Sembilan Belas

4.1K 210 37
                                    

Seisi kelas sontak menoleh. Sedetik kemudian mereka berlari sekencang mungkin untuk segera mencapai bangku masing-masing. Gue melihat ekspresi Bu Ani, guru agama yang killer-nya luar biasa. Sudah bisa dibaca kalau beliau sangat marah.

Delvin dan Alif hanya cengo melihat beliau yang baru saja mereka kagetkan. "Maaf, Bu. Salah target," ucap Delvin. Mereka pun nyengir dengan ekspresi polos lalu berlari menuju bangkunya.

Bu Ani hanya menggelengkan kepala melihat muridnya yang membuat ulah. Untung saja beliau tidak menderita penyakit jantung, kalau beliau menderita sudah dipastikan beliau pingsan ditempat karena ulah Delvin dan Alif.

"Assalamualaikum." Rian berjalan dengan santainya, berjalan tanpa dosa dan penuh kemenangan. Dia merasa terbebas dari godaan Delvin dan Alif, temannya yang sering menggodanya tanpa kenal lelah. Setelah bersalaman dengan Bu Ani, Rian menuju bangkunya dan mendapati pelototan dari kedua teman seperjuangannya.

"Lo sih, Ra," bisik gue.

"Kok gue sih?" bisik Laura juga.

"Lo yang doain mereka salah target kan, sekarang jadinya salah beneran."

"Mana gue tau kalau jadinya gini, Fin," Laura menutup mulutnya, merutuki ucapannya beberapa menit lalu.

"Delvin, apa maksud mu mengagetkan saya?" tanya Bu Ani berusaha mengontrol emosi.

"Anu, Bu. Tadi mau ngagetin Rian, terus salah target ke Bu Ani, maaf," ucap Delvin nyengir.

"Untung saya tidak punya penyakit jantung, kalau saya punya kan saya sudah pingsan tadi," kata beliau.

"Iya, Bu. Maaf," ucap Delvin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kan kalau Bu Ani pingsan ada untungnya, Bu. Bu Ani bisa istirahat nggak capek nguruskn kamu, terus kami juga bisa ngerasain namanya jam kosong," kata Alif tanpa dosa membuat seisi kelas menatapnya datar.

"Berani sekali kamu ya, sudah mengagetkan saya sekarang malah bicara seperti itu," kata Bu Ani dingin seakan bisa membunuh siapa saja dihadapannya.

"Ya elah, salah lagi." Alif menyandarkan diri lalu merapikan rambutnya dengan sisir yang sudah ia siapkan di dalam saku. "Lo sih, kenapa juga ngehindar. Kan kasihan Bu Ani gegara gue sama Delvin salah target."

"Kenapa salah gue? Kan gue bener, ngejauhin kesesatan," kata Rian polos.

"Sesat pala lo," kata Delvin dan menjitak kepala Rian.

"Sudah, kalian bertiga jangan ribut," kata Bu Ani yang sudah tidak tahan mendengar perdebatan trio semprul. "Baiklah, saya akan memulai pelajaran hari ini."

****

Gue mengambil Iphone di sisi depan ransel, mencoba menghubungi supir agar cepat membawa gue pulang. Setelah gue mendapatkannya, gue kembali menyampirkan ransel gue dan menuju ke tangga. Siang ini Laura, Fani, dan Riska nggak nemenin gue nunggu di depan sekolah, mereka sibuk secara bersamaan dan membuat gue menunggu sendiri.

"Mau pulang?"

Gue mendongak, mendapati Fajar yang berdiri di ujung tangga. "Iya."

"Mau gue anter?" tanya Fajar.

"Enggak. Jangan, nanti Siska marah ke gue," jawab gue.

"Kok Siska?"

"Kan lo pacarnya Siska."

Fajar tersenyum hambar dan berjalan menghampiri gue. "Gue udah putus sama Siska, jadi lo tenang aja. Gue anter ya."

"Enggak, gue bisa sendiri." Gue berjalan secepat mungkin, meninggalkan Fajar yang bersikeras mengantar gue.

He(A)rt - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang