tangannya, sedangkan gue yang ngincer Kak Jessi malah diabaikan," curhat Delvin dramatis. Gue terdiam, tidak berminat untuk merespon jawaban Delvin. "Kenapa lo tanya gitu? Jangan-jangan..."

"Jangan-jangan apaan, jangan sok tau lo. Udah deh, gue mau ke kelas. Bilangin Abel kalau gue ke kelas duluan. Satu lagi, jangan kangen," goda gue dan berlalu meninggalkan Delvin yang cengo.

*****

Gue menatap hampa lembaran di tangan gue. Lembaran nama kelompok kesenian. Kelompok 2 mencantumkan nama gue, Delvin, dan... Arkan? Gue satu kelompok sama Arkan? Tenggorokan gue meradang seketika. Ada gerakan aneh yang bikin gue seneng tanpa sebab hanya dengan membaca nama Arkan. Ini di luar perkiraan. Bu Nuril, guru seni melotre nama sekelas dan akhirnya gue sekelompok dengan mereka berdua.

"Fin, kelompok 2 ya? Gue kelompok 3 anjir, sama Bintar," kata Abel tiba-tiba yang juga membawa lembaran yang sama.

"Bintar? Ya ampun, jodoh kali ya lo sama Bintar," goda gue.

"Apaan sih, sembarangan kalau ngomong," protes Abel. "Idih, lo sekelompok sama Delvin, Arkan? Buset, lo di kelilingi cowok keren," tambah Abel.

"Udah biasa, malah gue bosen sama si Delvin." Gue memilih mengabaikan nama 'Arkan'.

"Woy, kelompok 2 seni siapa aja? Gue nggak dapet kertasnya. Dimas, lo fotocopy berapa sih kok gue nggak dapet," protes Delvin dan akhirnya terjadilah perdebatan antara Delvin dan Dimas, si ketua kelas.

"Jangan ribut, elah. Delvin, lo sekelompok sama gue sama Arkan," lerai gue.

Delvin menatap gue dengan mata berbinar-binar. "Serius lo? Gue sekelompok sama lo sama Arkan?" tanya Delvin.

Gue mengangguk. "Kalau nggak percaya lihat aja sendiri," tambah gue menyerahkan selembar kertas sebagai bukti.

Delvin meraih kertas yang gue berikan lalu membaca. "Yes, akhirnya gue masih sekelompok sama lo, Fin. Betewe,ntar lagi pasti Arkan makin akrab sama kita, akhirnya anggota kita nambah lagi," kata Delvin menyeringai.

"Terserah lo deh," kata gue singkat.

"Fiona, lo sekelompok sama gue kan?" tanya Arkan yang mengejutkan gue. Gue nggak langsung menjawabnya.

"Iya, lo juga sekelompok sama gue juga," kata Delvin mewakili gue. Gue cuma memberikan seulas senyum pada Arkan dan Arkan membalas senyum gue, menciptakan suatu kendali yang membuat jantung gue berdetak lebih cepat.

"Ya udah, nanti bilang ke gue ya apa yang besok gue bawa," kata Arkan.

"Iya, nanti gue yang bagi tugasnya," kata gue tidak mau diam terlalu lama.

*****

Gue, Arkan, dan Delvin sudah siap dengan alat dan bahan percobaan kesenian. Gue bejongkok dan menatap Delvin yang sekali-kali bertindak jahil. Tanpa sengaja gue melihat ke arah Arkan yang sedang menghampiri dan di hampiri Kak Jessi.

Nih anak, bukannya ngerjain tugas kelompok malah ketemuan.

Mereka saling sapa, sesekali tersenyum dan tertawa. Gue memperhatikannya dan sampai akhirnya gue lebih memilih untuk memalingkan wajah saat Arkan memegang pinggang Kak Jessi, memeluk Kak Jessi dari belakang dan Kak Jessi membalas pelukannya. Rasanya ada yang mengganjal di hatu gue tapi gue nggak tau apa sebabnya.

Gue nggak mau dan nggak bisa lihat mereka berduaan terus-terusan, ini semacam menyiksa secara tidak langsung. Sekujur tubuh gue memanas, mata gue juga memanas dan buih-buih air di mata gue muncul. Dengan cepat gue menghapus air itu sebelum dia terjun bebas di pipi gue. Gue menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan, menstabilkan emosi gue yang sempat memuncak tidak jelas.

He(A)rt - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang