Empat

6.4K 360 34
                                    

Delvin meninggalkan gue yang masih betah di bangku. Gue memasang earphone dan melanjutkan membaca novel yang belum sempat gue tamatkan.

"Tumben lo nggak ke kantin?" tanya seseorang samar-samar. Gue mendongak dan menemukan sosok Arkan yang sudah berdiri di depan gue. Mata gue membulat. Dengan cepat gue melepaskan satu sisi earphone gue.

"Lo sendiri kenapa nggak ke kantin?" tanya gue menatap Arkan. Arkan mengedikkan bahu dan tersenyum tipis sebelum dia berlalu ke bangkunya.

Gue menoleh ke arah Arkan yang baru saja duduk di bangkunya. Senyum gue tiba-tiba mengembang tanpa gue kendalikan. Dengan cepat gue kembali menatap novel sebelum Arkan menyadari senyum gue dan parahnya Arkan nganggep gue orang gila yang senyum-senyum sendiri.

"Ngapain lo senyam-senyum gitu? Kesambet, Mbak?" tanya Abel yang tiba-tiba nongol di sebelah gue.

"Allahuma... Lo apaan sih! Ngagetin aja!" protes gue.

"Biasa aja kali, segitunya kalau kaget. Lo lihat apa sih? Ada yang lucu ya makanya lo senyum gitu?" tanya Abel.

"Apaan sih, gue nggak lihat apa-apa. Jangan sok tau jadi cewek, untung cantik." Gue kembali memfokuskan mata gue ke halaman novel yang terbuka.

"Bohong. Kalau lo nggak lihat apa-apa nggak mungkin lo senyum-senyum nggak jelas kayak gitu," kata Abel nggak percaya. "Mana Bintar?" tambahnya mengalihkan pembicaraan, lebih cepat dari dugaan gue.

"Bintar? Cie nyariin Bintar, cie. Bintar ke kantin noh sama si Delvin. Kenapa? Lo kangen sama Bintar? Cielah si Abel ternyata demen sama si Bintar," goda gue heboh. "Woy, gaes, ada hotnews, ternyata si Abel cinlok sama si Bintar," teriak gue. Murid kelas X-4 yang ada di kelas menoleh ke arah gue dan berbisik ke teman terdekatnya.

"Masa sih? Jadi mereka cinlok beneran?"

"Jangan ngomong cinlok woy, gue jadi laper!"

"Buset, itu mah cilot bukan cinlok, bego."

"Serius lo? Ya ampun, ini mah hotnews banget."

"Njir, si baby Bintar ditikung, gaes."

"Bel, jan lupa traktirannya ya, Bel."

"Lo suka sama Bintar? Terus nasib gue gimana, Bel?"

Gue tertawa dan semakin tertawa saat Abel melotot. "Sabar, Bel. Gue dukung lo kok sama si Bintar. Gue kan Abel Bintar shipper," goda gue.

"Shipper pala lo," protes Abel yang bikin tawa gue semakin meledak.

"Kenapa sih? Kok pada heboh?" tanya Delvin yang baru dateng dari kantin. Bintar juga kelihatan bingung dengan kehebohan seketika di kelas.

"Vin, lo tau, si Fiona..."

"Abel naksir sama Bintar, Vin," kata gue memotong pembicaraan Abel. Bintar dan Delvin membulatkan mata dan memasang ekspresi kaget.

"Sumpah demi apa lo suka sama Bintar, Bel?" tanya Delvin.

"Enggak, itu gosip buatannya Fiona. Fin, lo tanggung jawab elah, gue nggak naksir sama Bintar, beneran," kata Abel panik dan bikin gue ngakak lihat ekspresinya. Jahat banget ya gue hari ini.

"Woy, jangan baper, Tar," goda Delvin pada Bintar yang terdiam di sebelahnya. "Bohongan kali, gue tau Fiona cuma bercanda," tambahnya.

"Apaan sih, siapa juga yang baper? Gue nggak baper, jangan sok tau," protes Bintar.

"Cielah si Bintar salah tingkah, anjir. Jangan-jangan lo pada emang sama-sama suka ya? Delvin, ntar kita ditraktir nih," kata gue.

"Apaan sih, Fin. Udah ah, gue males ngomongin ini," kata Abel pasrah dan menuju tempat di sebelah Arkan. "Arkan, Fiona jahat" katanya mengadu.

He(A)rt - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang