Empat Puluh Tiga

2.3K 174 18
                                    

Sheryn menatap gue dan Arkan secara bergantian. Sedetik kemudian, Arkan mendekat, menatap gue sekilas lalu menatap Sheryn. Tidak ada yang mengawali percakapan, sampai akhirnya Arkan membuka suara. "Lo bawa laptop, kagak?"

Tai nggak, tadi dia manggil nama gue, tapi sekarang dia nanya ke Sheryn, bukan ke gue. Lah tadi kenapa nama gue yang dipanggil? Kenapa bukan namanya Sheryn aja yang dipanggil? Kalau misalnya tadi nama Sheryn yang dipanggil, gue nggak bakal kesenengan gini.

"Gue?" tanya Sheryn menunjuk dirinya sendiri.

"Iya, elo. Gue kan ngomong sama elo, Sheryn," jawab Arkan kembali datar.

"Lah kenapa tanya gue? Bukannya lo tadi manggil Fiona, bukan manggil gue?" Pinter, Sheryn mah juara kalau urusan beginian. Dia lagi sehati sama gue makanya dia ngerti apa yang ada di pikiran gue.

"Bawa kagak?" tanya Arkan mengalihkan pertanyaan Sheryn. "Cepetan, bawa kagak? Ngabisin waktu tau nggak. Kalau lo nggak bawa, gue cari yang lain."

"Iya, bawa. Ada di tas gue, lo ambil aja sendiri."

Ini gue berasa jadi obat nyamuk ya nggak? Daritadi diem mulu, kagak diajak ngobrol. Sabar, Fin, sabar. Sheryn temen lo, ya kali cemburu cuma gegara beginian, ya kali cemburu sama temen sendiri.

"Nggak apa nih, gue buka buka tas lo?" tanya Arkan agu.

"Udah, nggak apa kok. Ambil sendiri, gue males ke atas lagi. Yuk, Fin, udah ditungguin Lana disana," kata Sheryn menarik tangan gue. Peka banget ya nih cewek, sayang David nggak pernah peka kalau Sheryn sayang banget sama dia.

"Eh, tunggu," cegah Arkan.

"Apa lagi sih, Kan? Gue sama Fiona udah ditunggu Lana disana." Sheryn berkacak pinggang, mungkin dia mulai kesal.

"Lo bawa laptop kagak?"

"Kan gue udah..."

"Iya, gue tau kalau lo bawa laptop. Sekarang gue tanya ke Fiona, bukan lo. Fin, lo bawa laptop?" Mata gue langsung membulat saat menyadari nama gue disebut. Lah, akhirnya gue nggak dikacangin lagi, dikacangin itu nggak enak kawan-kawan.

"Gue?" tanya gue memastikan.

"Iya. Bawa laptop?" Gue mengangguk sebagai jawaban. Bukan jual mahal atau semacamnya, mulut gue memang beku kalau diajak ngobrol sama si Arkan. Biasanya gue bisa bebas ngomong apa aja tanpa disaring, tapi ngomong sepatah kata aja nggak bisa kalau lawan bicaranya itu Arkan. "Ya udah, lo gabung ke kelompok lo sana, biar gue yang ambil di kelas." setelahnya, Arkan pun menarik Sean menuju kelas.

"Eaa," goda Sheryn.

"Apaan," kata gue mendatarkan wajah. "Ke sana yuk, gue lagi males dimarahin si Lana."

****

Setelah menerima pengarahan tentang penilaian senam, kami duduk di tepi lapangan tempat penilaian dilasanakan. Gue duduk di sebelah Sesil dan Mina. Kemana Sheryn? Dia udah stand di depan sendiri buat ngelihatin si David senam. Kalau nggak salah kelompok David tampil pertama, nggak tau juga sih kalau gue yang salah info, gue mah nggak peduli sama David.

"Charger woi, mana charger?!" teriak Sean di bagian operator.

Gue yang mendengar seruan Sean langsung memutar kepala untuk melihat keadaan disana. Arkan, Sean, Brian, Putra, dan Abi sedang rempong dengan laptop gue dan juga laptop Sheryn. Kebetulan laptop gue lagi lowbat dan laptop Sheyrn juga lowbat, jadi mereka yang kebagian tugas di operator harus rempong nyari charger.

He(A)rt - [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang