Dahi Sheryn berkerut, gadis itu bingung dengan jawaban gue yang setengah-setengah. "Keenan? Kenapa? Lo ada masalah sama Keenan?"
Gue menggeleng. "Bukan gitu, anjir. Gue kayak ngerasa ada yang aneh sama si Keenan," jelas gue masih setengah-setengah.
"Aneh gimana? Plis deh kalau mau cerita jangan setengah-setengah," ocehnya.
"Gue ngerasa setiap gue butuh bantuan, Keenan itu dateng tanpa bisa ditebak. Gue nggak tau dia udah berapa kali bantuin gue, udah sering banget gitu."
"Emang lo kenal sama Kenan?"
"Enggak, gue sama Keenan nggak kenal, cuma sekedar tau nama. Gue juga nggak yakin Keenan tau nama gue." Gue terdiam, mengingat kejadian semalam dimana Keenan membawa gue pulang dengan keadaan tak sadarkan diri.
"Kali aja dia kiriman dari Tuhan buat bantuin lo," katanya santai. "Udah, nggak usah dipikirin, kali aja kebetulan."
Mulut gue tertutup, tidak tau harus berkomentar apa lagi untuk menceritakan semua yang gue rasakan saat Keenan datang membantu gue. Gue melepas sepatu lau berbaring di brankar. "Lo nggak balik ke kelas?"
"Diusir nih ceritanya?"
"Ya enggak, kali aja lo mau ke kelas biar nggak dapat ceramah dari guru itu." Gue menatap langit-langit ruang kesehatan. "Terserah lo sih mau balik atau tetep disini. Disini aja deh, temenin gue."
"Enggak, gue ke kelas aja."
"Lah, kenapa? Bukannya lo paling males sama Ekonomi?"
"Iya sih, gue males banget sama pelajaran itu. Tapi kalau gue nggak ke kelas, gue nggak bisa ngelihatin David, hehe," kata Sheryn nyengir. Gadis itu bangkit dari duduknya. "Udah ya, gue ke kelas dulu. Istirahat nanti gue kesini lagi kok sama yang lain. Tidur gih, biar cepet sembuh."
"Tumben lo perhatian, biasanya juga nistain gue."
"Siapa yang nistain lo? Bukannya lo yang sering nistasin gue? Cepet sembuh biar lo bisa jadi mata-mata gue lagi."
"Syalan, udah sana," usir gue membuat Sheryn terkekeh. Gadis itu pun pergi dari pandangan gue. Gue menghela napas dan mulai menutup mata, mecoba berkelana di alam bawah sadar untuk menghilangkan pusing yang menyerang.
"Sini aja dah, temen sekelas lo disini juga, tuh tidur."
Gue membuka mata saat mendengar saat kegaduhan yang mengganggu rencana tidur cantik gue. Gengnya Lana, siapa lagi kalau bukan mereka yang membuat kerusuan? Mereka semua masuk ke dalam ruang kesehatan, kurang lebih ada sepuluh anggota, membuat ruang kesehatan seketika pengap karena terlalu banyak anak.
"Itu sakit anjir, masa gue harus pura-pura sakit biar bisa bolos pelajaran," kata Lana sembari menutup pintu ruang kesehatan.
Gue menatap sekeliling, disini hanya gue yang perempuan dan sisanya tidak lain adalah anggota gengnya Lana. Lana menatap gue jahil lalu mengunci pintu utama ruang kesehatan. Gue mendengus kesal saat mereka bergurau dan membuat keramaian.
Mata gue sengaja gue pejamkan, berusaha menghiraukan mereka yang kurang kerjaan. Bodo amat, anggap aja gue sendirian disini. Sebuah tangan memegang dahi gue, membuat gue langsung menepisnya kasar dan membuka mata was-was.
"Biasa aja, gue nggak bakal macem-macem." Keenan mengelus tangannya yang baru saja gue tepis. "Kenapa sekolah? Masih demam juga."
Gue tidak langsung menjawba, merasa bersalah karena baru saja membuat tangan Keenan sakit. "Sorry, gue kira siapa," ucap gue mengabaikan pertanyaan Keenan.
"Kenapa sekolah?" tanyanya dingin, seperti biasanya.
"Nggak enak di rumah, gue sendirian," jawab gue.
Keenan menarik salah satu kursi, duduk tepat di sebelah brankar. "Gue kemarin kan udah bilang jangan maksain diri."
Gue beranjak dari posisi berbaring menjadi duduk. "Gue nggak apa kok, cuma demam biasa, nanti juga sembuh."
Keenan bergeming. "Eri, sini," panggilnya. Eri yang merasa terpangil langsung mendekat dan menatap gue dan Keenan bergantian. "Beliin gue teh hangat di kantin, ini uangnya. Jangan khawatir, nanti gue kasih jatah buat lo."
"Kok gue? Kenapa lo nggak beli sendiri?"
"Bacot, udah buru." Eri hanya bisa pasrah saat berhdapan dengan manusia tidak bisa ditebak seperti Keenan. Dia membuka pintu ruang kesehatan lalu bergegas menuju kantin, seperti apa yang diperintahkan Keenan.
Gue dan Keenan saling terdiam dan hanya terdengar suara rusuh dari gerombolan Lana. Keenan menyandarkan diri di sandaran kursi, memasang headphone yang sedari tadi melingkar di lehernya. Keenan mengeluarkan smartphone-nya, meletakkannya di atas meja kecil di sebelah brankar yang sedang gue tempati. Tangannya menyilang di depan dada dan matanya muai terpejam, menikmati lagu yang ia putar.
"Lo ngapain sih disini? Gerombolan lo kan..."
"Terus kenapa kalau gue disini?" potongnya cepat, berhasil membuat gue bungkam. Matanya terbuka, menatap gue datar, sepeti biasanya. Tangannya membuka dua kancing atas seragamnya, membuat kaos putihnya terlihat.
"Keen, ini udah. Kembaliannya gue ambil ya?" tanya Eri yang datang dengan segelas teh hangat di tangannya.
Keenan mengangguk memberikan jawaban. Tangannya mengambil alih gelas yang ada di tangan Eri lalu memberikan gelas itu ke arah gue. "Minum, biar badan lo hangat."
Gue tidak langsung bereaksi, menatap Keenan bingung. Kenapa dia bersikap seperti ini? Kenapa dia selalu muncul disaat gue sendirian, disaat gue butuh bantuan? Banyak pertanyaan tanpa jawaban muncul di otak gue.
"Lo lupa kalau..."
"Kalau lo nggak menerima penolakan? Tenang aja, gue nggak lupa karena geng lo itu emang sekumpulan cowok pemaksa," celetuk gue. Keenan tersenyum tipis dengan tangan yang masih menyodorkan sebuah gelas ke arah gue, gue meraih gelas itu setelah sekian detik membiarkannya. "Makasih," ucap gue lalu meneguknya.
"Lo tau nggak apa alasan gue muncul disaat tertentu?" Gue berhenti meneguk teh hangat pemberian Keenan, memerhatikannya penasaran karena gue juga butuh jawabannya. "Karena gue..."
"Karena Tuhan selalu memberikan orang yang tepat disaat yang tepat meski harus sakit terlebih dahulu."
Sebenernya tadi mau publish sekitar jam delapan tapi mundur sampe jam segini gegara gue terlalu menikmati drama korea:'v Terus rencananya gue mau publish dua part sekaligus tapi gue lupa belum ngelanjutin jadi gagal deh rencananya:'v Heran gue, kenapa drama korea gampang banget bikin baper, lah kenapa Indonesia susah banget buat baper?:'v Ini kok malah bahas beginian ya, wkwk:v
Gimana? Semoga nggak mengecewakan ya, maklumlah masih kebayang dramanya:'v Btw, gue agak kaget sih sama respon readers tercintah. Awalnya gue mikir pas mau munculin sosok 'Keenan', gue takut aja readers kagak setuju dengan munculnya si 'Keenan' dan ternyata pada setuju sama dia, wkwk seneng gue:v
Ini sudah terlalu banyak bacot, maafkan:v Semoga suka ya, tetep dukung 'He(A)rt' okai:v Jangan lupa vote sama comment yaa, see you~
KAMU SEDANG MEMBACA
He(A)rt - [SELESAI]
Teen FictionApa kalian mempercayai cinta pada pandangan pertama? Fiona mengalaminya. Ia mencintai Arkan, sangat mencintainya. Sayangnya, sifat mereka berkebalikan. Arkan juga tidak pernah peduli pada perasaan Fiona yang menunggunya begitu lama. Terlebih ketika...