Dengan segera gue menjauhkan pantat gue dari kursi, berjalan menyusul Chika dan juga Dena yang masih belum balik dari toilet. Sebenarnya sih males mau nyusul mereka, tadi tuh udah pewe banget sumpah. Tapi karena melihat sesuatu yang membuat gue terbakar, yaudah lah gue susul aja mereka, ngademin diri sekalian mastiin mereka nggak diculik sama tante kunti penunggu toilet.
"Lama banget lo, ngapain aja? Boker jamaah?" tanya gue saat sampai di toilet. Benar saja, Chika dan Dena masih ngaca cantik sambil benerin rambut mereka. Gue menyandar di dinding, menghadap ke arah mereka yang memunggungi gue. Gue menatap mereka yang tersenyum tanpa dosa dar kaca.
"Woles aja kali, ini juga mau balik, eh teryata lo kesini. Ya udah lah, disini ae, lagian sepuluh menit lagi udah break," kata Dena.
"Tumben banget lo nyusulin ke sini? Biasanya juga nggak pernah mau kalau diajak join kemari," tanya Chika yang udah hafal kelakuan gue. Siapa yang betah coba diajak ke toilet sampe tiga kali setiap jam bimbingan dan itu lama banget, bisa ketempelan penunggu toilet gue kalau lama-lama disini.
"Males di kelas," jawab gue singkat tanpa berminat untuk menjelaskan panjang lebar.
"Kenapa emang? Bukannya lo paling suka kalau diem di kelas bimbingan soalnya ada Arkan?" Chika memerhatikan gue dari kaca.
"Arkan kenapa dah sampe lo males di kelas? Jangan-jangan lo cemburu ya? Kali aja Arkan mesra gitu sama yang lain," tebak Dena.
Gue menghela napas berat, bersiap-siap untuk menceritakaan kejadian yang baru saja gue lihat, kejadian yang sangat tidak berfaedah. "Tadi di kelas kan dingin banget, Dana sama Revan itu debat tentang AC..."
"AC aja didebatin," potong Dena.
"Dengerin dulu, nyet! Jangan motong pembicaraan, ih," protes Chika.
"Maaf, Dena khilaf."
"Kan debat sih tuh anak, lah Chelsea itu bilang kalau dia kedinginan jadi ada di pihaknya Dana gitu buat matiin AC. Terus Aldo godain Arkan, lo tau sendiri kan kalau mereka demen banget godain si Chelsea, secara apa sih yang kurang dari Chelsea. Aldo bilang gini, 'Kan, lo nggak ada niatan ngasih jaket lo ke Chelsea gitu?', gue lupa gimana bahasanya, intinya sih gitu." Gue menarik napas sebelum melanjutkan dongeng menjelang break bimbingan di toilet.
"Napas dulu yang panjang biar nggak meledak tuh hati," kata Chika sembari melipat tangannya dan menyandar di dinding sebelah gue.
"Terus gue liatin si Arkan, dia jalan ke arahnya Chelsea. Awalnya gue mikir, 'Masa sih dia mau menyampirkan jaketnya ke Chelsea? Nggak lah, hidup nggak seindah drama korea yang suka bikin baper'. Tapi ternyata gue salah, dia jalan ke arah Chelsea, berdiri di belakangnya. Dia ngelepas jaketnya terus ditaruh di punggungnya Chelsea, apa dah manis banget gitu. Di kelas langsung ribut nge-cie-cie-in mereka, sementara gue cuma diem, ngeliatin Arkan sama Chelsea yang masih ketawa ketiwi nggak jelas kayak tante kunti. Panas nggak sih kalau ngeliatin begituan secara live? Pasti panas kan, nggak peduli kalau AC-nya masih hidup." Demi apa gue menceritakan ini dengan berapi-api. Gue melirik ke arah Chelsea dan Dena yang masih cengo.
"Anjir, manis banget," komentar Dena.
"Ho oh, manis ya, jadi pengen streaming juga," tambah Chika.
"Bangsat, lo temen apa gimana sih? Gue lagi panas malah lo bikin makin panas. Bodo ah, males gue." Gue berjalan keluar dari toilet, meninggalkan Dena dan Chika yang tertawa melihat reaksi gue.
"Jangan ngambek, Fin! Canda doang kali," seru Dena.
"Bodo."
"Cie Fiona baperan, wkwk. Jadi makin demen godain lo," tambah Chika.
KAMU SEDANG MEMBACA
He(A)rt - [SELESAI]
Teen FictionApa kalian mempercayai cinta pada pandangan pertama? Fiona mengalaminya. Ia mencintai Arkan, sangat mencintainya. Sayangnya, sifat mereka berkebalikan. Arkan juga tidak pernah peduli pada perasaan Fiona yang menunggunya begitu lama. Terlebih ketika...